Jadi manusia bisa fokus melakukan pekerjaan lain yang kiranya tidak bisa dilakukan oleh AI seperti misalnya mengambil keputusan strategis dengan cepat dan tepat berdasarkan data-data yang disodorkan oleh AI.Â
Namun, fenomena ini juga menimbulkan dampak lain yaitu munculnya banyak pengangguran akibat pengambilalihan peran pekerjaan oleh teknologi AI.Â
Terutama pekerjaan yang berhubungan dengan proses kerja yang repetitif, bisa diotomisasi, dan tidak membutuhkan kreativitas.Â
Dilansir dari Infokomputer.grid.id bedasarkan penelitian Brookings Institution 2019, ada 36 juta orang yang pekerjaannya rawan digantikan.Â
Tapi, apakah semua pekerjaan profesional bisa digantikan oleh AI?
Tidak Semua Pekerjaan Bisa Digantikan AI
Sebagai orang yang pekerjaannya menulis dan katanya terancam digantikan oleh AI, saya tidak mau ketinggalan mencoba OpenAI dengan memintanya untuk menulis artikel sesuai tema yang saya inginkan.Â
Dan voila! Hanya dalam waktu beberapa detik, si mesin AI sudah langsung bekerja menyajikan artikel kalimat demi kalimat dengan begitu cepatnya.
Sontak saya merasa terkagum setelah mendapati hasil tulisan yang disodorkan lumayan informatif, dan setelah saya cek tingkat plagiarismenya, hasilnya artikel tersebut 100% unik!Â
Artinya si mesin AI ini memang cukup cerdas dengan memberikan artikel yang fresh hasil 'karyanya' sendiri, bukan hasil jiplak dari artikel pihak lain.
Namun, setelah saya baca lebih teliti, saya berpendapat bahwa bahasa yang digunakan pada artikel tersebut masih terlalu kaku, 'hampa', dan kurang humanis. Wajar, namanya juga ditulis oleh mesin, bukan manusia.
Pada akhirnya saya setuju dengan jurnal STMIK Jayakarta tentang analisis pengaruh implementasi AI bagi kehidupan manusia, Â yang menyebutkan bahwa pada hakikatnya AI tidak akan pernah bisa menggantikan sisi emosional manusia.Â