Ditulis oleh: Soffy Nur Rofi'ah
Agama Islam adalah agama yang rahmatullil'alamin yaitu rahmat bagi seluruh alam. Agama Islam juga mengatur setiap sendi-sendi dalam kehidupan yang berfungsi untuk mengarahkan manusia dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan untuk mencapai kemaslahatan bersama. Agama Islam mengajarkan kepada manusia agar memiliki sikap kemanusiaan dan saling menghargai antarsesama. Namun, pada kenyataannya, akhir-akhir ini banyak sekali kasus kejahatan terutama kekerasan seksual yang banyak dilakukan oleh tokoh agama, khususnya dalam dunia pendidikan.
Seorang guru dan tokoh agama merupakan orang-orang yang berilmu. Orang yang berilmu pasti bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang disukai Allah dan mana yang di benci oleh Allah. Mana yang melanggar aturan agama dan mana yang tidak melanggar aturan agama.Â
Karena, mereka tentu lebih mengetahui hukum dan ilmunya. Namun tak jarang, seorang ahli ilmu tergelincir dalam suatu kemaksiatan dan dosa. Memang hal itu bisa saja terjadi, karena seorang ahli ilmu pun hanya manusia biasa yang tentunya memiliki hawa nafsu. Tetapi jika kemaksiatan dilakukan secara berulang-ulang dalam kesalahan yang sama inilah yang tidak diperbolehkan. Hal ini menandakan bahwa seseorang itu tidak melakukan taubat yang sebenar-benarnya (taubatan nasuha).
Pada zaman sekarang ini, banyak sekali orang yang kelihatan memiliki ilmu yang tinggi, namun akrab dengan kemaksiatan. Seakan-akan ilmu mereka tidak bisa menahan mereka dari berbuat dosa dan kemaksiatan. Ilmu mereka hanya berhenti pada pengetahuan mereka saja, namun tidak bisa meresap kedalam hati. Ilmu yang hanya sebatas pengetahuan itulah yang menyebabkan seseorang terlihat alim, namun akrab dengan kemasiatan dan dosa.
Pada zaman sekarang ini banyak sekali orang yang berilmu tetapi justru perilakunya tidak mencerminkan seorang ahli ilmu. Kebanyakan dari mereka hanya berilmu namun tidak bisa mengamalkan ilmunya. Faktanya banyak dari kalangan pendidik dan tokoh agama baik di lingkungan kampus, sekolah, bahkan pondok pesantren yang melakukan tindak kekerasan seksual kepada murid atau santrinya sendiri yang justru bertindak di luar dugaan dan melampaui batas.Â
Seperti kasus yang kita temui akhir-akhir ini, tepatnya pada bulan April 2023. Kita mendapati bahwa ada seorang ustadz/kyai berinisial WMA (57) pengasuh sekaligus pendidik di salah satu pesantren yang berada di Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang, Jawa Tengah yang mencabuli dan memperkosa santriwatinya sendiri. Bahkan disebutkan tidak hanya seorang santriwati, melainkan mencapai belasan hingga puluhan santriwati.Â
Menurut informasi, pencabulan dan pemerkosaan terhadap santriwati tersebut telah dilakukan sejak tahun 2019. Motif dari pelaku adalah melakukan nikah siri agar bisa mencabuli para korban, tetapi dalam pernikahan tersebut tidak mendatangkan wali dan saksi nikah. Jadi hanya dilakukan dengan berijab qobul saja sehingga hanya korban dan pelaku yang ada di dalam ruangan. Dapat kita pahami bahwa hal ini tentunya bukan cara menikah yang sah dalam Islam.Â
Padahal jika kita lihat, pelaku pasti mengetahui tata cara menikah yang sah dan diperbolehkan dalam Islam karena pelaku merupakan seorang pendidik dalam bidang keagamaan yang setidaknya lebih memahami ajaran agama. Namun, karena ilmunya yang hanya sebatas pengetahuan dan mengikuti hawa nafsunya, maka pelaku berani melakukan hal yang demikian hanya untuk memenuhi nafsu birahinya sendiri. Padahal jelas-jelas hal tersebut melanggar aturan agama.Â
Motif lain yang digunakan pelaku adalah para korban dijanjikan akan mendapatkan karomah dan berkah keturunan dari pelaku yang merupakan kyai dipesantren tersebut sehingga para korban terpaksa mengikuti kemauan dari pelaku. Kenapa kasus ini baru terungkap padahal telah dilakukan selama bertahun-tahun? Jawabannya adalah karena pelaku melarang para korban mengadukan perbuatan bejatnya kepada siapapun, terutama orang tua korban.Â
Bahkan pelaku juga mengancam para korban jika mereka berani melaporkannya kepada orang lain. Pelaku melarang para korban mengatakan bahwa mereka telah menikah siri dengan pelaku padahal pernikahannya itu hanya akal-akalan pelaku saja supaya korban mau mengikuti apa yang diperintahkan pelaku. Disini para korban tertekan dengan perbuatan bejat pelaku tersebut. Bahkan tak hanya menyebabkan trauma mental dan psikologi, akibat perbuatan pelaku tersebut para korban kehilangan kehormatannya sebagai seorang wanita.Â