"Kasihan, Pa. Nabila kan masih anak-anak, biar aja Nabila main. Biar Mama aja yang urus keperluan Nabila." Mama selalu mengatakan hal itu bila Ayah mengingatkan. Mama terlalu sayang kepada anak tunggalnya, hingga membuat Nabila manja.
"Sayang itu bukan berarti semua harus Mama yang urus. Nabila juga harus belajar mandiri. Nanti kalau Mama sakit gimana?" Papa bertanya.
.
Senin yang cerah, murid-murid berbaris sebelum masuk ke kelas, lalu membaca doa dan mengulang hafalan.Â
"Baik anak ibu, sekarang waktunya sambung ayat. Siapa yang bisa, silakan masuk dengan tertib," ujar Umi Aulia yang di sambung sorak gembira murid-muridnya.
"Baik soal pertama, "Innaka laminal mursalin ...."
Murid-murid kelas tiga berebut menjawab, semua mengangkat tangan. Umi Aulia memilih yang bersikap tertib selama berbaris tadi, Yafi.
"Yafi, ayo teruskan ayahnya!"
"Alaa sirootim mustaqim, tanziilal azizir rohim. "
"Masyaallah, bagus sekali Yafi." Umi Aulia memberikan dua jempolnya untuk bocah laki-laki bertubuh tambun itu. Silakan masuk."
Umi Aulia melanjutkan soal kedua. "Inna jahannama kaanat mirshoodaa ...."