Mohon tunggu...
Fitrah Tanpa Nama Belakang
Fitrah Tanpa Nama Belakang Mohon Tunggu... lainnya -

Aku ingin dibaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dan Aku Masih Saja Diam

18 Oktober 2013   00:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:24 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Begitulah Mir, aku sudah jelaskan padamu apa adanya. Semua hal yang ingin kau tahu dan mungkin yang kau tak ingin tahu sudah kau dengar. Semuanya Mir. Lagipula kenapa kita harus membicarakannya di sini Mir? Aku katakan padamu bukankah kita sedang pelesiran? Tak mau aku melihatmu bersedih hati begitu."

"Mas, sudah aku tetapkan dalam hatiku kalau kaulah satu-satunya harapanku. Tak tahu lagi lah aku harus bagaimana kalau mas tak memperistriku. Kau tahu mas rumah gedong di perkebunan tempat bapakku bekerja? Ah pasti kau tak ingat mas. Di rumah gedong itu mas tinggal seorang Belanda. Tubuhnya tinggi besar, seperti Gijs itu lah, tetapi ia lebih jangkung dan perutnya tak segemuk Gijs. Bibirnya tebal mas dan kumisnya panjang juga meruncing pada ujungnya. Selalu dibawanya tongkat dari akar bahar ketika sedang mengawasi pegawai di perkebunan. Dialah Administratur Perkebunan Goalpara, Tuan Finn. Dapat bisik aku dari warga kampung kalau jabatan yang diberikan Tuan Finn pada bapakku tidaklah gratis. Kau tahu kan mas arti ini semua? Iya mas, ia menginginkan aku. Jangan kau kira aku akan diperistrinya dengan sah mas, aku akan digundiknya. Tak terbayangkan aku bila menjadi gundik mas. Tak mau aku. Tuan Finn bilang kalau ia akan urung mengambilku jika dalam waktu dua minggu ini aku bisa mendapatkan suami. Ibuku ingat kalau delapan tahun lalu bapakmu mas meminta besanan dengan keluarga kami. Ibuku lalu berkirim surat kepada keluargamu. Dan balasan surat dari bapakmu itu mas yang bikin aku punya harapan. Ia setuju merampungkan rencana perjodohan kita yang delapan tahun lalu sudah dibicarakan. Ah begitu bahagianya aku mas kala itu. Bagaimana tidak, aku akan terbebas dari menjadi seorang gundik. Aku hanya ingin diperistri dengan sah mas, oleh lelaki yang aku cintai, dan Tuan Finn itu sama sekali tak aku cinta. Ia pun sama aku rasa tak cinta aku. Ia hanya bernafsu atas tubuhku mas. Ia ingin aku jadi gundiknya. Gundik mas, aku tak mau. Saat harapan itu aku terus pupuki hingga subur sudah, kini hari ini harapanku ada di depan mataku. Tapi justru kini harapan itu layu, tidak, tidak... harapan itu mati, sudah jadi bangkai pula, dan aku akan jadi gundik."

Diantara ratusan orang yang bersenang-senang di lapangan, pastilah hanya aku dan Mir yang muram. Bahkan pipi Mir sudah basah oleh kucuran air matanya. Dan meski Mir sudah panjang lebar bercerita, aku masih saja tak bicara. Malang benar kau Mir, wanita belia dan cantik sepertimu hanya akan berakhir menjadi gundik administratur yang memang kesohor gemar menggundik wanita pribumi. Maafkan aku Mir, aku tak bisa berbuat apa. Aku cinta Roos. Mir menyeka air matanya, dan aku masih tak berkata. Ia lalu memalingkan muka, perlahan melangkah dan menjauh dariku. Ia berjalan kearah jalan raya, kali ini langkahnya lebih cepat. Ia panggil taksi kemudian pergi. Dan aku masih saja diam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun