Mohon tunggu...
FITRAH ANNISA
FITRAH ANNISA Mohon Tunggu... Mahasiswa - edukasi dan kesehatan

edukasi dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemerataan Pendidikan sebagai Gerbang Awal Merdeka Belajar

6 Mei 2022   00:00 Diperbarui: 6 Mei 2022   14:37 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PEMERATAAN PENDIDIKAN

SEBAGAI GERBANG AWAL MERDEKA BELAJAR

Nama : Fitrah Annisa

Alamat : Jakarta Selatan

Seperti yang banyak masyarakat tau terutama para guru bahwa kurikulum di Indonesia sering kali berubah dari waktu ke waktu, hal ini memberi dampak terhadap guru dan murid. Salah satu perubahan yang terjadi dari kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013 yag di anggap sempurna, setelah beberapa kali ditinjau dari 2 kurikulum tersebut bahwa kuriulum 2013 belum cukup baik. Hasil Programme for International Students Assessment (PISA) pada tahun 2018 dalam 7 putaran menunjukan hasil PISA (2000 hingga 2018) menunjukkan adanya peningkatan akses pendidikan yang cukup signifikan, yakni dari 39% di tahun 2000, pada tahun 2018 mencapai 85%. Namun, dalam hal capaian kemampuan membaca, justru terlihat penurunan selama tiga putaran terakhir Indonesia menduduki posisi 10 terbawah dari 79 negara yang berpartisipasi dalam PISA 2018 (OECD, 2019). Kemampuan rata-rata membaca siswa Indonesia 80 poin di bawah rata-rata OECD, Kemampuan rata-rata membaca siswa Indonesia adalah 42 poin di bawah rerata ASEAN, Kemampuan rata-rata Matematika siswa Indonesia adalah 52 poin di bawah rerata ASEAN, Kemampuan rata-rata Sains siswa Indonesia adalah 37 poin di bawah rerata ASEAN dan Dua Propinsi di Indonesia, DKI Jakarta dan DIY memiliki rerata capaian siswa dalam PISA 2018 hampir menyamai rerata ASEAN, oleh sebab itu Kementrian Pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) membuat terobosan baru yang berfokus pada empat pokok kebijakan pendidikan yang dibahas meliputi:

Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).

Ujian Nasional (UN).

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Keempat kebijakan tersebut merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh pemangku kebijakan dibidang pendidikan guna menghadapi perkembangan yang ada serta sebagai pemerataan pendidikan di indonesia.

Poin 1 & 2 pada tahun 2020 Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan ujian Nasional (UN) di rencanakan ditiadakan namun karena adanya covid-19 ahirnya pada tahun 2021 keduanya diganti menjadi Asesmen kompetensi minimum dan Survei karakter. Tak hanya itu hasil penelitian dari Jihad Ahmad Muta’ali (2020) yang berjudul  “Opini Masyarakat tentang Asesmen Nasional sebagai Pengganti Ujian Nasional” menjelaskan bahwa dari hasil angket didapatkan hasil sebesar 91,9% masyarakat awam maupun masyarakat intelektual setuju adanya penggantian Ujian Nasional yang akan diganti dengan Asesmen Nasional pada tahun 2021 Asessmen ini mempertimbangkan penilaian yang didasarkan atas kemampuan peserta didik dalam kognitif, tidak hanya membaca namun juga memotivasi siswa ntuk menganalisis simbol-simbol angka dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Asesmen kompetensi minimum dan Survei karakter ini meliputi dua pembahasan yang sangat serius yaitu literasi dan numerasi. Literasi ini bukan sekedar kemampuan membaca, namun juga merupakan kemampuan dalam menganalisis suatu bacaan dan memahami konsep yang ada di dalamnya. Jadi kemampuan literasi bukan hanya mengukur apakah siswa dapat membaca atau tidak, melainkan juga menilai apakah ia mampu menganalisis dan memahami maksud dari bacaan yang ada. Asesmen Kompetensi Minimum sebagai acuan guru untuk menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan memeberikan gambaran pada guru mengenai ukuran yang tepat untuk setiap teaching at the right level. Adapun Numerasi adalah kemampuan menganalisis menggunakan angka. Numerasi ini bukan hanya mengenai pelajaran Matematika dan literasi tidak pelajaran Bahasa saja, keduanya merupakan penilaian mengenai kemampuan murid-murid dalam menggunakan konsep itu untuk menganalisis sebuah materi dan perlu adanya pelatihan pada guru-guru agar terbiasa membauat soal-soal analisis seperti kehidupan sehari-hari agar siswa terbiasa mengerjakan.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ibaratkan sebuah setir yang memandu proses belajar mengajar dan sebagai google maps agar tidak tidak tersesat saat di perjalanan. Menurut surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan salah satu inisiatif Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam mengeluarkan kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”. Menurut Mendikbud, inisiatif penyederhanaan RPP ini didedikasikan untuk para guru agar meringankan beban administrasi guru. RPP yang sebelumnya terdiri dari belasan komponen, kini disederhanakan menjadi tiga komponen inti yang dapat dibuat hanya dalam satu halaman. Jadi yang awalnya RPP ada belasan komponen maka disederhanakan menjadi 3 komponen inti yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen atau penilaian pembelajaran,”

Hal yang penting dalam sebuah RPP bukan tentang penulisannya, melainkan tentang proses refleksi guru terhadap pembelajaran yang terjadi. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran siswa dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Dengan adanya kebijakan baru tentang penyederhanaan RPP ini, guru bebas membuat, memilih, mengembangkan, dan menggunakan RPP sesuai dengan prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada siswa. Efisien berarti penulisan RPP dilakukan dengan tepat dan tidak menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Efektif berarti penulisan RPP dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berorientasi pada siswa berarti penulisan RPP dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan, ketertarikan, dan kebutuhan belajar siswa di kelas. Guru dapat tetap menggunakan format RPP yang telah dibuat sebelumnya, atau bisa juga memodifikasi format RPP yang sudah dibuat.

RPP yang awalnya banyak berlembar-lembar sekarang di sederhanakan menjadi menjadi 1 lembar yang isinya mencakup (Efisien, Efektif, Berorientasi pada peserta didik) artinya bahwa guru tidak menghabiskan waktu hanya membuat RPP, tujuan pembelajaran tercapai serta mempertimbangkan kesiapan, ketertarikan, dan kebutuhan belajar peserta didik di kelas. Hal ini merupakan perubahan yang seknifikan sebuah sistem pembelajaran di dalam merdeka belajar. Selain itu, tidak ada standar baku dalam penulisan RPP. Guru bebas membuat, memilih, mengembangkan, dan menggunakan RPP sesuai dengan prinsip efektif, efisien, dan berorientasi pada peserta didik. Oleh sebab RPP tidak perlu Panjang lebar tetapi fokus pada 3 poin di atas.

Proses seleksi PPDB tahun 2022 dibagi menjadi empat jalur: Jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur perpindahan orang tua/wali, dan juga jalur prestasi. Masing-masing jalur memiliki persyaratan berbeda dan perlu diperhatikan calon peserta didik. Sistem zonasi PPDB mengatur sekolah negeri miliki pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.

Hal ini memeberi kesempatan bagi peserta didik untuk memilih sekolah yang negeri, upaya kemendikbud membuat peraturan baru ii menurut penulis sangat baik, karena memberikan peluang sangat besar bagi peserta didik baru, meskipun berdasarkan surat edara (SE) Mendikbud No. 3 Tahun 2019 tentang ppdb. Menggantikan Permendikbud No. 51 tahun 2018. Menjadi Permendikbud No. 20 tahun 2019.

Kuota ppdb 2019

Jalur prestasi 15%

Jalur zonasi 80%

Jalur perpindahan ortu 5%

Kuota peserta jalur prestasi menjadi 15% dari awalnya hanya 5%

Jalur zonasi paling sedikit semula 90% menjadi 80%

Sedangkan jalur perpindahan ortu tetap sama yakni 5%.

Hal ini jauh berbeda dari sebelumnya yang lebih rendah, oleh sebab itu munculnya keluhan dari orangtua murid yang yang sebelumnya merasa tersisihkan akibat sekolah yang hendak di masuki lebih mengutamakan nilai yang bagus sehingga mengakibatkan anaknya kalah dengan anak lain yang memiliki nilai yang lebih tinggi dan sesuai kriteria yang diinginkan oleh sekolah tersebut. Sehingga mereka harus mencari sekolah lain yang bisa menerimanya dengan konsekuensinya jarak tempuh dari rumah menuju sekolah lumayan jauh, atau orangtua peserta didik terpaksa menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta yang mana sekolah swasta lebih memakan biaya daripada sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah, untuk masyarakat yang memiliki kondisi ekonomi yang rendah tentunya hal ini menjadi beban bagi mereka.

Dengan adanya peraturan baru dari kemendikbud tidak lagi ada keluhan-keluhan dari orang tua murid seperti sebelumnya, ada beberapa keluahn dari orang tua murid yang tinggl di pedesan yang belum diterapkan sistem zonasi ini. Beberapa dampak yang akan terjadi pada sistem zonasi ini baik positif maupun negatif, dampak yang mungkin muncul sebegai berikut :

Dampak positif sistem zonasi

Menguntungkan peserta didik yang rumahnya dekat

Pemerataan Pendidikan dengan adanya sistem zonasi maka semua golongan

masyarakat akan lebih mudah dalam mendapatkan layanan pendidikan karena setiap orang dapat bersekolah ditempat yang mereka inginkan

Menghilangkan Diskriminasi Sekolah. dari adanya zonasi maka label label sekolah favorit dan non-favorit tidak akan berlaku lagi

Dampak negatif sistem zonasi

Calon siswa yang memiliki rumah cukup jauh maka peluang diterima sangat kecil walaupun nilai ujiannya bagus

Dalam Kegiatan Belajar Mengajar, guru harus mempunyai kiat dan strategi mengajar yang tepat ditinjau dari karakteristik dan kemampuan peserta didik yang berbeda-beda.

Menurunnya motivasi belajar, peserta didik akan kehilangan motivasinya dan daya  saingnya untuk meraih nilai yang maksimal karena ia tahu bahwa bagus atau  tidak nilainya ia akan tetap di terima disekolah yang ada di dekat lokasi domisilinya.

Sejatinya zonasi dilakukan oleh pemerintah agar memudahkan dalam melakukan pemetaan Pendidikan. Menurut penulis pemetaan Pendidikan ini harus segera di selenggarakan bukan hanya di daerah-daerah tententu, pemerintah segera mensosialisakan serentak agar diterapkan secara bersamaan. Hai ini yang mungkin belum dilakukan oleh kementrian Pendidikan dan kebudayaan sampai ini, hanya saja dari 2019 sampai 2022 ini.

Kesimpulannya Seperti yang banyak masyarakat tau terutama para guru bahwa kurikulum di Indonesia sering kali berubah dari waktu ke waktu, hal ini memberi dampak terhadap guru dan murid. Namun, dalam hal capaian kemampuan membaca, justru terlihat penurunan selama tiga putaran terakhir Indonesia menduduki posisi 10 terbawah dari 79 negara yang berpartisipasi dalam PISA 2018 (OECD, 2019). 1. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). 2. Ujian Nasional (UN). 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 4. Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Anwar Makarim, menetapkan empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”. Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

   Arah kebijakan baru penyelenggaraan USBN, kata Mendikbud, pada tahun 2020 akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif dengan itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. UN tahun 2021 diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran.

Sedangkan untuk penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), disederhanakannya menjadi 1 halaman, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.

Dalam pelaksanaan Sistem Zonasi terdapat beberapa beberapa kendala seperti kendala teknis dan juga kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Zonasi juga menimbulkan beberapa dampak baik yang positif dan juga negatif namun pemerintah tetap berupaya untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan dari penerapan Sistem Zonasi.

#KampusMerdeka #KampusMengajar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun