Mohon tunggu...
Fithri Suffi
Fithri Suffi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis adalah salah satu hobi saya, sebagai bagian dari sebuah proses belajar. Dengan menulis, saya memiliki ruang untuk mengapresiasi apa yang saya lakukan, apa yang saya pikirkan, apa yang saya imajinasikan, apa yang saya pelajari dan apa yang saya inginkan. Menulis bagiku adalah seni dan dunia tanpa batas yang mampu membawa kita dalam berbagai keadaan seperti yang kita mau.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Halaman Belakang

19 Maret 2023   09:29 Diperbarui: 19 Maret 2023   09:34 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Selanjutnya, kali ini aku mendengar kau mengatakan. "Betapa halaman depan punya jarak yang sangat jauh dengan halaman belakang, meski mereka berada dalam satu buku. Namun bukan berarti mereka harus diberi pelakuan yang berbeda." Kemudian kau mengacungkan sebuah buku pada kekasihmu, meski jarak kalian begitu dekat.

Masing-masing dari kalian memegang sebuah buku, namun aku tak mampu membaca judul dari buku yang kalian pegang itu. Aku hanya mampu melihat warnanya. Yang satu berwarna hitam dengan dengan sedikit gradasi warna-warna terang. Sedangkan yang satunya lagi berwarna ungu muda dengan gambar yang tak bisa kulihat jelas dari tempatku berdiri.

Ingin sekali aku mengetahui judul dari buku-buku yang mereka pegang. Andai aku bisa berjalan dua langkah ke depan, aku pasti bisa mengetahuinya. Sayang sekali, hanya untuk bergerak maju satu mili saja aku tak mampu. Kakiku telah ditanam di sini sejak lima tahun yang lalu. Dan ia hanya bisa menjalar ke bawah, menelisik sela-sela tanah humus yang kadang basah kadang kering.

"Seharusnya kau tidak mengesampingkan sebuah tempat yang menjadi bagian dari tempat yang lainnya. Karena mereka terhubung secara fisik. Untuk bisa sampai ke halaman belakang kau terlebih dulu harus melewati halaman depan." Kekasihmu itu mencoba untuk mendebatmu.

"Aku tidak berkata bahwa aku mengesampingkannya." 

"Tapi kau menuntut perlakuan yang sama, sementara kau sendiri tahu, bahwa mereka memiliki fungsi yang berbeda."

"Kurasa masalah fungsi hanya soal imajinasi. Jika kebutuhan akan keduanya adalah sama penting, maka kedua-duanya harus mendapat perlakuan yang sama."

Kulihat matamu yang indah berbinar antusias. Tak seperti biasanya ketika kau bersama kekasih yang lain, yang tak kau izinkan datang lagi, ketika kau merasa mereka tidak berada pada frekwensi yang sama dengamu.

Kau bahkan tak merasakan panasnya cahaya matahari yang masih mampu menelusup di antara daun-daun pohon mangga dengan buahnya yang rimbun bergelantungan. Biasanya kau selalu menggerutu di jam segini, ketika matahari selalu tak pernah bersahabat dengan semburat cahayanya yang tajam memantul di meja-meja tamu, di kaca depan bagian kasir, dan di sudut sebelah kiri meja kerjamu. Kau pernah bilang bahwa kau akan menanam tiga pohon kelengkeng lagi, untuk menahan garangnya sinar matahari. Tapi sampai saat ini belum kau lakukan. Bisa jadi kau ragu, akan kau tanam di mana lagi pohon-pohon kelengkeng itu. Sementara halaman belakang yang hanya berukuran 22 x 20 ini sudah terlihat begitu penuh dengan tanaman.

            "Itulah sebabnya mengapa aku tidak pernah tertarik membeli Harry Potter, sedang aku dua kali membaca ulang Pulang dan Bila Esok Tiba."

            "Kumala, sepertinya hari ini aku sudah selesai membaca halaman belakangmu meski tak pernah kau tulis." Lelaki itu mengambil kedua tangan kumala dan menatap matanya dengan sungguh-sungguh. Kumala membiarkan jemarinya diusap dengan lembut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun