Mohon tunggu...
Fit A
Fit A Mohon Tunggu... Mahasiswa - pelajar

tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Wanita Hamil

29 Februari 2024   19:37 Diperbarui: 29 Februari 2024   19:39 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagian ulama mengatakan tidak dibenarkan (haram) menikahi wanita dalam keadaan hamil karena ada ayat Al-Quran yang sudah jelas menerangkan hukumnya serta beberapa pendapat ulama mazhab, ada sebagain mengatakan boleh pernikahan wanita dalam keadaan hamil.

Pertama, menurut Imam Shafi'i yang membolehkan kawin hamil maka status dan kedudukan anaknya adalah jika anak zina yang dilahirkan setelah enam bulan dari perkawinan maka anak itu hanya bisa dinasabkan kepada ibunya, karena keberadaannya dalam kandungan mendahului perkawinan ibunya, maka bayi tersebut termasuk anak zina. 

Kedua, menurut Imam Hanafi yang membolehkan kawin hamil maka status anak dan kedudukan anak zina tetap dinasabkan kepada suami ibunya (bapaknya) tanpa memepertimbangkan lamanya usia kehamilan ibunya. Hal ini karena perkawinannya tersebut sah, maka anak yang lahir dihukumkan sebagai anak yang sah. 

Ketiga, menurut Imam Hambali dan Imam Maliki yang menolak tentang kawin hamil, bahwa anak yang dikandung dari wanita hamil akibat zina adalah tetap menjadi anak zina dan anak yang tidak sah yang lahir di luar perkawinan. Sehingga anak yang dikandung tidak ada hubungan nasab kepada laki-laki yang mencampuri ibunya, tidak bisa saling mewarisi antara laki-laki yang mencampuri ibunya dengan anaknya, melainkan mewarisi hanya kepada pihak ibu dan kerabat ibunya saja, selain itu jika anak yang dilahirkannya adalah anak perempuan maka tidak dapat menjadi wali laki-laki yang mencampuri ibunya tersebut.

Keempat, menurut Abu Zahra nasab seorang anak dapat diakui bila ayahnya mengikrarkan (menyatakan pengakuan) bahwa anak tersebut adalah anaknya, tanpa menjelaskan apakah hal itu melalui pernikahan yang sah atau tidak dengan syarat anak tersebut lahir paling minimal enam bulan setelah akad nikah yang sah, tidak ada bukti bahwa anak tersebut adalah anak orang lain, laki-laki itu tidak menyatakan bahwa anak tersebut hasil perzinahan.

Bagaimana tinjauan secara sosiologis, religious dan yuridis pernikahan Wanita hamil?

Tinjauan sosiologis

Dalam masyarakat jika ditemui laki-laki menghamili seorang wanita di luar pernikahan, maka akan dituntut untuk menikahi wanita yang dihamilinya sebagai bentuk tanggung jawab atas perbuatan yang telah mereka lakukan. Selain itu, pernikahan ini dilaksanakan agar anak yang di dalam kandungan wanita tersebut mendapat kejelasan identitas saat ia lahir kelak.

Tinjauan religious

Dalam firman Allah dalam surat an-Nur ayat 3 yang artinya; "laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atan laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min. (Q.S. An-Nur. 3)"

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa kebolehan nikah dengan perempuan hamil bagi laki-laki yang menghamilinya adalah merupakan perkecualian karena laki-laki yang menghamili adalah jodoh yang tepat bagi mereka. Jadi, bagi selain laki-laki yang menghamili perempuan yang hamil tersebut diharamkan untuk menikahinya. Tetapi terdapat pula perbedaan diantara para ulama untuk wanita hamil yang menikah dengan laki laki yang bukan menghamilinya, yaitu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun