Seketika rambut yang terurai menyapu-nyapu pundak sendiri datang menghampirinya, ia kenal sekali senyum itu, Gege! didampingi Ibunya disebelahnya. ia langsung meluncurkan tangannya, Gege menyambar, lalu berpelukan.
"Kenapa tegang sekali? Kenapa enggak anggep aja lagi main-main di sawah?"
       Mereka tertawa.
"Jangan nangis lagi, aku malas make up-in kamu.".
Tim penyenggara datang tergesa-gesa, memberitahu Rena bahwa ia akan segera tampil. Ibu dan yang lain diboyong oleh salah satu team penyelenggara untuk kembali duduk di kursi panggung baris depan yang sudah disediakan.
***
Rena memakai gaun cerah, warna oren dan selendang warna biru. Ia meminta warna favoritnya itu kepada tim wardrobe yang mengurusi kostum.
"INI DIA........ RENA" Â presenter acara heboh.
Di balik tirai kaki Rena melangkah anggun menuju panggung maha megah.
satu.. dua... tiga..
Pinggulnya terayun-ayun seperti berdendang. Seketika suara penonton seperti saut-menyaut meneriaki namanya, sambil bertepuk tangan meriah. Hamparan mata-mata tulus tertuju satu pandangan kearahnya, sambil tersenyum lebar. Ia tak percaya ini semua, tetapi ia rancang. Ia tak pernah merasa seberharga ini. Ternyata usahanya sudah sejauh panggung spektakuler. Panggung disoroti lightingwana-warni dari berbagai sudut di atas kepalanya, dengan latar panggung amat besar untuk seukuran tubuhnya, diisi pepohonan plastik yang lebat seperti di taman, menyangkut awan-awan buatan, mengangkat tema cerita yang Rena bawakan. Di belakangnya ada layar teve lebar sekali membentang, menampilkan video burung beterbangan seakan-akan menghiasi taman.