Para dosen sudah sejak lama mengalami tekanan mental karena kehidupan dan pekerjaannya. Banyak dari mereka mengalami sakit kritis karena asupan gizi yang tidak cukup, beban psikologis, dan stres kerja. Penyakit akibat kerja dan penyakit kritis selalu menghantui para dosen.Â
Pekerjaan yang melelahkan dengan segudang beban kerja menyebabkan stress kerja. Secara ergonomi ini tidak dibenarkan. Mereka mengalami kelelahan mental dan fisik. Begitu banyak dituntut untuk melaksanakan tridharma dan administrasinya, memacu diri untuk mengumpulkan poin kinerja, dan kewajiban mengurusi akreditas, dan sebagainya.Â
Kelelahan mental akibat kerja juga sangat mengganggu produktivitas dosen. Waktu istirahat tidur terganggu, bahkan banyak yang mengalami insomnia. Bagaimana tidak, risiko penyakit kritis sangat dekat dengan mereka.Â
Seharusnya pemerintah memandang mereka dari sisi kemanusiaan. Mereka adalah cendekiawan, berpendidikan, pemberi ilmu, peneliti, dan teladan bagi seluruh lapisan masyarakat. Kenapa mereka harus hidup menderita dan selalu dikecualikan dalam program pemerintahan untuk mencapai kesejahteraan.Â
Profesi lain dan dosen dari kementerian agama dan PUPR sudah mendapatkan tunjangan kinerja yang mengangkat kesejahteraan mereka. Namun beda halnya dengan dosen Kemendiktiristek yang masih mengalami nasib kurang beruntung. Mau sampai kapan mereka harus berutang di sana-sini? Hidup dalam kegelisahan, kecemasan, stress, hingga tidak pernah yakin akan masa depan.Â
Sudah waktunya pemerintahan baru dengan presiden baru kita Bapak Prabowo dan jajaran menteri Kemendiktiristek melakukan perubahan dengan fokus menaikkan gaji dosen swasta dan negeri. Atur saja gaji pokok yang pantas sesuai dengan level pendidikan S2 dan S3.
 Tidak perlu lagi adanya program macam-macam yang iming-iming dan menyulitkan tambahan gaji. Biarkan gaji dibayarkan berdasarkan gapok level pendidikannya dan tunjangan yang melekat padanya seperti jabatan akademik disertai serdos yang programnya juga wajib diteruskan.Â
Selain itu, bedakan saja tanggung jawab dosen untuk memilih apakah fokus penelitian, mengajar, atau pengabdian masyarakat. Jangan terus-terusan membebani dosen akan tridharma ini.
 Biarkan mereka memilih untuk fokus di bagian mana. Bahkan perguruan tinggi dapat membagi peran dosen pada tiga lini tadi, dosen peneliti, dosen pengajar, dosen peneliti dan pengajar, dan dosen peneliti dan pengabdian masyarakat. Ini jauh lebih baik. Kemudian, urusan administrasi dan program baik seperti serdose diwajibkan dan dipermudah dengan tagline pasti lulus dengan esay/makalah (jika remedial).Â
Tujuan merampingkan beban kerja dosen yaitu meningkatkan kualitas kesehatan mental dan fisiknya. Selain itu, mereka dapat bahagia dengan perannya. Mereka juga akan jauh lebih bersemangat bekerja. Itu hal yang patut diperbaiki oleh pemerintah.Â
Jika sudah regulasinya dirubah, maka kita sebagai penulis yang sudah mencapai pendidikan S2 dan S3 tidak akan ragu fokus untuk menjadi dosen.