Sabtu siang itu, pada tanggal 5 Agustus 2023, aku tetap menemaninya. Tak mungkin dan tak kuasa aku meninggalkannya seorang diri. Aku bawa kembali pekerjaanku, untuk dikerjakan di kamarnya. Seharusnya pada jam 2 siang ini, waktunya ia makan. Namun, ia masih tampak tertidur dan aku tak tega untuk membangunnya. Menjelang pukul setengah empat sore, ia terbangun. Aku menawarinya untuk makan,Â
"Makan sekarang ya, Yah... sebentar ya aku buatkan dulu buburnya."
Tak banyak bubur gandum yang masuk ke mulutnya. Sebagian tidak ditelannya, ia tinggalkan saja di ujung lidah. Selanjutnya, aku bantu ia untuk minum. Lalu ia mengangkat tangannya perlahan, bertanda cukup baginya.
"Sebentar lagi minum lagi ya, Yah... Ayah harus banyak minum."
Ia tak merespon, tatapannya kembali hanya tertuju pada satu arah.
Aku kembali pada pekerjaanku untuk sejenak. Dan tak lebih dari waktu 5 menit, aku kembali menatapnya agar ia mau minum. Namun, seketika itu aku dikejutkan bahwa tak ada desahan nafas darinya, gerak tubuhnya yang naik turun tanda masih bernafas, tak ada pula. Aku segera ambil gawaiku, aku dekatkan dengan lubang hidungnya. Tak ada uap yang menempel. Aku merasakan dingin dan kaku di sekujur tubuhku. Aku tak dapat berkutik.
Waktu berlalu saja, seketika warga berdatangan untuk menolong kami. Tak ada daya bagiku, aku hanya duduk bersimpuh di dekatnya. Hanya kata maaf, maaf dan maaf serta terima kasih yang dapat aku bisikkan. Tak ada tetesan air mata yang bisa aku keluarkan, karena aku melihat wajahnya yang tenang. Inilah jawaban dari kesedihan hatiku yang datang tiba-tiba beberapa waktu yang lalu.
Setelah kepergiannya, rumah kami terasa semakin hampa. Baru kami sadari, walaupun pada hari-hari terakhir hidupnya, tak banyak kata yang ia ucapkan, namun kehadirannya tetap dapat menghidupkan suasana. Kini, bukan hanya rumah kami yang terasa hampa, namun ada satu ruang kosong di hati kami.
Lelaki tua itu tak memiliki harta yang berlimpah, tak ada harta duniawi yang ia tinggalkan. Ia hanya memiliki kebaikan, yang menjadi kenangan manis bagi orang-orang yang mengenalnya dengan baik. Ada salah satu ucapannya yang paling aku ingat,
"Berbuat baiklah banyak-banyak karena itu yang akan membuat kita masuk surga."
Aku merindukan lelaki tua itu. Tak ada lagi yang bisa aku ajak diskusi. Tak ada lagi yang bisa ajak aku berdebat. Tak ada lagi sentuhan 'tangan dingin' yang menciptakan hidangan sedap di rumah kami dan mempercantik para tanaman.