Mohon tunggu...
Firman Adi
Firman Adi Mohon Tunggu... Insinyur - ekspresi sederhana

arek suroboyo yang masih belajar menulis. nasionalis tak terlalu religius. pendukung juventus sekaligus liverpudlian. penggemar krengsengan, rawon dan tahu campur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Putaran Nasib 1: Gentayangan

15 November 2020   06:48 Diperbarui: 6 Januari 2021   09:18 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kita harus mulai bikin perusahaan startup paska lulus S-2 tahun ini"

Begitu tekad Sandi, Aswin dan Roni mendirikan perusahaan startup marketplace khusus produk pertanian organik setelah menyelesaikan pendidikan masternya dan mengumpulkan modal yang cukup. 

Mereka memulainya dengan perjalanan ke Desa Sarana, suatu desa kecil yang terkenal menjadi penghasil sayuran organik berkualitas untuk belajar tentang detail seluk beluk produksi sayuran organik.

Sandi dan Aswin adalah saudara kembar identik sedangkan Roni adalah sahabat mereka berdua sejak SMP. Sandi kuliah jurusan manajemen, Roni di kedokteran sedangkan Aswin di teknik informatika. 

Ayah Sandi dan Aswin adalah konsultan bidang pertanian yang ditunjuk pemerintah dan ditugaskan di Desa Sarana dan berhasil mengembangkan pertanian organik di desa itu.

Mereka bertiga naik mini bus pukul 21.00 dan diperkirakan tiba di Desa Sarana pukul 05.00 pagi.

Ketika waktu menunjukkan pukul 01.00 dinihari, mini bus yang mereka tumpangi sedang melalui lintasan yang terkenal rawan kecelakaan karena jalurnya yang berkelok dan gelap dikelilingi hutan pinus.

"Ayah dulu kecelakaan sekitar sini, kan?", Sandi memulai pembicaraan malam itu di saat penumpang - penumpang lain sebagian besar sudah tidur.

"Iya, Kak. Tapi masih sekitar 800 meter di depan... Dirampok kata polisi", sahut Aswin.

"Sudahlah... jangan diingat-ingat lagi" Aswin menambahkan.

Ayah Sandi dan Aswin sekitar 1 bulan sebelumnya tewas dalam suatu insiden yang diidentifikasi polisi sebagai perampokan yang berujung pembunuhan.

Tas, dompet dan handphone ayahnya hilang serta luka yang cukup parah di bagian kepala dan hasil forensik menemukan bekas jeratan tali di leher ayah mereka yang menjadi penyebab kematian.

Saat itu mobil ayahnya ditinggal di lokasi oleh pelaku dan saat ini ditahan polisi sebagai barang bukti. Polisi sampai sekarang belum menemukan titik terang terkait pelakunya.

Pukul 01.15, Sandi dan Aswin tertidur. Roni walaupun mengantuk tapi masih terjaga. Roni melihat sekeliling dalam bus, penumpang yang sekitar 5 orang lain, semua tertidur. Jadi total penumpang mini bus adalah 8 orang termasuk mereka bertiga dan 1 supir.

Tiba-tiba Roni melihat ada sebuah benda putih melayang melintas depan bus dan supir yang juga melihatnya, panik lalu membuat manuver mengejutkan dengan membelokkan setirnya ke arah kanan untuk menghindari menabrak obyek putih yang terbang melayang tadi. Bus oleng tak terkendali, semua penumpang terbangun, dan supir tidak bisa mengendalikan kemudinya. 

Sekitar 20 meter kemudian di sebelah pinggir kanan jalan, ada pohon besar yang disampingnya ada warung kecil. Sopir mini bus berusaha menghindari menabrak pohon, akhirnya malah menabrak warung kecil tadi cukup keras.

Sandi dan Aswin setelah sempat pingsan beberapa saat, kemudian siuman dan melihat Roni tergeletak dengan luka cukup parah di tangan kirinya. Berusaha meminta bantuan warga sekitar, Sandi dan Aswin berteriak-teriak minta tolong, namun karena lokasinya di tengah hutan, tidak ada satupun penduduk setempat yang mendengar. Sandi mengalami luka di bagian wajah sedangkan Aswin mengalami luka parah di kaki kanannya.

"Handphone-ku... mana handphone?", Sandi panik mencari.

"Kita telpon polisi supaya segera dapat bantuan. Tapi handphone-ku nggak ada!", teriak Sandi.

"Semua penumpang meninggal sepertinya, termasuk Roni", kata Aswin yang mencoba tenang dan mengamati sekitar.

"Karena handphone kita nggak ada, kita harus mencari pemukiman warga terdekat untuk mencari pertolongan", ajak Sandi.

"Ayo... tapi bantu aku jalan, Kak", Aswin merespon.

Sandi memapah Aswin menuju pemukiman penduduk terdekat untuk mencari pertolongan. Mereka memutuskan masuk ke dalam hutan untuk mencari lokasi penduduk.

"Sepertinya hutan ini lumayan angker. Dari awal masuk tadi aku melihat kuntilanak di atas pohon. Sekarang, di sebelah kiri kita ada pocong dan atas pohon pinus sebelah kanan arah jam 2 juga ada kuntilanak. Suara tertawanya menakutkan ....", Aswin coba meyakinkan kakaknya.

"Iya, aku dari tadi juga melihat banyak sekali mahluk halus menakutkan di hutan ini. Suaranya berisik sekali", Sandi menimpali.

Tiba tiba Sandi melihat dari kejauhan ada sosok bayangan ibu dan anak perempuannya yang seperti sedang mencari kayu di hutan.

"Bu, tolong kami!" Sandi setengah berteriak.

Ibu dan anak perempuan tadi yang awalnya berjalan ke arah menjauh, kemudian berbalik arah mendekat ke arah Sandi dan Aswin.

"Sepertinya mereka mendengar suara Kakak tadi. Tapi aku kok agak khawatir. Jam selarut ini, masih ada yang mencari kayu bakar ... jangan jangan ....", Aswin mulai tampak ketakutan.

"Sudah, nggak usah berpikir aneh aneh. Yang penting kita dapat pertolongan, Win. Orang desa biasanya baik-baik", Sandi mencoba menyemangati adiknya.

Ketika mendekat, Ibu dan anak perempuan tadi malah yang terkejut, "Lho kalian ini yang tadi kecelakaan, ya? Suaranya benturannya keras sekali. Terus, kenapa wajah kalian kok sama?", tanya sang ibu.

"Eh ... kami saudara kembar, Bu. Makanya wajahnya sama. Dan iya kami yang tadi kecelakaan bus menabrak warung tadi, Bu.

Ibu itu menjawab, "Sebulan lalu juga ada kecelakaan bapak bapak usianya sekitar 50 tahun. Naik mobil terus nabrak motor. Terus sama yang naik motor dibunuh ..."

"Itu ayah kami yang dibunuh, Bu. Tapi ceritanya menurut polisi perampokan. Kami malah belum pernah dengar cerita soal menabrak motor terus dibunuh sama pengemudi motornya", jawab Aswin terheran.

"Eh .... gitu ya. Begini aja, ayo ikut ibu ke rumah. Nanti biar Ibu bantu rawat luka lukanya", ajak sang ibu.

Ibu yang menolong Sandi dan Aswin itu wajahnya lumayan cantik dan berumur sekitar 40 tahunan. Anak perempuannya sekitar usia 6 tahun. Mereka tinggal di sebuah gubuk kecil di  tepi hutan yang berbatasan dengan sebuah tanah lapang.

"Ayo masuk ... saya bantu rawat luka kalian berdua", kata sang ibu.

"Terima kasih bantuannya, bu. Sebenarnya ada 1 lagi teman kami yang jadi korban kecelakaan, tapi sepertinya sudah meninggal. Tadi kami coba ajak, tapi sudah tidak bergerak", balas Sandi.

Ibu itu dengan alat seadanya mencoba membersihkan luka Sandi dan Aswin dengan air, kemudian membalutnya dengan kain putih yang kebetulan ada di bagian belakang gubuk.Tidak ada kata-kata apapun dari sang ibu selama merawat Sandi dan Aswin.

"Anak perempuan itu kok melihat kita terus dengan pandangan tajam gitu ya?", tanya Aswin ke Sandi pelan.

Setelah saling terdiam beberapa saat, Sandi mencoba memulai lagi percakapan, "Bu, anaknya marah sama kami ya? Mohon maaf kalau jadi merepotkan dan anaknya jadi marah sama kami".

"Oh.. nggak apa apa. Rara memang gayanya begitu, dia tidak terlalu suka sama orang baru. Sama bapaknya sendiri aja suka begitu, karena bapaknya juga jarang ada di rumah.."

"Ayo dimakan dan diminum, biar kalian kuat dan bisa melanjutkan perjalanan", kata sang ibu sambil menyuguhkan kopi panas dan singkong rebus untuk Sandi dan Aswin.

"Terima kasih banyak, Bu. Kami setelah ini akan kembali ke lokasi kecelakaan supaya bisa merawat jenazah teman kami dengan layak", Aswin menerangkan.

"Iya, silakan. Sepertinya kalian berdua  juga butuh dirawat yang layak, ibu tadi cuman bisa merawat seadanya saja. Maklum alatnya terbatas.", balas sang ibu.

"Ini sudah lebih dari cukup, Bu. Kami pamit mau balik ... sepertinya sudah lama kami disini merepotkan Ibu", Aswin mohon pamit pada sang ibu.

Sandi dan Aswin kembali ke arah hutan untuk menuju lokasi kecelakaan. Kembali mahluk-mahluk halus di hutan berisik dan menampakkan diri kepada Sandi dan Aswin.

"Mereka mengganggu lagi, Kak", Aswin berkata pada kakaknya.

"Sudah, jangan dihiraukan... kita jalan aja terus. Roni harus segera kita rawat dengan layak", sahut Sandi.

Dari kejauhan, di lokasi kecelakaan ternyata sudah banyak orang. Beberapa tenaga paramedis menolong beberapa korban selamat.

"Ternyata beberapa sepertinya ada yang selamat, Win. Mudah mudahan Roni juga selamat", Sandi berharap.

Setelah mendekati lokasi, ternyata benar Sandi dan Aswin melihat ada petugas yang sedang merawat luka parah di tangan kiri Roni.

"Lapor... 4 korban meninggal dunia, Pak. Sisanya 7 orang selamat dengan luka-luka yang cukup parah", laporan seorang polisi kepada atasannya.

" Oh ... ternyata hanya 4 orang yang meninggal dunia, Kak", kata Aswin setelah mendengar laporan polisi tadi.

"Dari 4 orang yang meninggal, 2 adalah penduduk lokal. Sepertinya pemilik warung yang ditabrak ini, Pak", lanjut laporan sang polisi.

"Kasihan pemilik warung yang tertabrak ikut meninggal", gumam Aswin.

"Ayo kita ke Roni", Aswin antusias.

"Ron, Ron... kami juga selamat!", Aswin berteriak pada Roni. Tapi Roni seperti tidak mendengar teriakan Aswin, padahal jaraknya tidak terlalu jauh. Tiba tiba ada paramedis melintas membawa kantong jenazah mencoba memasukkan 4 korban meninggal yang sudah dikumpulkan di satu lokasi.

Sandi dan Aswin terkejut melihat 4 mayat yang akan dimasukkan dalam kantong jenazah. Ternyata 4 orang korban kecelakaan meninggal itu adalah mereka berdua serta ibu dan anak perempuan yang menolong mereka berdua di hutan tadi. Kondisi paling parah adalah mayat Sandi yang wajahnya rusak parah dan nyaris tidak dikenali.

Sandi berontak, tidak mau menerima kenyataan bahwa dia sudah tewas dalam kecelakaan tadi.

"Bagaimana mungkin kita berdua mati di tempat yang sama dengan ayah kita mati. Terkutuk tempat ini! Tadi hanya kita yang hidup ... kenapa sekarang semua orang hidup dan kita mati. Aku tidak terima! Aku akan menggangu orang-orang yang akan melintas di jalan ini!", teriak Sandi lantang tapi tak terdengar oleh para petugas yang sedang mengevakuasi para korban kecelakaan.

"Tadi yang ke hutan itu arwah kita. Makanya kenapa kita melihat dengan jelas mahluk-mahluk halus dan mendengar bagaimana berisiknya mereka. Karena kita sudah satu alam dengan mereka, Kak", Aswin berusaha menjelaskan.

"Termasuk ibu yang menolong kita dengan anak perempuannya tadi juga sebenarnya sudah meninggal", Aswin mencoba meredam emosi kakaknya, Sandi.

"Terus kamu mau apa, Win?", tantang Sandi.

"Aku akan menyusul ayah, hidup tenang di alam kubur. Maafkan aku, Kak...", tiba tiba bayangan Aswin di depan Sandi menghilang. Emosi yang masih membara di hati Sandi, membuat arwahnya menolak kembali ke alam kubur sehingga menjadi arwah gentayangan yang akan menebar teror di sepanjang jalan lokasi kecelakaan di tengah hutan pinus yang angker itu.

(bersambung) 

kesamaan nama dan cerita tidak disengaja dan kebetulan belaka.

Part 2 : https://www.kompasiana.com/firmanweb/5fb0a0b08ede482f4f260213/putaran-nasib-2-fakta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun