"Kasihan pemilik warung yang tertabrak ikut meninggal", gumam Aswin.
"Ayo kita ke Roni", Aswin antusias.
"Ron, Ron... kami juga selamat!", Aswin berteriak pada Roni. Tapi Roni seperti tidak mendengar teriakan Aswin, padahal jaraknya tidak terlalu jauh. Tiba tiba ada paramedis melintas membawa kantong jenazah mencoba memasukkan 4 korban meninggal yang sudah dikumpulkan di satu lokasi.
Sandi dan Aswin terkejut melihat 4 mayat yang akan dimasukkan dalam kantong jenazah. Ternyata 4 orang korban kecelakaan meninggal itu adalah mereka berdua serta ibu dan anak perempuan yang menolong mereka berdua di hutan tadi. Kondisi paling parah adalah mayat Sandi yang wajahnya rusak parah dan nyaris tidak dikenali.
Sandi berontak, tidak mau menerima kenyataan bahwa dia sudah tewas dalam kecelakaan tadi.
"Bagaimana mungkin kita berdua mati di tempat yang sama dengan ayah kita mati. Terkutuk tempat ini! Tadi hanya kita yang hidup ... kenapa sekarang semua orang hidup dan kita mati. Aku tidak terima! Aku akan menggangu orang-orang yang akan melintas di jalan ini!", teriak Sandi lantang tapi tak terdengar oleh para petugas yang sedang mengevakuasi para korban kecelakaan.
"Tadi yang ke hutan itu arwah kita. Makanya kenapa kita melihat dengan jelas mahluk-mahluk halus dan mendengar bagaimana berisiknya mereka. Karena kita sudah satu alam dengan mereka, Kak", Aswin berusaha menjelaskan.
"Termasuk ibu yang menolong kita dengan anak perempuannya tadi juga sebenarnya sudah meninggal", Aswin mencoba meredam emosi kakaknya, Sandi.
"Terus kamu mau apa, Win?", tantang Sandi.
"Aku akan menyusul ayah, hidup tenang di alam kubur. Maafkan aku, Kak...", tiba tiba bayangan Aswin di depan Sandi menghilang. Emosi yang masih membara di hati Sandi, membuat arwahnya menolak kembali ke alam kubur sehingga menjadi arwah gentayangan yang akan menebar teror di sepanjang jalan lokasi kecelakaan di tengah hutan pinus yang angker itu.
(bersambung)Â