Pernahkah Anda didatangi seseorang, entah saudara, teman, atau rekan bisnis yang ingin meminjam uang atau kalau tidak ada uang, ingin pinjma nama kita untuk keperluan dirinya.Â
Saran Saya "Jangan pernah meminjamkan nama untuk urusan pinjam meminjam", entah untuk project, untuk sertifikat rumah, apalagi untuk meminjam di bank. Jangan, dan jangan pernah!!!
Kalau Saya pernah dan ini yang mengakibatkan Saya harus kehilangan rumah dan harus menjualnya secara cepat, gara-gara masalah pinjam nama Saya untuk keperluan bisnisnya.Â
Karena kebutuhan dana yang kurang akhirnya disepakatilah, Saya dimasukkan dalam kepengurusan usaha, dan karena sudah tidak ada dana dan aset, maka sertifikat rumah Saya pun harus diagunkan untuk mendapat dana segar.Â
Dan masalah pun datang saat beberapa project gagal, yang mengakibatkan pinjaaman bank tidak terbayar dan akhirnya, Saya pun harus menjaul secara cepat agar tidak disita bank.
Pengalaman Orang Lain, Harga Mahal Mengapa Tidak Meminjamkan Nama untuk Urusan Pinjam Meminjam
Pinjam meminjam, apalagi pinjam nama memang masih sering terjadi di kehidupan masyarakat kita. Banyak yang tidak menyadari efek buruk dari pinjam meminjam nama, bahkan banyak contoh yang membuatnya harus kehilangan aset yang dimilikinya.
Salah satu contonhnya adalah yang disampaikan sorang teman di dunia maya yang saya kutip dalam www.facebook.com/Diniifitriyah, yang menurutnya, ada seorag teman (teman dari Mbak Dinii), yang rumahnya harus disita yang berawal dari keponakannya yang meminjam sertifikat rumah. Kalau sudah seperti ini, bisa apa?Â
Mungkin si keponakan hanya kehilangan nama, di black list di Bank Indonesia. Namun rumah yang sertifikatnya dipinjam tadi, si pemilik akhirnya sengsara karena harus kehilangan rumahnya.
Atau kisah lainnya, yang menceritakan tentang bagaimana caranya melunasi utang, setelah ditelusuri, ternyata bekas hutang sepupunya.Â
Pinjam sertifikat rumah, namun di tengah jalan tidak sanggup membayar angsuram, dan akhirnya harus dilanjutkan si pemilik rumah, karena kalau tidak dibayar, bisa-bisa rumah itu disita.
Baca juga: Pamer Mobil Baru, tapi Tidak Punya Garasi, Awas Denda Perda.
Sebenarnya sudah banyak cerita tentang hal ini, bahkan hubungan yang renggang bahkan terputus karena hutang yang tentu saja tidak fair. Bahkan hubungan anak dan orang tua, adik dan kakak, sepupu, keponakan, ipar hancu rlebur.Â
Meskipun katanga berjanji "AKAN LANCAR", berjanji tidak akan menyusahkan, pinjam hanya sebentar, dan apa pun alasannya, tetap "JANGAN!!!".
Jadi... Hati-hati saat akan membantu orang lain, boleh-boleh saja membantu orang lain, tetapi yang harus diingat adalah jangan sampai kita sendiri yang akhirnya sengsara. Kalau sudah seperti ini, kata "mending" bisa menjadi senjata. Mending hubungan renggang daripada bunuh diri menyengsarakan iri.
Kalau pun ada yang berani meminjam sertifikat rumah, BPKB kendaraan, dan aset pribadi lainnya, maka jangan ijinkan hal ini terjadi. Bahkan kalau itu saudara, sahabat, atau teman.Â
Jangan, dan jangan mau, walau hanya 'pinjam nama'. Kalau nanti tidak terbayar, Anda yang akan menanggung resikonya. Anda yang dikejar debt colector, ditagih siang dan malam, dan hidup dengan tekanan.Â
Ditambah lagi menanggung malu. Karena kita tidak tahu apa yang terjadi di masa yang akan datang, bisa-bisa hilang rumah, hilang kendaraam yang sudah capek-capek diperjuangkan.
Ternyata Meminjamkan Nama untuk Kredit bisa Terkena Hukum Pidana dan Perdata
Siapa yang mengira, hal yang terlihat sepele, malah bisa berurusan dengan hukum? Padahal fenomena ini sangat sering terjadi dan ditemukan, entah di hubungan keluarga, teman atau bahkan kerabat dekat.
Padahal yang tidak dipahami masyarakat umum, masalah pinjam meminjam nama untuk hal yang berurusan dengan kredit, baik di perbankan atau pun lembaga keuangan lain, sangat berisiko dan juga merugikan salah satu pihak, khususnya yang meminjamkan nama.
Bagaimana awal ancaman pidana dan perdata ini? Biasanya masalah muncul saat yang meminjam nama tersebut telat melakukan pembayaran atau bahkan sudah tidak mampu  lagi untuk membayar cicilan, dan tentu saja pihak yang namanya dipinjam akan dikejar oleh pemberi kredit.
Mengapa demikian? Karena pihak pemberi kredit hanya terikat dengan hubungan antara debitur dan kreditur dengan pihak yang namanya sudah dipakai dalam proses pengajuan kredit tersebut.
Tentu hal ini sangat merugikan pemberi pinjaman nama, selain masuk dalam daftar hitam atau blacklist Bank Indonesia, juga praktek peminjaman nama bisa dikenakan dengan pasal penggelapan, karena dianggap telah memindahkan barag fidusia tanpa seizin dengan pihak pemberi kredit, baik itu oleh perbankan atau pembiayaan.
Mengambil apa yang disampaikan seorang praktisi hukum, Angga D Saputra, SH, MH dalam wartaniaga.com, potensi hukum tindakan tersebut bisa mengakitbatkan adanya pertanggungjawaban hukum, baik pidana dan juga perdata.
Dalam konteks pertanggungjawaban pidana, maka perbuatan tersebut di atas bisa mengakibatkan pihak yang meminjamkana nama akan disangkakan tidak pidana penipuan dengan sangsi pidana maksimal 4 tahun, sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUH Pidana, yang dinyatakan:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.
 Selain mengakibatkan adanya pertanggung jawaban pidana, dipinjamkannya nama kita untuk mengajukan kredit dapat mengakibatkan adanya kemungkinan kita akan digugat secara perdata oleh pihak perbankan/leasing. Bahkan pihak yang meminjamkan nama juga dapat kehilangan hak keperdataan atas barang/asset yang dimiliki jika kredit yang diajukan dengan cara adanya jaminan barang atau surat berharga.
Jadi masih berani ngasih pinjam nama untuk kredit? Semoga catatan dan informasi tentang "Jangan pernah meminjamkan nama untuk urusan pinjam meminjam" ini bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI