Pinjam sertifikat rumah, namun di tengah jalan tidak sanggup membayar angsuram, dan akhirnya harus dilanjutkan si pemilik rumah, karena kalau tidak dibayar, bisa-bisa rumah itu disita.
Baca juga: Pamer Mobil Baru, tapi Tidak Punya Garasi, Awas Denda Perda.
Sebenarnya sudah banyak cerita tentang hal ini, bahkan hubungan yang renggang bahkan terputus karena hutang yang tentu saja tidak fair. Bahkan hubungan anak dan orang tua, adik dan kakak, sepupu, keponakan, ipar hancu rlebur.Â
Meskipun katanga berjanji "AKAN LANCAR", berjanji tidak akan menyusahkan, pinjam hanya sebentar, dan apa pun alasannya, tetap "JANGAN!!!".
Jadi... Hati-hati saat akan membantu orang lain, boleh-boleh saja membantu orang lain, tetapi yang harus diingat adalah jangan sampai kita sendiri yang akhirnya sengsara. Kalau sudah seperti ini, kata "mending" bisa menjadi senjata. Mending hubungan renggang daripada bunuh diri menyengsarakan iri.
Kalau pun ada yang berani meminjam sertifikat rumah, BPKB kendaraan, dan aset pribadi lainnya, maka jangan ijinkan hal ini terjadi. Bahkan kalau itu saudara, sahabat, atau teman.Â
Jangan, dan jangan mau, walau hanya 'pinjam nama'. Kalau nanti tidak terbayar, Anda yang akan menanggung resikonya. Anda yang dikejar debt colector, ditagih siang dan malam, dan hidup dengan tekanan.Â
Ditambah lagi menanggung malu. Karena kita tidak tahu apa yang terjadi di masa yang akan datang, bisa-bisa hilang rumah, hilang kendaraam yang sudah capek-capek diperjuangkan.
Ternyata Meminjamkan Nama untuk Kredit bisa Terkena Hukum Pidana dan Perdata
Siapa yang mengira, hal yang terlihat sepele, malah bisa berurusan dengan hukum? Padahal fenomena ini sangat sering terjadi dan ditemukan, entah di hubungan keluarga, teman atau bahkan kerabat dekat.
Padahal yang tidak dipahami masyarakat umum, masalah pinjam meminjam nama untuk hal yang berurusan dengan kredit, baik di perbankan atau pun lembaga keuangan lain, sangat berisiko dan juga merugikan salah satu pihak, khususnya yang meminjamkan nama.