Mohon tunggu...
Firman Fadilah
Firman Fadilah Mohon Tunggu... Lainnya - Simple man with a simple love.

Never give up!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Kembang Kantil

27 Juli 2022   18:43 Diperbarui: 27 Juli 2022   18:45 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Andre adalah seorang penganut agama yang taat. Ia tidak percaya dengan hal-hal klenik. Akan tetapi, tiap kali pulang kerja, ia selalu menyempatkan waktu untuk melewati Jalan Kantil yang rutenya lebih jauh.

Siapa saja yang lewat di jalan itu pasti merinding. Aroma kembang kantil yang tumbuh di sepanjang jalan begitu kental, membuat pikiran langsung mengembara ke tempat-tempat yang sudah pasti dihuni makhluk halus. Tidak ada yang tahu precisnya siapa yang pertama kali menanam kembang kantil di sepanjang jalan itu. Sebab begitu banyak kembang kantil yang tumbuh, jalan itu dinamai Jalan Kantil. 

Andre tak peduli. Yang jelas, ia senang berlama-lama di Jalan Kantil sebab bau kembang kantil itu mengingatkannya kepada mendiang istri yang beberapa bulan lalu pergi untuk selamanya. 

Andre puas mengendusi udara hingga tak terasa sinar matahari melepuh jadi tua. 

Beberapa waktu lalu, banyak kejadian janggal yang mengganggunya. Ia sering melihat benda-benda jatuh dengan sendirinya, pintu yang tiba-tiba tertutup, dan lampu kamar yang mendadak padam. Ia percaya itu hanya ulah angin dan kesalahan teknis belaka. Akan tetapi, makin hari energinya makin terkuras. Hari-harinya dilalui dengan lesu tanpa gairah. Terlebih pagi itu, ketika ia hendak tertabrak angkot, tetapi tubuhnya seolah-olah ada yang mendorong hingga terpelanting ke trotoar sampai memar siku dan lututnya. Seketika itu, aroma kembang kantil menyeruak memenuhi kepalanya. 

"Aku suka kembang kantil karena aromanya begitu menenangkan."

Dari halaman depan sampai halaman belakang, kembang kantil adalah tanaman yang wajib tumbuh di pekarangan sejak mereka pindah rumah dan sepenuhnya memiliki itu. 

"Selain aromanya, kembang kantil juga mengingatkanku kepada orang-orang yang telah tiada."

Siapa sangka, percakapan itu adalah percakapan terakhir Andre dengan istrinya yang terjebak di tengah-tengah para buruh yang berdemo di depan gedung DPR. Kamera yang biasa digunakan untuk meliput hancur berantakan. Tubuhnya terinjak-injak. 

Kembang kantil di pekarangannya layu, selayu hati dan masa depannya. Akan tetapi, aroma itu mana mungkin ia lupakan. 

***

Di sebuah pasar malam, ada satu tenda berwarna hitam pekat dengan hiasan klenik, seperti tulang, kembang, dan aroma kemenyan yang mendominasi. Beberapa orang mengantre untuk melakukan sesuatu. Seseorang dalam antrean tiba-tiba berbicara lantang dan Andre tak sengaja mencuri dengar.

"Entah ini mitos atau bukan, kembang kantil katanya bisa memanggil arwah. Rekanku sering diganggu arwah orang tuanya yang ternyata masih memiliki utang."

"Aku jadi penasaran dan ingin menanyakan kepada mendiang suamiku, apakah aku boleh menikah lagi."

Andre yang tampak berminat langsung ambil bagian dalam antrean. Ia lupakan masalah ajaran agama itu sebab rindunya sudah meluap. Ia ingin berbicara dengan istrinya. 

"Sejak kepergianmu, hidupku sering apes!"

Dua orang lagi sebelum kemudian nama Andre dipanggil. Malam sudah terlampau tinggi. Bahkan embun sudah berkelindan di pucuk rumput. 

"Maaf, saya tidak membawa potonya," ucap Andre payah ketika lelaki tua berbaju hitam itu menanyakan poto istrinya. 

"Oh, tak apa. Tetapi ini akan jadi lebih lama dan sulit."

Asap kemenyan yang membubung seketika meliuk-liuk tak tentu. Badan lelaki tua itu bergetar ketika menaburkan kembang kantil ke dalam sebuah kendi pembakaran. Andre seketika merinding. 

Asap mulai menipis. Lelaki tua itu kembali ke posisi duduknya yang tegak dan kepala yang sedikit miring itu menggeleng beberapa kali. Andre seolah-olah tak sabar untuk mendengar hasilnya. 

"Hmmm. Tolong, jangan pernah lakukan hal-hal konyol," tutur lelaki tua itu. Matanya terpejam. 

"Maksudnya?" Andre menajamkan pendengaran dan matanya mendelik tanpa berkedip.

"Ia tahu kau selalu ingin bunuh diri. Terakhir kali, kau ingin menabrakkan diri, kan? Ya, istrimu ada di sana, mendorongmu. Lalu, cobalah sedikit lebih peka terhadap harum kembang kantil. Ketika kau hendak melakukan hal-hal bodoh itu, ingatlah. Istrimu selalu mengawasimu. Ia tak ingin kau terluka. Ia ingin melihatmu bahagia meski tanpanya."

Andre berjalan terhuyung menyusuri jalanan hampa selepas keramaian pasar malam yang rasanya hambar. Ia tak tahu ke mana arah tujuan dengan air mata yang bercucuran di pipinya itu.

"Ada yang ingin kau sampaikan?" tanya lelaki tua itu sebelum waktunya habis.

Andre menggeleng dan bangkit meninggalkan tenda itu. Pelanggan yang lain segera berdesakan memadati antrean. Tanpa ditanya pun, istrinya pasti tahu bahwa selamanya ia tetap rindu.[]

Tanggamus, 05 July 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun