2. Kejujuran Subjektif
- Kejujuran subjektif mengacu pada kesesuaian antara dunia batin individu dan ekspresi mereka. Ini berarti bahwa semua pihak harus berbicara dengan jujur tentang pandangan dan kepentingan mereka. Dalam diskursus pajak, kejujuran sangat penting untuk membangun kepercayaan di antara para pemangku kepentingan. Jika pihak-pihak terlibat tidak jujur, maka akan sulit untuk mencapai kesepakatan yang adil.
3. Ketepatan Normatif
- Ketepatan normatif berhubungan dengan kesesuaian antara argumen yang diajukan dengan norma sosial yang berlaku. Ini berarti bahwa diskursus harus mempertimbangkan nilai-nilai dan norma yang dipegang oleh masyarakat. Kebijakan pajak yang baik harus mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan yang diinginkan oleh masyarakat. Dengan mempertimbangkan norma sosial, negara-negara dapat menciptakan kebijakan yang lebih diterima dan dihargai oleh masyarakat.
Ruang Publik dan Diskursus
Ruang publik berfungsi sebagai wadah diskursus di mana warga negara dapat menyatakan opini dan kepentingan mereka. Dalam konteks pajak, ruang publik menjadi sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang rasional dan adil. Ruang publik memungkinkan masyarakat untuk terlibat dalam diskusi mengenai kebijakan pajak, memberikan umpan balik kepada pemerintah, dan mendorong transparansi dalam pengambilan keputusan. Habermas menekankan bahwa komunikasi yang bebas dari dominasi dan penindasan adalah kunci untuk mencapai keadilan. Diskursus yang terbuka memungkinkan berbagai suara dan perspektif untuk didengar, sehingga menciptakan ruang bagi perubahan yang konstruktif.
Peran Diskursus dalam Menciptakan Keadilan Pajak
Diskursus yang baik dalam konteks pajak berfungsi untuk:
- Mendorong Partisipasi: Dengan memberikan ruang bagi semua pihak untuk berpartisipasi, diskursus dapat mengidentifikasi berbagai kepentingan yang ada. Ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan pajak yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan dan harapan masyarakat luas.
- Menghasilkan Kebijakan yang Adil: Ketika berbagai perspektif dipertimbangkan, kemungkinan untuk menghasilkan kebijakan yang lebih adil dan merata menjadi lebih besar. Ini membantu mengurangi ketidakpuasan dan ketidakadilan yang sering kali muncul akibat kebijakan pajak yang tidak mempertimbangkan semua pihak.
- Membangun Kepercayaan: Diskursus yang terbuka dan inklusif dapat membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat. Ketika masyarakat merasa bahwa suara mereka didengar dan dipertimbangkan, mereka lebih cenderung mendukung kebijakan yang diusulkan.
Tantangan dalam Mewujudkan Diskursus yang Efektif
Meskipun pentingnya diskursus dalam mencapai keadilan pajak sangat jelas, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi:
1. Ketidaksetaraan Akses
- Tidak semua pihak memiliki akses yang sama untuk terlibat dalam diskursus. Beberapa kelompok, seperti masyarakat yang kurang terwakili atau individu dengan sumber daya terbatas, mungkin tidak memiliki kesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka. Maka dari itu, pihak yang memiliki akses dapat menciptakan mekanisme yang memastikan bahwa semua suara didengar, seperti forum publik atau konsultasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
2. Dominasi Narasi
- Dalam banyak kasus, narasi yang dominan dapat mengabaikan perspektif minoritas. Ini dapat menyebabkan kebijakan yang tidak adil dan tidak mencerminkan realitas masyarakat yang beragam. maka dari itu, mendorong pluralisme dalam diskursus dan menciptakan ruang bagi narasi alternatif untuk berkembang bagi narasi.
3. Ketidakpastian dan Kompleksitas
- Isu pajak sering kali sangat kompleks dan sulit dipahami oleh masyarakat umum. Ketidakpastian mengenai kebijakan pajak dapat menyebabkan kebingungan dan ketidakpercayaan. Maka dari itu, pendidikan dan penyuluhan yang lebih baik mengenai kebijakan pajak, sehingga masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam diskursus.