Mohon tunggu...
Firdha Athifah Uszardi
Firdha Athifah Uszardi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Magister Akuntansi – NIM 55523110051 – Fakultas Ekonomi dan Bisnis – Universitas Mercu Buana – Pajak Internasional – Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 1 - Habermas, Keadilan Pajak Berganda Internasional dan Bentuk Komunikasi Tindakan Sebagai Mutual Understanding

20 Oktober 2024   12:54 Diperbarui: 20 Oktober 2024   12:57 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Prof Apollo. Pajak Internasional UMB

Habermas, Keadilan Pajak Berganda Internasional, dan Bentuk Komunikasi Tindakan sebagai Mutual Understanding

Jrgen Habermas, seorang pemikir terkemuka dari Mazhab Frankfurt, dikenal luas karena kontribusinya terhadap teori sosial dan filsafat komunikasi. Salah satu konsep utamanya adalah "Tindakan Komunikasi," yang berfungsi sebagai dasar untuk mencapai mutual understanding (pemahaman bersama) dalam berbagai konteks, termasuk keadilan pajak. Dalam konteks globalisasi yang semakin kompleks, isu keadilan pajak berganda menjadi semakin relevan, terutama ketika negara-negara berusaha untuk berkolaborasi dalam mengatur pajak yang adil dan transparan.

Pemahaman bersama adalah kunci untuk menciptakan dialog yang konstruktif antara berbagai pihak yang terlibat dalam isu-isu pajak. Dengan memahami perspektif satu sama lain, negara-negara dapat menghindari konflik dan menciptakan kebijakan pajak yang lebih adil. Dalam konteks ini, tindakan komunikasi menjadi sarana untuk membangun konsensus dan saling pengertian, yang sangat penting dalam pengambilan keputusan pajak internasional.

Habermas mengkritik regulasi perpajakan dengan menyoroti hubungan antara subjek dan objek pajak. Pajak dipandang sebagai bentuk hubungan manusia yang melibatkan berbagai kepentingan. Dalam pandangan Habermas, pajak bukan hanya sekadar instrumen keuangan untuk mengumpulkan pendapatan negara, tetapi juga merupakan refleksi dari hubungan sosial dan politik di antara individu dan negara.

Habermas mengidentifikasi tiga dunia pengetahuan yang berinteraksi dalam konteks sosial:

  1. Ilmu Alam: Hubungan subjek-objek yang bersifat objektif dan empiris. Dalam konteks pajak, ini dapat mencakup analisis statistik mengenai pendapatan dan pengeluaran.
  2. Dunia Sosial: Hubungan subjek-subjek, yang melibatkan interaksi antara individu. Dalam konteks ini, diskusi mengenai pajak menjadi penting untuk memahami bagaimana kebijakan pajak mempengaruhi berbagai kelompok masyarakat.
  3. Dunia Pemikiran Subjek: Hubungan subjek-diri sendiri, yang mencakup refleksi individu tentang nilai dan norma yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap pajak.

Interaksi Tiga Dunia

Interaksi antara ketiga dunia ini menciptakan konteks di mana keadilan pajak dapat dianalisis. Misalnya, kebijakan pajak yang tidak adil dapat dilihat dari perspektif ilmu alam (data statistik), dunia sosial (interaksi antarindividu), dan dunia pemikiran subjek (refleksi pribadi tentang keadilan).

Tipe Ilmu dan Sifatnya

Sumber: Prof Apollo. Pajak Internasional UMB
Sumber: Prof Apollo. Pajak Internasional UMB

Habermas membedakan antara berbagai tipe ilmu berdasarkan sifat dan kepentingannya:

Tipe Ilmu

Sifat Ilmu

Interest

Empirik-analisis

Objektif

Teknis

Historis-hermeneutis

Subjektif

Intersubjektif (saling memahami)

Sosial-kritis

Intersubjektif

Emanisipatif (perbaikan masyarakat)

Sumber: Prof Apollo. Pajak Internasional UMB
Sumber: Prof Apollo. Pajak Internasional UMB

Relevansi Tipe Ilmu dalam Pajak

  • Empirik-analisis: Dapat digunakan untuk menganalisis data perpajakan dan dampaknya terhadap perekonomian.
  • Historis-hermeneutis: Membantu memahami bagaimana kebijakan pajak berkembang dan bagaimana norma sosial mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap pajak.
  • Sosial-kritis: Menyoroti ketidakadilan dalam sistem pajak dan mendorong perubahan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil.

Sumber: Prof Apollo. Pajak Internasional UMB
Sumber: Prof Apollo. Pajak Internasional UMB

Tindakan Komunikasi

Tindakan komunikasi, menurut Habermas, adalah interaksi di mana dua orang atau lebih berusaha untuk menemukan mutual understanding dan mengkoordinasikan tindakan mereka. Dalam konteks keadilan pajak, tindakan komunikasi sangat penting untuk mencapai kesepakatan yang adil antara negara-negara dan pemangku kepentingan lainnya.

Jenis Tindakan Komunikasi

Habermas membedakan beberapa tipe tindakan yang relevan dalam konteks ini:

  1. Tindakan Teleologis: Tindakan yang dilakukan dengan tujuan tertentu, seringkali berorientasi pada hasil yang diinginkan. Dalam konteks pajak, ini bisa berupa upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan melalui kebijakan pajak yang lebih ketat.
  2. Tindakan Normatif: Tindakan yang mengikuti norma atau perintah yang telah ditetapkan. Misalnya, kepatuhan terhadap undang-undang perpajakan yang berlaku di suatu negara.
  3. Tindakan Dramaturgik: Tindakan yang bertujuan untuk pencitraan, seperti ketika pemerintah mengumumkan kebijakan pajak baru untuk menunjukkan komitmennya terhadap keadilan sosial.
  4. Tindakan Komunikatif: Tindakan yang didasarkan pada kesepakatan bersama, di mana semua pihak terlibat dalam dialog untuk mencapai konsensus. Ini adalah bentuk tindakan yang paling relevan dalam konteks keadilan pajak, di mana dialog terbuka antara negara, perusahaan, dan masyarakat sipil sangat penting.

Tindakan komunikatif memungkinkan pihak-pihak yang terlibat untuk saling mendengarkan dan memahami pandangan satu sama lain. Dalam konteks pajak, hal ini sangat penting untuk menciptakan kebijakan yang adil dan transparan. Dengan mengedepankan dialog, negara-negara dapat menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan konflik dan ketidakpuasan.

Rasionalitas Komunikasi

Rasionalitas komunikasi menurut Habermas mencakup beberapa aspek penting:

  • Rasionalitas yang Masuk Akal dan Kalkulatif: Kemampuan untuk mempertimbangkan berbagai opsi dan konsekuensi dari tindakan yang diambil. Dalam konteks pajak, ini berarti mempertimbangkan bagaimana kebijakan pajak akan mempengaruhi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
  • Kemampuan untuk Membedakan Bidang Pengetahuan: Membedakan antara sains, teknologi, seni, dan hukum. Dalam konteks pajak, penting untuk memahami bagaimana masing-masing bidang ini berinteraksi dan mempengaruhi kebijakan pajak.
  • Tidak Mengsakralkan Dunia: Menghindari pandangan dogmatis yang dapat menghambat dialog. Dalam konteks pajak, ini berarti bersikap terbuka terhadap berbagai pandangan dan pendekatan.
  • Rasionalitas Instrumental dan Strategis: Mempertimbangkan bagaimana tindakan dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kebijakan pajak, ini mencakup penggunaan data dan analisis untuk merumuskan kebijakan yang efektif.
  • Mekanisme Birokrasi yang Baik: Memastikan bahwa ada struktur yang mendukung komunikasi yang efektif antara berbagai pemangku kepentingan.

Habermas mempertanyakan apakah pajak seharusnya dipandang sebagai tindakan strategis yang berorientasi pada keberhasilan atau sebagai tindakan komunikatif yang berorientasi pada kesepahaman dan konsensus.

Pajak sebagai Tindakan Strategis

  • Orientasi pada Keberhasilan: Dalam banyak kasus, kebijakan pajak dirumuskan dengan tujuan untuk mencapai hasil tertentu, seperti peningkatan pendapatan negara atau pengurangan defisit anggaran. Hal ini sering kali melibatkan pendekatan yang lebih teknis dan analitis.
  • Pengaruh Politik dan Ekonomi: Kebijakan pajak sering kali dipengaruhi oleh pertimbangan politik dan ekonomi, di mana negara-negara berusaha untuk memaksimalkan keuntungan mereka dalam konteks global.

Pajak sebagai Tindakan Komunikatif

  • Orientasi pada Kesepahaman: Dalam pandangan ini, pajak harus dipandang sebagai hasil dari dialog dan kesepakatan antara berbagai pihak. Kebijakan pajak yang adil hanya dapat dicapai jika semua pemangku kepentingan terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
  • Membangun Kepercayaan: Dengan mengedepankan dialog, negara-negara dapat membangun kepercayaan di antara mereka dan menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan transparan.

Pra-Syarat Komunikasi

Habermas mengemukakan bahwa komunikasi yang baik memerlukan beberapa pra-syarat yang harus dipenuhi untuk menciptakan dialog yang konstruktif dan efektif. Dalam konteks keadilan pajak, pra-syarat ini sangat penting untuk memastikan bahwa semua pihak dapat berpartisipasi secara aktif dan setara dalam proses komunikasi.

1. Bahasa yang Sama dan Konsisten

  • Penggunaan bahasa yang sama dan konsisten memungkinkan semua pihak untuk memahami satu sama lain tanpa adanya kesalahpahaman. Ini mencakup terminologi teknis yang digunakan dalam diskusi pajak serta kesepakatan tentang definisi istilah yang penting. Perbedaan bahasa dan terminologi dapat menyebabkan kebingungan dan konflik. Oleh karena itu, penting untuk menyepakati istilah-istilah yang digunakan dalam dialog agar semua pihak dapat memahami isu yang dibahas dengan cara yang sama.

2. Tujuan Konsensus yang Tidak Memihak

  • Tujuan konsensus berarti bahwa semua pihak harus memiliki niat untuk mencapai kesepakatan yang adil dan tidak memihak. Ini berarti menghindari pendekatan yang hanya menguntungkan satu pihak. Dalam negosiasi pajak, penting bagi negara-negara untuk berusaha mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan, bukan hanya untuk kepentingan nasional mereka sendiri. Hal ini dapat membantu membangun kepercayaan dan menciptakan kebijakan pajak yang lebih adil.

3. Aturan Umum yang Wajib Dipatuhi Tanpa Tekanan

  • Aturan umum yang diakui oleh semua pihak harus ada untuk memastikan bahwa komunikasi berlangsung dengan adil dan teratur. Aturan ini harus diterima tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Aturan yang jelas dan transparan dalam negosiasi pajak dapat membantu menghindari konflik dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk dialog. Tanpa aturan yang jelas, proses negosiasi dapat menjadi kacau dan tidak produktif.

Etika Diskursus

Habermas menekankan pentingnya etika diskursus dalam mencapai keadilan. Diskursus yang baik melibatkan beberapa elemen penting yang harus dipenuhi agar komunikasi dapat berlangsung dengan efektif dan adil.

1. Kebenaran Proposisional

  • Kebenaran proposisional mengacu pada kesesuaian antara proposisi yang diajukan dalam diskursus dengan dunia empirik. Ini berarti bahwa argumen yang diajukan harus didukung oleh bukti dan fakta yang dapat diverifikasi.

2. Kejujuran Subjektif

  • Kejujuran subjektif mengacu pada kesesuaian antara dunia batin individu dan ekspresi mereka. Ini berarti bahwa semua pihak harus berbicara dengan jujur tentang pandangan dan kepentingan mereka. Dalam diskursus pajak, kejujuran sangat penting untuk membangun kepercayaan di antara para pemangku kepentingan. Jika pihak-pihak terlibat tidak jujur, maka akan sulit untuk mencapai kesepakatan yang adil.

3. Ketepatan Normatif

  • Ketepatan normatif berhubungan dengan kesesuaian antara argumen yang diajukan dengan norma sosial yang berlaku. Ini berarti bahwa diskursus harus mempertimbangkan nilai-nilai dan norma yang dipegang oleh masyarakat. Kebijakan pajak yang baik harus mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan yang diinginkan oleh masyarakat. Dengan mempertimbangkan norma sosial, negara-negara dapat menciptakan kebijakan yang lebih diterima dan dihargai oleh masyarakat.

Ruang Publik dan Diskursus

Ruang publik berfungsi sebagai wadah diskursus di mana warga negara dapat menyatakan opini dan kepentingan mereka. Dalam konteks pajak, ruang publik menjadi sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang rasional dan adil. Ruang publik memungkinkan masyarakat untuk terlibat dalam diskusi mengenai kebijakan pajak, memberikan umpan balik kepada pemerintah, dan mendorong transparansi dalam pengambilan keputusan. Habermas menekankan bahwa komunikasi yang bebas dari dominasi dan penindasan adalah kunci untuk mencapai keadilan. Diskursus yang terbuka memungkinkan berbagai suara dan perspektif untuk didengar, sehingga menciptakan ruang bagi perubahan yang konstruktif.

Peran Diskursus dalam Menciptakan Keadilan Pajak

Diskursus yang baik dalam konteks pajak berfungsi untuk:

  • Mendorong Partisipasi: Dengan memberikan ruang bagi semua pihak untuk berpartisipasi, diskursus dapat mengidentifikasi berbagai kepentingan yang ada. Ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan pajak yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan dan harapan masyarakat luas.
  • Menghasilkan Kebijakan yang Adil: Ketika berbagai perspektif dipertimbangkan, kemungkinan untuk menghasilkan kebijakan yang lebih adil dan merata menjadi lebih besar. Ini membantu mengurangi ketidakpuasan dan ketidakadilan yang sering kali muncul akibat kebijakan pajak yang tidak mempertimbangkan semua pihak.
  • Membangun Kepercayaan: Diskursus yang terbuka dan inklusif dapat membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat. Ketika masyarakat merasa bahwa suara mereka didengar dan dipertimbangkan, mereka lebih cenderung mendukung kebijakan yang diusulkan.

Tantangan dalam Mewujudkan Diskursus yang Efektif

Meskipun pentingnya diskursus dalam mencapai keadilan pajak sangat jelas, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi:

1. Ketidaksetaraan Akses

  • Tidak semua pihak memiliki akses yang sama untuk terlibat dalam diskursus. Beberapa kelompok, seperti masyarakat yang kurang terwakili atau individu dengan sumber daya terbatas, mungkin tidak memiliki kesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka. Maka dari itu, pihak yang memiliki akses dapat menciptakan mekanisme yang memastikan bahwa semua suara didengar, seperti forum publik atau konsultasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

2. Dominasi Narasi

  • Dalam banyak kasus, narasi yang dominan dapat mengabaikan perspektif minoritas. Ini dapat menyebabkan kebijakan yang tidak adil dan tidak mencerminkan realitas masyarakat yang beragam. maka dari itu, mendorong pluralisme dalam diskursus dan menciptakan ruang bagi narasi alternatif untuk berkembang bagi narasi.

3. Ketidakpastian dan Kompleksitas

  • Isu pajak sering kali sangat kompleks dan sulit dipahami oleh masyarakat umum. Ketidakpastian mengenai kebijakan pajak dapat menyebabkan kebingungan dan ketidakpercayaan. Maka dari itu, pendidikan dan penyuluhan yang lebih baik mengenai kebijakan pajak, sehingga masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam diskursus.

Jrgen Habermas memberikan kerangka kerja yang kuat untuk memahami bagaimana komunikasi dan tindakan komunikatif dapat berkontribusi pada keadilan pajak berganda internasional. Dengan menekankan pentingnya mutual understanding, Habermas menunjukkan bahwa keadilan pajak tidak hanya bergantung pada regulasi yang baik, tetapi juga pada proses komunikasi yang inklusif dan transparan.

Berikut poin penting dari Habermas, Keadilan Pajak Berganda Internasional, dan Bentuk Komunikasi Tindakan sebagai Mutual Understanding:

  • Tindakan Komunikasi: Merupakan alat penting dalam mencapai kesepakatan yang adil dalam kebijakan pajak.
  • Pra-Syarat Komunikasi: Bahasa yang sama, tujuan konsensus, dan aturan umum sangat penting untuk menciptakan dialog yang efektif.
  • Etika Diskursus: Kebenaran proposisional, kejujuran subjektif, dan ketepatan normatif harus dipenuhi untuk mencapai diskursus yang baik.
  • Ruang Publik: Berfungsi sebagai wadah untuk menyuarakan opini dan kepentingan, yang penting untuk menciptakan masyarakat yang rasional dan adil.

Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, negara-negara dapat bekerja sama untuk menciptakan kebijakan pajak yang lebih adil dan berkelanjutan, yang mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan yang diinginkan oleh masyarakat. Diskursus yang efektif dan inklusif akan menjadi fondasi bagi pencapaian keadilan pajak yang lebih baik di tingkat internasional.

Contoh Penerapan Tindakan Komunikasi dalam Kebijakan Pajak

Kasus Perjanjian Pajak Berganda

Salah satu contoh penerapan tindakan komunikasi dalam konteks pajak adalah negosiasi perjanjian pajak berganda antara dua negara. Dalam proses ini, kedua negara harus mendiskusikan kepentingan masing-masing, termasuk bagaimana pajak akan dikenakan pada individu dan perusahaan yang beroperasi di kedua yurisdiksi.

Dalam negosiasi ini, tindakan komunikatif memungkinkan kedua negara untuk mendengarkan kekhawatiran dan harapan masing-masing, serta mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Proses ini tidak hanya menciptakan kesepakatan yang lebih adil, tetapi juga membangun hubungan yang lebih baik antara negara-negara tersebut.

Selain negosiasi bilateral, tindakan komunikatif juga dapat diterapkan dalam forum internasional, seperti Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) atau Forum Pajak Internasional. Dalam forum ini, negara-negara dapat berkumpul untuk mendiskusikan isu-isu pajak global dan mencari solusi bersama.

Tantangan dalam Menerapkan Tindakan Komunikasi

Perbedaan Budaya dan Sistem Hukum

Meskipun tindakan komunikatif memiliki potensi untuk menciptakan dialog yang konstruktif, terdapat tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait dengan perbedaan budaya dan sistem hukum antar negara. Setiap negara memiliki cara pandang yang berbeda terhadap pajak dan keadilan, yang dapat mempengaruhi cara mereka berkomunikasi dan bernegosiasi.

Perbedaan dalam nilai-nilai budaya, norma sosial, dan sistem hukum dapat menciptakan kesulitan dalam mencapai kesepakatan. Misalnya, beberapa negara mungkin lebih mengutamakan prinsip keadilan sosial, sementara yang lain lebih fokus pada efisiensi ekonomi. Oleh karena itu, penting bagi negara-negara untuk memahami dan menghargai perbedaan ini saat melakukan dialog dan negosiasi.

Ketidakpastian ekonomi dan politik juga dapat menjadi tantangan dalam menerapkan tindakan komunikasi. Ketika situasi politik di suatu negara tidak stabil atau ketika terjadi krisis ekonomi, negara tersebut mungkin kurang berkomitmen untuk terlibat dalam dialog yang konstruktif mengenai kebijakan pajak. Hal ini dapat menghambat upaya untuk mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan.

Negara-negara yang menghadapi tantangan internal mungkin lebih cenderung untuk mengutamakan kepentingan nasional mereka daripada berkompromi dalam negosiasi internasional. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang stabil dan kondusif bagi dialog internasional.

Strategi untuk Meningkatkan Tindakan Komunikasi dalam Keadilan Pajak Berganda

Salah satu strategi untuk meningkatkan tindakan komunikasi adalah melalui pendidikan dan kesadaran. Negara-negara perlu mendidik pemangku kepentingan, termasuk pejabat pemerintah, pengusaha, dan masyarakat sipil, tentang pentingnya keadilan pajak dan bagaimana tindakan komunikatif dapat membantu mencapainya. Dengan meningkatkan pemahaman tentang isu-isu pajak dan pentingnya dialog, semua pihak dapat lebih siap untuk terlibat dalam proses negosiasi dan mencapai kesepakatan yang adil. Teknologi juga dapat berperan penting dalam meningkatkan tindakan komunikasi. Dengan memanfaatkan platform digital, negara-negara dapat berkomunikasi secara lebih efisien dan transparan. Misalnya, penggunaan video konferensi dan forum online dapat memungkinkan negara-negara untuk berkolaborasi dan berbagi informasi secara real-time. Penggunaan teknologi juga dapat membantu mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan untuk negosiasi, sehingga memungkinkan lebih banyak dialog dan kolaborasi

What is the concept of "Tindakan Komunikasi" according to Jrgen Habermas?

"Tindakan Komunikasi" adalah konsep yang diperkenalkan oleh Jrgen Habermas dalam karyanya yang berjudul The Theory of Communicative Action (1981). Konsep ini merujuk pada interaksi antara individu yang bertujuan untuk mencapai kesepahaman dan koordinasi tindakan. Dalam tindakan komunikasi, peserta berkomitmen untuk berbagi informasi dan saling mendengarkan, sehingga tercipta dialog yang konstruktif. Tindakan komunikasi bertujuan untuk membangun konsensus dan pemahaman yang saling menguntungkan.  Habermas membedakan antara dua jenis tindakan: tindakan strategis dan tindakan komunikatif. Tindakan strategis berfokus pada pencapaian tujuan tertentu dengan cara yang mungkin tidak melibatkan pemahaman bersama. Dalam konteks ini, individu atau kelompok dapat menggunakan berbagai cara, termasuk manipulasi atau paksaan, untuk mencapai tujuan mereka. Sebaliknya, tindakan komunikatif menekankan pada pencarian konsensus dan pemahaman yang saling menguntungkan. Dalam tindakan komunikatif, setiap peserta memiliki tujuan untuk mencapai kesepakatan yang tidak hanya menguntungkan satu pihak, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terlibat.  Tujuan utama dari tindakan komunikasi adalah untuk menciptakan ruang dialog di mana individu dapat saling bertukar pandangan, mendengarkan satu sama lain, dan bekerja sama untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan. Dalam konteks sosial dan politik, tindakan komunikasi berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat hubungan antarindividu dan membangun kepercayaan di antara mereka. Hal ini sangat penting dalam masyarakat yang pluralistik, di mana berbagai pandangan dan kepentingan seringkali bertentangan.

What are the characteristics of empirical-analytical, historical-hermeneutic, and social-critical sciences?

Karakteristik dari ilmu empiris-analitis, historis-hermeneutik, dan sosial-kritis dapat dipahami melalui metodologi, tujuan, dan pendekatan pengetahuan yang berbeda. Berikut adalah gambaran terstruktur dari masing-masing:

1. Ilmu Empiris-Analitis

Karakteristik:

  • Pendekatan Objektif: Fokus pada pengukuran objektif dan data yang dapat diukur.
  • Pengujian Hipotesis: Menggunakan metode ilmiah untuk merumuskan hipotesis dan mengujinya melalui eksperimen atau observasi.
  • Generalisasi: Bertujuan untuk menghasilkan temuan yang dapat digeneralisasikan di berbagai konteks.
  • Metode Kuantitatif: Menggunakan analisis statistik dan pemodelan matematis untuk menginterpretasikan data.
  • Replikabilitas: Temuan penelitian harus dapat direplikasi oleh peneliti lain di bawah kondisi yang sama.

Contoh: Ilmu alam (misalnya, fisika, kimia), psikologi (ketika menggunakan metode eksperimen), dan ekonomi (ketika menggunakan model kuantitatif).

2. Ilmu Historis-Hermeneutik

Karakteristik:

  • Pendekatan Interpretatif: Fokus pada pemahaman dan interpretasi teks, peristiwa, dan fenomena budaya dalam konteks historisnya.
  • Subjektivitas: Mengakui interpretasi subjektif peneliti dan pengaruh konteks sejarah terhadap pemahaman.
  • Analisis Kontekstual: Menekankan pentingnya konteks, termasuk faktor sosial, politik, dan budaya, dalam membentuk makna.
  • Metode Kualitatif: Menggunakan metode pengumpulan data kualitatif seperti wawancara, penelitian arsip, dan analisis teks.
  • Konstruksi Naratif: Sering melibatkan penyusunan narasi yang menjelaskan peristiwa sejarah atau fenomena budaya.

Contoh: Sejarah, studi sastra, studi budaya, dan filsafat.

3. Ilmu Sosial-Kritis

Karakteristik:

  • Perspektif Kritis: Bertujuan untuk mengkritik dan menantang norma sosial, struktur kekuasaan, dan ketidakadilan.
  • Tujuan Transformasi: Berusaha mempromosikan perubahan sosial dan pemberdayaan kelompok yang terpinggirkan.
  • Pendekatan Interdisipliner: Sering mengambil dari berbagai disiplin ilmu (misalnya, sosiologi, ilmu politik, ekonomi) untuk menangani isu sosial yang kompleks.
  • Metode Partisipatif: Melibatkan pemangku kepentingan dalam proses penelitian, sering menggunakan metode seperti penelitian aksi atau observasi partisipatif.
  • Refleksivitas: Peneliti merenungkan bias mereka sendiri dan dampak pekerjaan mereka terhadap subjek yang diteliti.

Contoh: Teori kritis, studi feminis, teori ras kritis, dan penelitian keadilan sosial.

Ilmu Empiris-Analitis mengutamakan objektivitas dan data yang dapat diukur, dengan fokus pada pengujian hipotesis dan generalisasi. Ilmu Historis-Hermeneutik menekankan interpretasi dan pemahaman dalam konteks, menggunakan metode kualitatif untuk menganalisis fenomena budaya dan sejarah. Ilmu Sosial-Kritis mengadopsi pendekatan kritis dan transformasional, bertujuan untuk menantang norma sosial dan mempromosikan perubahan sosial melalui penelitian partisipatif dan reflektif.

Why is it important to understand the concept of "Tindakan Komunikasi" in the context of international double taxation justice?

Keadilan pajak berganda internasional adalah isu yang kompleks dan sering kali kontroversial. Pajak berganda terjadi ketika individu atau perusahaan dikenakan pajak oleh lebih dari satu negara atas penghasilan yang sama. Hal ini dapat menciptakan ketidakadilan dan ketidakpastian bagi wajib pajak, serta menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks globalisasi, di mana individu dan perusahaan beroperasi di berbagai negara, penting untuk memiliki kerangka kerja yang adil dan transparan untuk mengelola pajak.  "Tindakan Komunikasi" membantu negara-negara untuk berinteraksi secara efektif dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak. Dengan menerapkan prinsip-prinsip tindakan komunikatif, negara-negara dapat berusaha untuk mencapai kesepakatan mengenai regulasi pajak yang tidak hanya menguntungkan satu pihak, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan negara lain. Misalnya, ketika negara-negara bernegosiasi mengenai perjanjian pajak berganda, penggunaan tindakan komunikatif memungkinkan mereka untuk mendiskusikan kepentingan masing-masing dan menemukan titik temu yang saling menguntungkan. Dialog yang konstruktif ini sangat penting untuk menghindari konflik yang dapat muncul akibat perbedaan kebijakan pajak. Ketidakpuasan terhadap kebijakan pajak yang dianggap tidak adil dapat menyebabkan ketegangan antara negara-negara, yang pada akhirnya dapat mengganggu hubungan internasional dan kerjasama ekonomi. Oleh karena itu, pendekatan tindakan komunikatif sangat diperlukan untuk menciptakan kebijakan pajak yang adil dan transparan. Dalam keadilan pajak berganda internasional, penting untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sipil. Dengan menggunakan tindakan komunikatif, semua pihak dapat berpartisipasi dalam diskusi mengenai kebijakan pajak yang mempengaruhi mereka. Ini tidak hanya meningkatkan legitimasi kebijakan yang dihasilkan, tetapi juga menciptakan rasa memiliki di antara semua pihak yang terlibat.

 

Why does Habermas criticize the regulation of taxation?

Jrgen Habermas mengkritik regulasi pajak karena ia percaya bahwa sistem pajak dapat menjadi alat untuk menguatkan kekuasaan ekonomi dan politik, serta mengurangi kemampuan masyarakat untuk ber partisipasi secara aktif dalam proses demokrasi. Berikut adalah beberapa alasan yang lebih spesifik:

  1. Kekuasaan Ekonomi: Habermas mengkritik regulasi pajak yang menguntungkan perusahaan besar dan individu yang kaya, karena ia dapat meningkatkan kekuasaan ekonomi mereka dan mengurangi persaingan di pasar.
  2. Kekuasaan Politik: Habermas mengkritik regulasi pajak yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengontrol masyarakat dan mengurangi kebebasan individu.
  3. Partisipasi Demokrasi: Habermas mengkritik regulasi pajak yang mengurangi kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses demokrasi, karena ia dapat mengurangi pendapatan mereka dan mengurangi kemampuan mereka untuk membantu kandidat politik atau menyokong inisiatif sosial.

Habermas mendorong untuk mengembangkan sistem pajak yang lebih adil dan transparan, yang dapat mengurangi kekuasaan ekonomi dan politik, serta menggalakkan partisipasi demokrasi.

How can we achieve "mutual understanding" through "Tindakan Komunikasi"?

Untuk mencapai "pemahaman timbal balik" melalui "tindakan komunikasi" menurut Jrgen Habermas, kita perlu memahami beberapa prinsip dasar dari teori komunikasi yang ia kembangkan. Berikut adalah langkah-langkah dan prinsip yang dapat membantu dalam mencapai tujuan tersebut:

  • Prinsip Tindakan Komunikatif. Tindakan Komunikatif merupakan interaksi di mana individu berusaha untuk mencapai pemahaman yang sama melalui dialog. Dalam konteks ini, komunikasi bukan hanya sekadar pertukaran informasi, tetapi juga proses kolaboratif untuk memahami perspektif masing-masing.
  • Kesetaraan dalam Diskusi: Kesetaraan Partisipasi yaitu semua peserta dalam komunikasi harus memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi. Tidak ada suara yang harus diabaikan, dan setiap individu harus merasa dihargai dalam diskusi.
  • Komunikasi yang Terbuka dan Jujur: Transparansi penting untuk berbicara dengan jujur dan terbuka tentang niat, harapan, dan kekhawatiran. Hal ini menciptakan suasana saling percaya yang mendukung pemahaman yang lebih dalam.
  • Penggunaan Bahasa yang Jelas: Bahasa yang Dipahami menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak. Hindari jargon atau istilah teknis yang bisa membingungkan.
  • Pengakuan Terhadap Perbedaan: Mengakui dan menghargai perbedaan pandangan, nilai, dan budaya. Ini penting untuk menciptakan dialog yang inklusif dan saling menghormati.
  • Proses Dialektis: Dialog Terbuka melibatkan proses dialog yang bersifat dialektis, di mana argumen dan counter-argumen dipertimbangkan secara serius. Ini membantu dalam mengidentifikasi kesalahpahaman dan menemukan solusi bersama.
  • Kesediaan untuk Beradaptasi: Fleksibilitas peserta harus bersedia untuk mengubah pandangan mereka berdasarkan argumen yang kuat dan bukti kuat

Untuk mencapai "pemahaman timbal balik" melalui "tindakan komunikasi", kita perlu melakukan komunikasi yang setara dan terbuka, menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami, menghargai perbedaan pandangan, dan melibatkan diri dalam dialog yang bersifat dialektis dan bersedia untuk beradaptasi.

How can we ensure that the public sphere is free from domination and oppression?

Untuk memastikan bahwa ruang publik bebas dari dominasi dan penindasan, menurut Jrgen Habermas, diperlukan ruang publik yang hidup dan inklusif di mana warga negara dapat terlibat dalam komunikasi yang bebas dan tidak terpaksa. Ini berarti ruang publik harus menjadi tempat di mana warga negara dapat mengekspresikan pendapat mereka dan berpartisipasi dalam diskusi tanpa takut akan pembalasan atau manipulasi.

Berikut adalah beberapa strategi untuk mencapai hal ini:

1. Promosikan Partisipasi Inklusif: Pastikan semua warga negara, tanpa memandang status sosial, jenis kelamin, ras, atau agama, memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam diskusi publik dan proses pengambilan keputusan.

2. Foster Pemikiran Kritis dan Refleksi: Dorong warga untuk mengevaluasi secara kritis informasi dan argumen yang disajikan di ruang publik, serta merefleksikan bias dan asumsi mereka sendiri.

3. Lindungi Kebebasan Ekspresi: Jamin hak untuk kebebasan berekspresi, termasuk hak untuk berbeda pendapat dan mengkritik, tanpa takut akan penganiayaan atau sensor.

4. Dorong Transparansi dan Akuntabilitas: Pastikan informasi bersifat transparan dan dapat diakses, serta bahwa mereka yang memiliki kekuasaan bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka.

5. Dukung Media dan Jurnalisme Independen: Ciptakan lanskap media yang beragam dan independen yang dapat memberikan informasi yang akurat dan tidak bias, serta mengawasi mereka yang berkuasa.

6. Foster Budaya Dialog yang Hormat: Dorong warga untuk terlibat dalam dialog yang hormat dan terbuka, mendengarkan dan mempertimbangkan perspektif orang lain, bahkan ketika mereka tidak setuju.

Dengan menerapkan strategi-strategi ini, kita dapat menciptakan ruang publik yang bebas dari dominasi dan penindasan, di mana warga negara dapat terlibat dalam diskusi yang bermakna dan berpartisipasi dalam proses demokrasi.

How does Habermas' concept of "Tindakan Komunikasi" relate to international double taxation justice?

Konsep "Tindakan Komunikasi" menurut Habermas berhubungan dengan keadilan pajak berganda internasional dalam beberapa aspek. Pertama, Habermas menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan inklusif dalam mencapai pemahaman bersama dan keadilan dalam masyarakat. Dalam konteks pajak berganda internasional, komunikasi yang efektif antara negara-negara, perusahaan, dan masyarakat sipil sangat penting untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan dan mengurangi pajak berganda. Habermas berargumen bahwa komunikasi yang efektif harus didasarkan pada prinsip-prinsip egalitarian, di mana semua suara didengar dan dipertimbangkan. Dalam konteks pajak berganda internasional, ini berarti bahwa setiap negara dan entitas harus memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi pada pembangunan masyarakat tanpa mengalami beban yang tidak adil. Habermas menekankan pentingnya interaksi sosial yang saling menghormati dan kolaboratif dalam mencapai pemahaman timbal balik. Dalam konteks pajak berganda internasional, ini berarti bahwa negara-negara perlu berkomunikasi secara terbuka mengenai kebijakan perpajakan mereka dan berusaha untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Dalam konsep "Tindakan Komunikasi" menurut Habermas dapat membantu mencapai keadilan pajak berganda internasional dengan cara:

  • Meningkatkan komunikasi yang terbuka dan inklusif antara negara-negara, perusahaan, dan masyarakat sipil
  • Membuat setiap negara dan entitas memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi pada pembangunan masyarakat
  • Meningkatkan interaksi sosial yang saling menghormati dan kolaboratif dalam mencapai pemahaman timbal balik

Dengan demikian, konsep "Tindakan Komunikasi" menurut Habermas dapat membantu menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan bagi semua pihak yang terlibat.

Kesimpulan

Jrgen Habermas, seorang filsuf dan sosiolog Jerman, menekankan pentingnya ruang publik sebagai arena di mana individu dapat berpartisipasi dalam komunikasi yang bebas dan tidak terpaksa. Dalam konteks ini, Habermas mengusulkan bahwa dialog yang terbuka dan inklusif adalah kunci untuk mencapai pemahaman bersama dan keadilan dalam masyarakat. Konsep ini sangat relevan dalam diskusi mengenai keadilan pajak berganda internasional, di mana negara-negara berjuang untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan transparan di tengah kompleksitas ekonomi global. Pajak berganda terjadi ketika individu atau perusahaan dikenakan pajak di lebih dari satu negara atas penghasilan yang sama, yang dapat menyebabkan ketidakadilan dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Dalam upaya untuk mencapai keadilan pajak berganda internasional, diperlukan dialog yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk negara, perusahaan, dan masyarakat sipil. Habermas berargumen bahwa komunikasi yang efektif harus didasarkan pada prinsip-prinsip egalitarian, di mana semua suara didengar dan dipertimbangkan. Dalam hal ini, keadilan pajak tidak hanya tentang pengumpulan pendapatan, tetapi juga tentang memastikan bahwa setiap individu dan entitas memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi pada pembangunan masyarakat tanpa mengalami beban yang tidak adil.

Bentuk komunikasi tindakan yang diusulkan oleh Habermas juga dapat diterapkan dalam konteks pajak berganda internasional. Komunikasi tindakan sebagai pemahaman timbal balik menekankan pentingnya interaksi sosial yang saling menghormati dan kolaboratif. Dalam konteks ini, negara-negara perlu berkomunikasi secara terbuka mengenai kebijakan perpajakan mereka dan berusaha untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Dengan membangun saluran komunikasi yang efektif, negara-negara dapat bekerja sama untuk mengurangi pajak berganda dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil bagi semua pihak.

Selain itu, penting untuk melibatkan masyarakat dalam diskusi mengenai keadilan pajak. Masyarakat sipil, termasuk LSM dan kelompok advokasi, memiliki peran penting dalam memperjuangkan kebijakan pajak yang lebih adil dan transparan. Dengan memanfaatkan ruang publik sebagai platform untuk berdialog, mereka dapat menyuarakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat yang sering kali terabaikan dalam diskusi kebijakan. Habermas menekankan bahwa partisipasi aktif dari semua elemen masyarakat adalah kunci untuk mencapai konsensus dan legitimasi dalam pengambilan keputusan.

Dalam kesimpulannya, pemikiran Jrgen Habermas tentang ruang publik dan komunikasi sebagai tindakan timbal balik sangat relevan dalam konteks keadilan pajak berganda internasional. Untuk mencapai keadilan dalam sistem perpajakan global, dialog yang inklusif dan terbuka harus diutamakan. Negara-negara, perusahaan, dan masyarakat sipil perlu berkolaborasi untuk menciptakan kebijakan perpajakan yang adil dan transparan, di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk berkontribusi tanpa mengalami beban yang tidak adil. Dengan demikian, kita dapat menciptakan sistem perpajakan yang tidak hanya efektif dalam mengumpulkan pendapatan, tetapi juga adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.

Sumber:

PPT. Prof Apollo Universitas Mercu Buana (2024). Habermas, Keadilan Pajak Berganda Internasional, dan Bentuk Komunikasi Tindakan sebagai Mutual Understanding

Habermas, J. (1968). Knowledge and Human Interests. Beacon Press. 

Habermas, J. (1981). The Theory of Communicative Action. Beacon Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun