Pria tambun tertegun, rasa bingung kentara dari raut mukanya. Maling macam apa ini?
"Apa bapak memperhatikan para anak buah? Bahkan anak buah yang tidak anda senangi karena alasan personal dan bukan karena alasan dinas?"
Ia mendengus, seolah mengejek.
"Dengar maling kecil, kantor Saya selalu menjamin kesejahteraan karyawan. Kalau ada konferensi Saya pasti ajak ikut serta staff-staff Saya, promosikan nama mereka agar tersanjung. Dan mengenai anak buah yang kurang ajar, tentu saja tidak! Saya adalah pemimpin! kalau ada oknum yang kurang berkenan di hati pasti ia menimbulkan masalah. Bukankah..."
"Haa.. cocok! Tetap untuk kepentingan anda sendiri bukan? Hehe. Kalau begitu tahan saja kali ini. Pasrah dan jangan teriak, oke?" Willi menyembunyikan bukunya kembali ke balik jaket.
"Ambil saja semuanya! Aku bisa membeli lagi termasuk nyawamu!"
"Rupanya anjingmu juga sama-sama tolol seperti tuannya, mudah terpancing oleh kenikmatan sesaat. Lebih baik kau urus anak buahmu! Terharulah kepada nasib mereka yang kurang semujur dirimu, bukan terharu pada buku-buku!"
"Jack?! Apa yang kau lakukan.."
Belum selesai kekagetan sang majikan Doberman, Willi melayangkan pukulan golfnya yang paling kencang untuk pertama dan terakhir kepada pria tambun yang malang. Saking kerasnya pukulan itu, serenceng kunci terpelanting dari sakunya yang menarik perhatian si maling kecil. Dengan barang ini, ia akan menguasai rumah ini sebebasnya tanpa batas.
Sementara itu, gonggongan Jack di halaman semakin keras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H