Mohon tunggu...
Firda Putri Astuti
Firda Putri Astuti Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Life-long learner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Ingin Pulang

12 Maret 2024   20:34 Diperbarui: 12 Maret 2024   20:39 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada malam pementasan konser Jakarta Concert Orchestra, gedung The Beethovenhalle dihadiri oleh para penonton yang akan menyaksikan penampilan perdana grup orkestra kondang asal Jakarta itu. Usai memoles rambut senecis mungkin dan memilih pakaian terbaik, aku duduk persis menghadap panggung. Tidak ada yang kukenal di samping kanan-kiriku, hanya pria jangkung bermata biru dan seorang wanita muda berambut pirang saja. Jelaslah mereka bukan orang Indonesia. Dibanding itu, aku lebih tertarik mengamati rupa para pemusik yang sedang bersiap di atas panggung. Rambut mereka hitam, matanya terang dipenuhi ambisi. Pemusik wanita tampak ayu meneduhkan hati, sementara para pria terlihat berkharisma nan berwibawa.  Gestur mereka santai serta memiliki senyum hangat yang hanya dimiliki orang-orang Indonesia. Akankah para pemusik itu menyadari, bahwa lelaki tua yang duduk di bangku ini juga lahir dari rahim pertiwi yang sama dengan mereka?

Tanpa kusadari, sebulir bening jatuh dari mataku yang makin menua. Telah lama aku bersahabat dengan dengan kenyataan untuk diam-diam bisa mencintai Indonesia sepenuh hati lewat pohon pisang yang kutanam, memantau harian Kompas di laptop, atau menulis sajak-sajak tentang Jakarta manakala aku sedang rindu. Sehelai bendera merah putih masih berkibar di halamanku. Hari demi hari aku pergi mengajar bahasa ibu ke beberapa kursus demi menaklukkan kejemuan, menyangkal kesangsian dan menyusun batu-batu ketabahan. Menjelang fajar, aku selalu  memandang ke timur untuk mengenangnya, seolah-olah jarak antara aku dan Jakarta hanya sedekat ini. Sekarang, segalanya terasa benar, aku masih orang Indonesia dan senantiasa demikian.

Tak lama, suasana panggung mulai senyap tanda pertunjukan akan segera dimulai. Lampu bergerak menyorot bayangan si konduktor. Di tengah-tengah panggung, Avip Priatna membungkuk sejenak ke hadapan penonton sebelum mulai mengayunkan stick emasnya. Iringan bunyi flute dan lirihnya gesekan senar biola mulai berpadu dengan suara merdu Daniel Christianto, sang penyanyi seriosa kenamaan tanah air. Untuk pertama kalinya, "Indonesia Pusaka" berkumandang di bawah langit Berlin. Peti ingatanku seperti terbuka dengan sendirinya kala mendengar instrumen gubahan Avip Priatna.  Pandanganku perlahan buram oleh desakan emosionil di balik mata yang tak tahan lagi kubendung. Aku masih sanggup menghirup udara dengan bebas di sini, tapi bagaimana bisa jika harus membayangkan Indonesia di bawah langit Berlin? Bukan main pedihnya menggurat hati. Sungguh, aku ingin pulang..

Malang, 12 Maret 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun