Mohon tunggu...
Firda Puri Agustine
Firda Puri Agustine Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Write, Enjoy, and Smile ;)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Amazing Journey to Alor, NTT (Part 1): Noraknya Saya Naik Fokker 50

27 Februari 2014   19:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:24 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya akhirnya berinisiatif meng-sms teman sesama media yang nomornya diberikan barengan email tiket online. Saya sms teman Kompas, Mbak Sarie enggak mbales. Saya sms lagi teman dari tv internal, jawabannya datar. Terakhir, saya sms Mas Teguh Sudarisman, yang ternyata seorang penulis buku traveling, alhamdulillah direspon baik. Paling enggak saya punya teman ngobrol untuk meminimalisir rasa tidak nyaman.

Tak lama, rombongan Kementerian Perindustrian muncul. Saya mengenali Ibu Dirjen IKM, Euis Saedah, yang pasti akan satu pesawat karena gagasan acara memang datang dari beliau. Entah kenapa, perasaan saya sedikit lebih tenang.

Waktu boarding makin dekat. Tampaknya kali ini singa merah tidak delay. Hmm..mungkin karena keberangkatan paling pagi. Saya berjalan masuk pesawat. Tertera kursi 24 D, di pinggir lorong. Ya, saya memang minta sama petugas agar tidak diberi kursi dekat jendela. Tahu kan, saya ini penakut. He-he-he.

Rombongan kami duduk saling berpencar. Mas Teguh di bagian depan. Begitu pula pejabat Kemenperin. Saya tidak tahu dimana keberadaan Mbak Sarie dan yang lain. Pokoknya saya duduk sendirian diapit suami istri asal Ende, NTT. Si istri minta duduk di pinggir, sementara saya tidak mau dekat jendela. Untung si suami mengalah dan saya duduk di tengah.

Oh ya, ada satu ritual aneh yang selalu saya lakukan tiap kali mau terbang. Ketika mau masuk, persis di depan pintu, saya menyentuh dulu badan pesawat sambil mengelusnya dan berdoa dalam hati, 'Hey, pesawat baik-baik ya. Bismillahirrahmanirrahiim'. Buat saya, itu semacam sugesti yang sedikit mengontrol rasa takut.

Pilot sudah memberi tanda pesawat akan lepas landas. Saya mulai pejamkan mata, mengatur napas, dan membaca Al-Fatihah berulang-ulang. Bayangan kecelakaan Mandala Airlines saat take off di Polonia, Medan, berusaha saya usir.

Ehm..paranoid yang saya alami mungkin disebabkan karena terlalu banyak membaca berita-berita negatif seperti kecelakaan pesawat, kriminalitas, dan sebagainya, sejak saya kelas dua Sekolah Dasar. Papa memang berlangganan banyak sekali koran serta majalah di rumah. Mulai dari Kompas, Bisnis Indonesia, Pos Kota, Majalah Kartini, The Jakarta Post, sampai Majalah Bobo. Tapi, paling suka Pos Kota.

Otak saya seperti otomatis merekam apapun yang dibaca, hingga berpengaruh pada keseharian. Bahkan, membawa saya menjadi seorang jurnalis. Makanya, ketika saya pernah menjalani operasi usus buntu kelas 6 SD, saya bertanya pada dokter, "Dok, apakah ada perban sama gunting yang ketinggalan di perut?".

Itu akibat beberapa waktu sebelumnya, saya membaca Majalah Kartini yang memuat cerita korban malpraktek gara-gara operasi usus buntu. Padahal, saya masih terlalu kecil untuk baca berita macam ini. Berita tersebut entah kenapa begitu melekat dan membuat saya kritis berlebihan.

Sama halnya ketika ada berita kecelakaan-kecelakaan pesawat yang dialami Mandala, Lion Air, Merpati, Garuda Indonesia, Sukhoi, dan lain-lain. Semua nempel di otak. Alhasil, tiap naik pesawat, saya seolah memutar rekaman berita kecelakaan. #tepokjidat

Oke, badan pesawat mulai terangkat. Lampu kabin masih padam. Saya pun tetap tak berani buka mata. Baru setelah lampu kabin menyala, saya sedikit bernapas lega. Untuk mengurangi ketegangan, saya mencoba memainkan games Candy Crush. Sesekali baca buku Mendadak Haji yang saya bawa. Tapi, enggak ngaruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun