Mohon tunggu...
Firatasya Fitrihindika Fairul
Firatasya Fitrihindika Fairul Mohon Tunggu... Mahasiswa - College Student

digital marketing enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Financial

Memahami Second Way Out (Collateral) Sebagai Mitigasi Risiko pada Perbankan Syariah

5 Desember 2023   19:25 Diperbarui: 12 Desember 2023   08:31 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Tren pembiayaan pada bank umum syariah dan unit usaha syariah di Indonesia terus meningkat sepanjang 2023. Mengutip pernyataan Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Konfrensi Pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, pertumbuhan pembiayaan di perbankan syariah per Agustus 2023 mencapai 14,52% secara tahunan. Angka ini melampaui, dan bahkan lebih tinggi dari pertumbuhan kredit di industri perbankan yang sebesar 9,06% yoy. Pendanaan dari bank syariah merupakan jenis investasi yang mengharuskan penanaman modal dalam jangka waktu yang panjang, di mana dana yang diinvestasikan akan dikembalikan kepada bank secara bertahap. Secara umum, metode-metode pendanaan yang diberikan oleh bank syariah termasuk transaksi jual beli, penyewaan, pembagian keuntungan, serta investasi modal atau kemitraan. Akan tetapi, bank akan menyetujui pembiayaan apabila nasabah memberikan jaminan atau agunan yang memadai sebagai persyaratan. Dalam artikel kali ini kita akan mengupas mengenai mitigasi risiko pada perbankan syariah melalui second way out collateral.

Pengertian Second Way Out

Dalam konteks perbankan syariah, "First Way Out" dan "Second Way Out" merujuk pada pendekatan atau strategi yang diambil oleh bank syariah ketika menghadapi situasi di mana pembiayaan atau investasi yang dilakukan menghadapi risiko atau kendala tertentu. First Way Out merujuk pada strategi atau tindakan pertama yang diambil oleh bank syariah ketika terjadi masalah atau risiko pada pembiayaan atau investasi, apabila first way out sudah tidak bisa diharapkan lagi untuk mengembalikan pinjaman. Agunan tambahan akan diselesaikan (dieksekusi) oleh bank, baik dengan cara kooperatif bersama-sama dengan debitur atau tanpa campur tangan debitur yaitu melalui proses lelang (eksekusi agunan) di pengadilan (bagi bank swasta) atau melalui Kantor Lelang Negara bagi bank pemerintah. Hasil penjualan barang jaminan atau lelang, dipergunakan untuk menyelesaikan kredit macet tersebut. Jaminan tambahan yang diserahkan kepada bank, yang diutamakan adalah milik perusahaan sendiri atau milik para pengurus perusahaan. Inilah yang dinamakan second way out (collateral), yaitu sumber pengembalian kredit yang kedua.

Jaminan yang dimaksudkan pada penjelasan diatas merupakan harta yang ditempatkan sebagai agunan untuk pembayaran atau kesanggupan atas suatu kewajiban; aset ini adalah milik peminjam; jika peminjam gagal memenuhi kewajibannya, aset ini akan diambil alih oleh bank dan akan dijual untuk memenuhi perjanjian kontraknya; jaminan yang biasanya dapat digunakan sebagai agunan kredit adalah barang dagangan, surat berharga, aktiva tidak berwujud, dan hasil usaha; kas, agunan yang dijaminkan kepada bank dapat pula berupa aset yang didanai, seperti kredit dijamin dengan persediaan atau piutangnya; pada pemberian kredit, rumah yang dibeli dijadikan sebagai agunannya; (collateral). 

Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah (collateral). Pada prinsipnya agunan kredit adalah kelayakan usaha berupa cash flow usaha Peminjam, namun biasanya bank membutuhkan agunan tambahan berupa aset untuk lebih meningkatkan keyakinan bank.

Analisis "Second Way Out" atau "collateral" bertujuan untuk mengidentifikasi apa yang akan terjadi jika peminjam tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran pinjamannya. Analisis Second Way Out memiliki tingkat kepentingan yang sangat tinggi dalam konteks perbankan syariah karena melibatkan prinsip-prinsip syariah, manajemen risiko, kelangsungan bisnis, dan hubungan dengan pelanggan. Bank syariah diharapkan memiliki kesiapan dan strategi yang baik untuk menghadapi perubahan dan risiko, dan analisis Second Way Out adalah instrumen kunci dalam pencapaian tujuan tersebut.

Kecukupan nilai agunan didasarkan pada pertimbangan berikut:

  1. Keyakinan bank bahwa debitur dapat menyelesaikan kewajibannya berdasarkan kelayakan dan kemampuan keuangan debitur.

  2. Agunan yang disyaratkan agar memperhatikan, antara lain struktur kredit, kompetisi, jenis agunan, dan riwayat pembayaran;

  3. Agunan yang diserahkan debitur dipertimbangkan dapat mencukupi pelunasan kewajiban debitur dalam hal debitur tidak mampu memenuhi kewajiban (sebagai second way-out).

Lalu Bagaimana Aspek Yuridis dalam Agunan Kredit?

Fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian, atau dalam konteks ini yaitu memberikan kepastian hukum bagi pihak bank atas pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas pembiayaan. Jaminan pembiayaan berupa watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), dan prospek usaha (condition of economy) yang dimiliki nasabah pembiayaan merupakan jaminan immateriil yang berfungsi sebagai first way out. Adapun jaminan pembiayaan berupa agunan bersifat kebendaan (materiil) berfungsi sebagai second way out, yang dilaksanakan dengan cara penjualan atau eksekusi agunan apabila nasabah gagal memenuhi kewajibannya melalui first way out.

Agunan dalam praktik pembiayaan perbankan syariah berlandaskan pada Fatwa DSN-MUI No. 68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily memperbolehkan adanya jaminan barang, yang dalam perkembangannya terbit Fatwa DSN-MUI No. 92/DSN MUI/IV/2014 tentang Pembiayaan yang Disertai Rahn (Al-Tamwil Al-Mautsuq Bi Al-Rahn) yang menegaskan adanya kebolehan penggunaan agunan pada pembiayaan/penyaluran dana pada lembaga keuangan syariah. 

Dengan adanya jaminan yang diserahkan  ke  bank,  bahwa  penjamin  atau  pemilik  jaminan  tersebut  mengakui  adanya  utang  pada pihak bank. Jaminan berfungsi untuk mengamankan pemberian pembiayaan dari resiko yang mungkin akan terjadi. Seperti yang dijelaskan dalam norma agunan Pasal 8 ayat (1) UU. No. Tahun 1998, yang menjelaskan  pembiayaan  berdasarkan  prinsip  syariah  yang  diberikan  oleh  bank  mengandung  resiko. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti  kemampuan  dan  kesanggupan  debitur  dalam  membayar  kewajibannya  sesuai  dengan  yang diperjanjikan merupakan faktor yang penting. 

Tidak semua kredit/pembiayaan yang disalurkan bank konvensional maupun bank syariah akan dikembalikan dengan lancar. Dalam penyelesaian pembiayaan syariah yang bermasalah dikenal istilah First Way Out (FWO) dan Second Way Out. FWO adalah penyelesaian pembiayaan dengan cara revitalisasi pembiayaan yang terdiri dari: rescheduling, restructuring, reconditioning, konversi akad. SWO yakni dengan melakukan eksekusi terhadap jaminan yang ada. Penilaian pada aspek yuridis pada dasarnya untuk mengetahui status hukum badan usaha, kelengkapan ijin usaha, dan yang cukup penting adalah mengenai legalitas barang jaminan

Aspek yuridis agunan kredit pada bank syariah mengacu pada hukum Islam (syariah) dan peraturan yang mengatur transaksi perbankan syariah. Dalam sistem perbankan syariah, agunan kredit berfungsi sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh bank kepada nasabah. Beberapa aspek yuridis terkait agunan kredit pada bank syariah adalah sebagai berikut:

  1. Prinsip Syariah: Semua transaksi perbankan syariah harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti larangan riba (bunga) dan larangan spekulasi. Oleh karena itu, agunan harus mematuhi prinsip-prinsip ini.

  2. Aset yang Diperbolehkan: Agunan dalam bank syariah harus terdiri dari aset-aset yang diperbolehkan dalam Islam. Misalnya, logam mulia, tanah, properti, atau komoditas yang diperdagangkan dalam pasar syariah.

  3. Penilaian Agunan: Agunan harus dinilai dengan adil dan objektif. Penilaian harus dilakukan oleh penilai yang kompeten dan independen. Penentuan nilai agunan ini penting karena akan mempengaruhi jumlah pinjaman yang dapat diberikan oleh bank.

  4. Akad yang Sesuai: Dalam transaksi agunan, bank syariah dan nasabah harus menggunakan akad (perjanjian) yang sesuai dengan prinsip syariah. Misalnya, akad murabahah, akad ijarah, atau akad wakalah.

  5. Pemisahan Agunan: Agunan harus dipisahkan dari aset bank. Ini berarti agunan tidak boleh digunakan oleh bank untuk kepentingan sendiri dan harus disimpan dengan aman.

  6. Penggunaan Agunan: Dalam kasus nasabah gagal membayar kredit, bank syariah dapat menggunakan agunan untuk melunasi utang. Namun, jika terdapat kelebihan setelah pelunasan utang, sisa agunan harus dikembalikan kepada nasabah.

  7. Perlindungan Hak Nasabah: Bank syariah harus melindungi hak nasabah dalam penggunaan agunan. Ini termasuk prosedur yang jelas untuk mengembalikan agunan setelah pelunasan utang dan penanganan yang adil dalam penilaian agunan.

  8. Regulasi dan Pengawasan: Bank syariah harus beroperasi sesuai dengan regulasi dan pengawasan yang diberlakukan oleh otoritas yang mengatur perbankan syariah. Ini termasuk aturan tentang agunan kredit

Apa perbedaan Agunan Pokok dan Agunan Tambahan?

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 26 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupabenda bergerak maupun benda tidak bergerakyang diserahkan oleh pemilik agunan kepada BankSyariah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasankewajiban nasabah penerima fasilitas. Agunan pokok merupakan barang atau objek yang dibiayai dengan kredit seperti kprrumah ataupun mobil. Untuk mengamankan dana yang telahdiberikan kepada konsumen, perusahaan pembiayaankonsumen biasanya meminta jaminan pokok. Jika dana dariperusahaan pembiayaan konsumen oleh konsumen digunakanuntuk membeli mobil, maka mobil yang bersangkutanmenjadi jaminan pokoknya. Biasanya jaminan tersebut dibuat dalam bentuk fiduciary transfer of ownership (fiducia). Karena adanya fiducia ini, maka biasanya seluruhdokumen yang berkaitan dengan kepemilikan barang yangbersangkutan akan dipegang oleh pihak perusahaanpembiayaan konsumen (kreditur) sampai angsuran dilunasi oleh konsumen. 

Sementara agunan tambahan merupakan sebuah jaminan tambahan, jaminan tambahan  pada perbankan ialah agunan maupun jaminan perorangan yangberkaitan atau tidak berkaitan langsung dengan barang, proyek atau hak tagihyang dibiayai dengan kredit atau pembiayaan yang di berikan oleh bank. Umumnya perusahaan pembiayaan meminta jaminan tambahan kepadakonsumennya. Biasanya jaminan tambahan terhadap transaksi seperti ini berupa pengakuan utang (promissory notes), atau kuasa menjual barang, dan assignment of proceed (cessie) dari asuransi. Di samping itu juga dimintakan "persetujuan istri/suami" untuk konsumen pribadi, dan persetujuan komisaris/RUPS untukkonsumen perusahaan, sesuai dengan ketentuan anggaran dasarnya.

Apakah Agunan Perlu Ditaksasi/Dinilai Kembali?

Agunan merupakan salah satu unsur dalam menganalisa pembiayaan. Oleh karena itu, barang-barang yang diserahkan yang dicantumkan anggota harus dinilai pada saat dilaksanakan analisis pembiayaan dan harus berhati-hati dalam menilai barang barang tersebut karena harga oleh anggota tidak selalu menunjukan harga sesungguhnya (harga pasar saat itu). Dengan demikian semua jenis agunan wajib ditaksasi/dinilai kembali, minimum satu kali dalam enam bulan atau setiap tahun. Setiap perubahan data agunan, termasuk perubahan karena taksasi agunan harus disimpan ke dalam arsip komputer data agunan yang terbaru. Hal ini dimaksudkan untuk pencegahan kerugian dengan meminimalisir risiko dan sebagai pengcover ketika terjadi pembiayaan bermasalah. Maka dari itu semua agunan yang diterima harus sesuai dengan dikatakan sesuai, syarat-syarat ekonomis yang ada sesuai penilaian dari masing-masing lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian maka fungsi agunan bisa karena untuk pencegahan kerugian dengan meminimalisir resiko dan sebagai pengcover ketika terjadi pembiayaan bermasalah.

Syarat ekonomis yang harus dipenuhi dari agunan pembiayaan secara umum:

  1. Mempunyai nilai ekonomis (dapat diperjual-belikan)

  2. Nilai tersebut harus lebih besar dari jumlah pembiayaan yang diberikan

  3.  Barang agunan tersebut mudah dipasarkan (dijual kembali)

  4. Nilai barang harus konstan dan akan lebih baik jika nilainya mengalami pertambahan dikemudian hari

  5.  Kondisi dan lokasi agunan cukup strategis (dekat dengan pasar/konsumen)

  6. Secara fisik tidak cepat lusuh, rusak dan tidak terjadi hal-hal yang dapat mengurangi nilai ekonomis

  7. Barang agunan mempunyai manfaat ekonomi dalam jangka waktu relatif lebih lama dari jangka waktu pembiayaan.

Nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurangan pada pembentukan PPA (Penyisihan Penghapusan Aktiva) pada Pasal 42 PBI No. 9/9/PBI/2007 ditetapkan: 

  1. Paling tinggi sebesar 100% untuk agunan tunai berupa giro, tabungan, deposito, setoran jaminan dan/atau emas yang diblokir disertai dengan surat kuasa pencairan. 

  2. Sebesar 100% untuk jaminan Pemerintah Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

  3. Paling tinggi sebesar 100% untuk agunan berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan pemerintah. 

  4. Paling tinggi sebesar 50% untuk agunan berupa Surat Berharga Syariah yang aktif diperdagangkan di bursa atau memiliki peringkat investasi dan/atau resi gedung. 

  5. Paling tinggi sebesar:
    - 70% dari penilaian, untuk penilaian yang dilakukan sebelum melampaui 12 bulan.
    - 50% dari penilaian, untuk penilaian yang dilakukan setelah 12 bulan hinggai 18 bulan.
    - 30% dari penilaian, untuk penilaian yang dilakukan setelah 18 bulan hingga 30 bulan.
    - 0% dari penilaian, untuk penilaian yang dilakukan setelah melampaui 30 bulan.

Untuk agunan berupa tanah, gedung, rumah tinggal, pesawat udara, kapal laut, kendaraan bermotor, persediaan, mesin yang dianggap sebagai satu kesatuan dengan tanah dan diikat dengan hak tanggungan dan resi gedung. 

  1. Menggunakan nilai pasar yang tercatat di pasar modal pada akhir bulan untuk surat berharga syariah yang aktif diperdagangkan di bursa.

  2. Berdasarkan nilai wajar untuk tanah dan rumah tinggal. 

  3. Berdasarkan nilai wajar untuk gedung, pesawat udara, kapal laut, kendaraan, persediaan dan mesin yang dianggap sebagai satu kesatuan dengan tanah dan diikat dengan hak tanggungan. 

  4. Berdasarkan nilai yang ditentukan oleh pihak atau lembaga yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk resi gedung.

Studi Kasus

Salah satu contoh pembiayaan bermasalah pada perbankan syariah terjadi diantara PT Coffindo dengan Bank Muamalat Cabang Medan Sudirman. Permasalahan ini bermula dari permohonan fasilitas pembiayaan yang diajukan PT. Coffindo kepada Bank Muamalat Cabang Medan Sudirman. Permohonan pembiayaan yang diajukan bertujuan untuk mengembangkan bisnis usaha dalam bidang eksport-import kopi. Setelah dilakukan analisa pembiayaan oleh pihak bank, permohonan pembiayaan yang diajukan disetujui oleh Bank Muamalat dan PT. Coffindo mendapatkan fasilitas pembiayaan dari Bank Muamalat sebesar Rp. 30.000.000.000 berupa pembiayaan Line Facillity Al-Kafalah Bil Ujroh/Letter of Credit dan SKBDN Revolving Sublimit, Fasilitas Pembiayaan Al Murabahah Revolving, dengan pengembalian fasilitas pembiayaan tersebut selama 36 bulan. Jaminan yang diserahkan oleh PT. Coffindo kepada Bank Muamalat berupa Hak Tanggungan atas sebidang tanah seluas lebih kurang 1.395 m2 dengan alas hak berupa SHM No. 4002 atas nama Irfan Anwar dan jaminan berupa barang-barang bergerak milik PT. Coffindo.

Setelah melewati periode 18 bulan dari masa pengembalian pinjaman yang berlangsung selama 36 bulan, PT. Coffindo mulai melanggar janji (wanprestasi) dengan tidak melakukan pembayaran angsuran kepada Bank Muamalat yang seharusnya jatuh tempo pada bulan Juni 2014. Bank Muamalat menyampaikan Surat Peringatan kepada PT. Coffindo agar segera melunasi kewajibannya pada bulan Juni 2014. Kemudian PT. Coffindo melunasi sebagian angsuran pembiayaan yang tertunggak. Wanprestasi kembali terjadi pada angsuran bulan Juli dan Agustus 2014. Bank Muamalat kembali menyampaikan peringatan kepada PT. Coffindo. Namun PT. Coffindo baru membayar angsuran pada akhir bulan Agustus 2014. Kemudian untuk angsuran bulan berikutnya yaitu Oktober dan Nopember 2014, PT. Coffindo kembali melakukan wanprestasi untuk membayar angsuran atas fasilitas pembiayaan yang telah diterimanya dari Bank Muamalat, sehingga PT. Coffindo telah mempunyai tunggakan angsuran sebanyak 2 bulan. Peringatan-peringatan secara tulisan dan lisan yang diberikan oleh Bank Muamalat tidak pernah diindahkan PT. Coffindo. Akhirnya, fasilitas pembiayaan PT. Coffindo tersebut telah dikategorikan "macet" oleh Bank Muamalat.

Untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah ini, PT. Coffindo akan menyerahkan jaminan kepada Bank Muamalat dengan mekanisme penyerahan agunan/aset (Offsetting). Nilai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) sebesar Rp. 32.882.293.633,-. Adapun aset yang diserahkan berupa sebidang tanah seluas lebih kurang 1.395 m2 dengan alas hak berupa SHM No. 4002 An. Irfan Anwar. Dalam mekanisme offsetting terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi seperti  sebagai berikut. (1) Offsetting dilakukan secara notariil dengan menandatangani Akta Perjanjian Jual beli, Kuasa Jual, dan Penyerahan, (2) Pemilik agunan/aset akan menyerahkan agunan/aset tanpa diwakilkan. (3) Pemilik agunan/aset akan dihadirkan dihadapan Notaris Rekanan BMI, (4) Segala biaya yang timbul menjadi beban nasabah, (5) Akta Perjanjian Jual Beli mengikat Nasabah untuk menjual aset tersebut kepada perwakilan Bank dengan harga jual sebesar Nilai AYDA, (6) Bank berhak menjual aset tersebut berdasarkan pada akta-akta offset, (7) Setelahnya maka kewajiban Nasabah kepada Bank menjadi lunas.

Oleh: Sabina Umayka, Fathya Aulia Azzahra, Anggita Kristuti Fauziah, Firatasya Fitrihindika Fairul, Reina Shahnaz Mahasti, dan  Lili Puspita Sari, SEI., ME., AWP

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun