Mohon tunggu...
Firasat Nikmatullah
Firasat Nikmatullah Mohon Tunggu... Editor - @sekjend.kafir

Aku adalah apa yang kamu pikirkan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cilegon: Tak Ada Gereja di Kota Ini, Mengapa?

12 Januari 2025   16:25 Diperbarui: 12 Januari 2025   16:44 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para ulama jalan bersama mantan Ketua DPRD Kota Cilegon, Isro Mi'raj. [Suara.com/Firasat Nikmatullah]

Ibarat mau makan nasi padang tapi harus terbang ke Padang dulu, karena di kampung cuma ada warteg. Merepotkan? Jelas. Tapi begitulah kenyataannya.

Dampak Sosial dan Ekonomi: Dompet Menjerit, Jiwa Merana

Umat Kristen di Cilegon menghadapi tantangan berat, termasuk biaya dan waktu yang diperlukan untuk beribadah di kota lain.

Beberapa jemaat harus merogoh kocek gak sedikit untuk pergi-pulang, yang sering kali lebih mahal dari uang kolekte yang mereka berikan. Jadilah, ibadah yang seharusnya menenangkan jiwa, hati dan pikiran malah bikin dompet menjerit.

Belum lagi, waktu yang seharusnya bisa dipakai untuk bersantai atau bersama keluarga malah habis di jalan. Ini ibarat nonton film tapi harus streaming di wifi tetangga, ribet!

Wawancara: Kisah Perjuangan Abina

Abina Simarmata (bukan nama sebenarnya), seorang jemaat HKBP Maranatha Cilegon, harus pergi ke Kota Serang setiap Minggu untuk beribadah.

"Saya gak mau ngerepotin mereka (keluarga)," katanya, mengacu pada anak-anak dan cucunya yang tinggal di Cilegon.

Abina adalah satu dari sekian banyak jemaat yang merasa kesulitan untuk beribadah di kota asalnya. Setiap Minggu pagi, ia harus bangun lebih awal untuk mempersiapkan diri, menunggu angkutan umum, dan menempuh perjalanan yang melelahkan.

"Kadang saya juga suka mikir, apa gak ada cara lain biar kami bisa beribadah lebih dekat?" tuturnya dengan nada penuh harap.

Analisis Penulis: Tantangan Pluralisme

Penolakan terhadap pembangunan gereja di Cilegon mencerminkan kompleksitas demografis dan sejarah yang kelam.

Fenomena ini menggambarkan tantangan dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan toleran bagi semua umat beragama.

Dalam konteks Indonesia sebagai negara dengan keberagaman agama yang tinggi, situasi di Cilegon menyoroti perlunya dialog dan pemahaman antarumat beragama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun