Rasa sesak selalu datang jika Deri mengingat kejadian itu. Bagaimana bisa, hanya satu Minggu saja cinta mereka berakhir, Dila langsung menikah dengan pria itu. Bukan perpisahan yang dibenci, namun pengkhianatan yang meremuk redamkan hati Deri. Berulang kali ia menanyakan tentang Satria, jawaban Dila selalu -kakak sepupu-.
Serapah bagai air yang terus terucap mengalir memenuhi lumbung dosa, senyap bagai daun jatuh tak terdengar. Deri menjerit dalam hati yang berkecamuk, memuncak hingga tumpah air mata. Malam itu, di bawah pintu rumah tampak undangan pernikahan Dila dan Satria dengan foto-foto romantis yang Deri sama sekali tak tahu kapan Dila menyempatkan melakukan pose-pose tersebut.
Malam itu api terus membara di relung hatinya. Hingga kini jika mengingat undangan itu. Kini Dila dengan berani berhadapan pada Deri. Tanpa dosa berdiri mengetuk pintu, melihat Anggrek disebelah kanannya yang dulu mereka tanam berdua. Hiasan huruf D di pintu yang dulu ada dua, kini dilihat hanya satu oleh Dila.
Betapa terkejutnya Deri saat Dila datang. Emosinya seketika saja memuncak. Bicaranya tinggi dan langsung menyerang pada pertanyaan-pertanyaan.
"Tidak Der, aku disini untuk meminta maaf tidak menjelaskan ini semua padamu," jawab Dila.
"Mudah sekali kau meminta maaf padaku... Sedangkan aku terpuruk... Bagiku kau hanyalah penipu, kau memainkan perasaan seseorang yang benar-benar tulus padamu," ucap Deri ketus.
"Kini kau kembali menginjakkan kakimu."
"Apa kau tak punya malu."
"Kau mau mengatakan apa? Kau kesini  meminta agar aku melupakanmu?"
"Empat bulan lalu... kau antarkan undangan pernikahanmu."
"Dua belas tahun kita bersama, kau rusak dengan lelaki yang kau bilang sepupumu. Hanya kau perempuan di dunia ini yang mampu membuat kebohongan sebegitu lamanya Dil,"
"Kiniii....."
"Cukup Der... Cukup Sudah," Dila berteriak menghentikan repetan Deri. Dila dengan lemasnya memeluk Deri sekencang-kencangnya sambil mengulang-ulang kata maaf. Membuat Deri terpaku tak berdaya dengan tangisan mantan kekasihnya itu.
"Aku juga mencintaimu Der, yakinlah aku selalu mencintaimu," ucap Dila.
"Empat bulan Der, aku tersiksa berpisah darimu. Aku seperti sampah Der, aku hanyalah gadis dengan sedikit harapan yang akan lebih menyiksamu hidup dan perasaanmu nanti Der."
"Aku tak pernah berbohong tentang Satria, dia memang sepupuku. Aku datang padanya untuk merubahnya."
"Tapi aku gagal. Dia tak pernah menyentuhku sama sekali. Aku ingin merubahnya menjadi pria normal. Apa yang kukatakan kami dari kecil telah bersama itu benar Der."
"Aku sayang pada Satria, maka aku ingin ia menjadi lelaki normal. Agar kau tahu Der, Satria itu menyukaimu," ucap DIla menjelaskan.
"Maksudmu, Satria?"
"Ya dia seorang homoseks," jelas Dila.
"Lalu, hanya agar dia normal kau mengorbankan perjalanan cinta kita DIl?"
"Tidak, tidak sama sekali Der. Aku ingin menjauh darimu karena ini," kata Dila sambil memberikan sebuah surat kepada Deri.
Deri mengambil surat tersebut. Diam ia membaca isi surat yang pada akhirnya membuat Deri menetes air mata. Kini berbalik, Deri yang memeluk Dila.
"Kenapa kau tak mengatakan ini Dil, seharusnya kau katakana dan kita bisa mencari cara untuk menyelamatkanmu Dil."
"Tidak Der, akupun sudah Lelah menahan rasa sakit ini. Vonis akan kematianku adalah suatu hal yang kutunggu. Empat bulan ini aku hanya ingin membawa Satria pada kehidupan normal. Aku menyayanginya Der, aku ingin dia berubah, tapi sepertinya sudah gagal," tutur Dila.
"Tidak Dil, tidak..."
"Sudahlah Der, hanya tiga hari waktuku dari sekarang."
Deri tak kuasa menahan rasa terkejut itu. Ia menangis, terkulai lemas. Selepas Dila pergi dari rumahnya Deri mengurung diri. Hingga hari ketiga ia pun keluar dan melihat kenyataan jenazah Dila telah disemayamkan.
Sei Rampah 15/11/2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H