Cerita 1 : Rano dan Pria Kurus Tinggi Berbaju Putih
Cerita 2 : Rano dan Ejaan Jo-Ko-Wi
SEGALA administrasi catatan sipil tentang Rano kini telah terintegerasi dengan Kartu Keluarga Pak Lubis. Meski tak tahu asal usul dan dari mana Rano, hak sipilnya telah terpenuhi. Berdasarkan akta kelahiran yang dipaksa untuk dibuat Rano kini telah berusia 10 tahun.
Semoga saja itu adalah itu usia yang benar secara kasat mata melihat pertumbuhan fisik Rano. Kini ia ia pun bisa mendaftar di Sekolah Dasar Muhammadiyah. Usia anak untuk masuk SD memang di bawah 12 tahun.
Rano sangat bersemangat ketika masuk di hari pertama sekolah. Teman-temannya sangatlah masih kecil terpaut tiga hingga empat tahun di bawah usia Rano sesuai dengan catatan sipilnya. Rano sangat tangguh dalam pelajaran matematika dasar.
Sebenarnya Rano memiiliki pilihan untuk mengikuti pendidikan kesetaraan. Namun, Rano ingin mengubah segala hal tentang kehidupannya dari awal. Wajar saja semester pertama Rano berhasil meraih juara kelas.
***
Udara akhir Desember terasa sejuk pada tahun kedua Rano bersama Pak Lubis. Libur sekolah dua Minggu adalah hal yang paling membosankan bagi Rano. Meski menambah waktunya dalam bekerja mereparasi jam.
Dari sekolahnya sebelum liburan datang, Rano adalah salah satu anak yang mendapatkan Kartu Indonesia Pintar. Namun, hingga kini Rano belum mau mencairkan dana sebesar Rp225 ribu tersebut. Untuk apa? Rano meskipun masih di usia anak, ia mampu mendapatkan uang dari hasil kerjanya.
Sedangkan virtual account sudah didapat oleh Rano, hanya tinggal mencairkan dana tersebut. Namun kembali lagi, dia belum tahu untuk apa dana itu dipergunakannya. Terlebih Pak Lubis membebaskan Rano memiliki kartu sakti tersebut.
“Gimana ya pak, Rano mau dana dari kartu ini bisa digunakan dengan tepat,” kata Rano pada Pak Lubis.