Mohon tunggu...
Fiqhan Badaliy
Fiqhan Badaliy Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa UIN Antasari Banjarmasin | Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Tarbiyah dan Keguruan | Ketua Bidang Departemen PSDM | Dewan Ekesekutif Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Seorang hamba yang dimerdekakan Tuhan melalui pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah sebagai Bahan Propoganda di Tengah Wabah Pandemik Covid-19

27 April 2020   16:35 Diperbarui: 27 April 2020   16:40 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: FMT News

Bumi kita sedang dikejutkan dengan adanya wabah suatu penyakit yang kita kenal dengan virus corona atau covid-19 (Corona Virus diseases-19). wabah corona yang telah tersebar luas di berbagai Negara membuat permasalahan ini sangat serius untuk ditangani terkhusus Negara Indonesia kita tercinta  yang sedang dilanda berbagai problematika ditengah pandemik covid-19 ini mulai dari sektor ekonomi, sosial, hingga masalah ibadah pun membuat semuanya menjadi kacau.

Adanya tulisan ini terkait dengan keresahan penulis sendiri terhadap sikap orang-orang yang kurang memahami kebijakan penyelenggaraan ibadah sehingga kurang tepat bertindak ditengah wabah corona ini baik dikalangan masyarakat maupun pemerintah daerahnya. Mulai dari sikap saling menyalahkan hingga merasa paling tahu terkait permasalahan agama saat ini yang membuat orang-orang disekitar menjadi terpecah belah serta membuat keresahan yang begitu mendalam.

Tulisan ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman masyarakat terkait hal ibadah sekaligus evaluasi untuk pemerintah daerah agar lebih progresif dan tidak bertele-tele dalam menangani wabah covid-19 ini.

Penulis menyayangkan hingga saat ini masih banyak di kalangan masyarakat muslim dan pemerintah daerah yang salah memahami terkait dengan fatwa MUI tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 Nomor 14 Tahun 2019, Surat edaran Kementrian Agama RI tentang Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Pandemi Wabah Covid-19 nomor: SE. 6 Tahun 2020, dan Maklumat Kepala kepolisian Negara Republik Indonesia nomor: Mak/ 2/ III/ 2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19). 

Keluarnya kebijakan ini dijadikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menjadikannya sebagai bahan propoganda di sekitar masyarakat yang membuat perselisihan antar sesama. Dalam point-point kebijakan yang disampaikan oleh pemerintah pusat tidak ada satupun larangan penutupan masjid atau tempat ibadah wajib ditutup melainkan pelarangan sholat berjamaah atau membuat kegiatan agama didalamnya yang melibatkan banyaknya berkumpul orang-orang didalamnya. 

Kebijakan ini banyak dipelintir sehingga banyak menimbulkan perselisihan dan kerasahan bagi masyarakat. Penulis kira sosialisasi pemerintah belum rata dan menyeluruh sehingga masih ada saja masyarakat yang susah di atur bukan karena mereka tidak taat akan tetapi cara penyelesaian masalahnya yang kurang tepat sehingga perlunya interaksi yang lebih baik lagi kepada masyarakat bukan hanya himbauan lewat media saja. 

Ketentuan pelaksanaan ibadah sudah di atur oleh MUI dari ketentuan poin-poin yang dijelaskanpun sudah sangat jelas akan tetapi masih saja ada yang salah dalam memahami kebijakan tersebut. 

Berikut point dari ketentuan hukum Fatwa Mui yang harus kita pahami:

istimewa
istimewa
1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan mejauhi setiap hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

Point ke-1 menjelaskan kita sebagai ummat muslim bersikap ikhtiar atau usaha dalam menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang menimbulkan kemudharatan diri. Didalam qaidah ushul fiqh  لاَضَرَرَوَ لاَ ضِرَارَ  “tidak boleh membahayakan diri dan membahayakan orang lain.”

Sikap tawakkal yang tidak dibarengi dengan ikhtiar adalah suatu kekeliruan. Segala sesuatu di dunia ini merupakan ciptaan Tuhan dan kita pun termasuk ciptaan Tuhan akan tetapi manusia adalah makhluk yang mulia serta di istimewakan dengan adanya akal. 

Ciptaan tubuh yang sudah Tuhan berikan kepada kita merupakan amanah untuk di jaga sebaik mungkin lantas bagaimanakah kita seoarang hamba yang mengaku cinta kepada Tuhan akan tetapi mengabaikan amanah yang telah diberikan tersebut? فرض العين مفدم على فرض الكفاية "fardhu ain lebih didahulukan daripadafardhu kifayah" antara kehidupan dan ibadah adalah bentuk suatu kewajiban yang sudah Tuhan berikan kepada kita.

Hidup yang sudah Allah berikan kepada kita adalah fardhu ain yang harus di jaga sebaik mungkin sedangan sholat berjamaah dihukumi sebagai fardhu kifayah. dalam kaidah lain juga menjelaskan فإن تزاحم عدد المصالح يقدم اللأعلى من المصالح  " Apabila bertabrakan beberapa maslahat, maslahat yang lebih utama itulah yang lebih didahulukan.

Kita sedang dihadapi dengan kondisi dimana maslahat antara kehidupan dan ibadah adalah dua perkara yang sama-sama wajib akan tetapi seperti sebelumnya yang sudah dijelaskan bahwa kehidupan adalah yang utama karena di dalam Al-Qur'an pun menjelaskan didalam surah Al-Baqarah ayat 195 وَلَا تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّہۡلُكَةِ "dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan" sehingga kehidupan menjadi hal yang paling utama pada kondisi sekarang ini. 

2. Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur, karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. 

Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.

Point ke-2 menjelaskan bahwa ketentuan ini berlaku bagi orang yang positif corona, dan baginya mendapatkan rukhsah atau keringanan seperti shalat jumat diganti dengan zuhur dan haram bagi orang yang positif corona dalam menjalankan ibadahnya yang melibatkan banyak orang agar memperkecil resiko penularan tersebut sampai dia betul-betul sembuh dari virus corona.

3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jumlah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dam Ied di masjid atau tempat umum lainnya.

b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19 seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sejadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.

Point ke-3  dalam hal ini jika sebelumnya poin kedua berlaku bagi orang yang positif corona maka ketentuan untuk poin ketiga berlaku bagi dua kondisi daerah yang berbeda pada point a dijelaskan bahwa kawasan atau kondisi daerah yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan data dan juga dari ketetapan pihak yang berwenang maka ketentuan dari point a ini akan berlaku bagi daerah yang kondisinya seperti yang dijelaskan pada poin a. 

Sebaliknya, pada point b jika kondisi di daerah tersebut potensi penularannya masih rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang dan juga pastinya berdasarkan data pada kondisi daerahnya, maka ketentuan pada point b berlaku pada kondisi daerah tersebut untuk tetap melaksanakan ibadahnya dengan ketentuan syarat yang sudah disebutkan pada poin b.

istimewa
istimewa
4. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat dikawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jamaah sholat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.

Poin ke-4 point ini masih mejelaskan tentang suasana atau kondisi daerah yang dimana kondisi daerah jika potensi penularannya masih belum terkendali sehingga bisa mengancam jiwa, maka pelaksanaan ibadah seperti sholat jumat dan aktifitas ibadah yang melibatkan berkumpulnya banyak orang sementara ditiadakan diganti dengan pelaksanaan ibadah di rumah masing-masing sampai keadaannya membaik.

5. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19.

Point ke 5 menjelaskan tentang keadaan sebaliknya yang dimana jika suatu kawasan atau daerah itu situasinya terkendali maka untuk penyelenggaraan ibadah sebagaimana dijelaskan di poin kelima ini tetap berlangsung seperti biasanya.

6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam menetapkan kebijakan penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat islam wajib menaatinya.

Point ke 6 menjelaskan kebijakan penyelenggaraan ibadah ini sebagai pedoman pemerintah agar kiranya dapat menetapkan kebijakan sesuai dengan poin yang sebelumnya sudah dijelaskan sebagaimana situasi atau kondisi di daerahnya masing-masing bukan menyamaratakan semua kondisi bahkan sampai menutup tempat ibadah. 

Dari kebijakan Kementrian Agama RI tentang Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Pandemi Wabah Covid-19 nomor: SE. 6 Tahun 2020 pada poin E panduan pelaksanaan ibadah nomor 1 yang menjelaskan bahwa (umat Islam diwajibkan menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan dengan baik berdesarkan kententuan fikih ibadah) dan ketentuan fikih ibadah ini pun sudah dijelaskan oleh MUI pada Fatwa ini mengenai penyelenggaraan ibadah sesuai dengan fikihnya. 

Dan Maklumat Kepala kepolisian Negara Republik Indonesia nomor: Mak/ 2/ III/ 2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19) pada point ke 3 yang menjelaskan (bahwa apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat ini.

Maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan kepolisian yang diperlukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku) point ke 3 berlaku jika penyelenggaraan ibadah yang sudah dijelaskan oleh MUI terdapat daerah yang potensinya penularannya luas dan sampai situasinya tidak terkendali dan masih saja ada yang bersikeras melakukan penyelengaraan ibadah tersebut yang menyebabkan berkumpulnya banyak orang maka point ke 3 ini berlaku bagi kondisi tersebut akan tetapi jika kondisi sebaliknya yang masih bisa terkendali serta potensi penularannya masih ringan maka jangan dijadikan ini bahan untuk membubarkan orang-orang yang sedang ibadah dengan mengatasnamakan surat edaran dari kebijakan pemerintah dan MUI.

7. Pengurusan jenazah (tajhiz al-janaiz) yang terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.

Kiranya juga jelas pada point ke-7 ini bahwa penyelenggaran jenazah yang terpapar Covid-19 dalam memandikan sampai mengafani dilakukan sesuai dengan protokol medis pastinya dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan memperhatikan ketentuan syariat juga. Kemudian jenazah yang dishalatkan pun seperti biasanya akan tetapi tetap menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19.

Point ke 8 dan 9 tidak di jelaskan karena penulis hanya menyampaikan beberapa point penting dari kebijakan tersebut yang memang harus dipahami betul.

Dari penjelasan di atas tadi kiranya masyarakat dan pemerintah bisa memahami hal tersebut. Hal yang ingin disampaikan dalam tulisan ini juga mengenai transparansi data covid di daerahnya masing-masing. Mengenai data tersebut kiranya pemerintah tidak hanya menyampaikan datanya secara umumnya saja melainkan secara detail lagi kemudian akses data covid di daerah masing-masing pun hanya beberapa saja yang ada, daerah mana saja yang potensi penularannya ada? Daerah mana yang potensi penularannya masih ringan? Dan daerah mana yang masih aman dari wabah covid-19 ini. 

Sehingga penyelenggaraan ibadah yang sudah ditetapkan oleh MUI dapat diterima dengan baik oleh masyarakat bukan langsung menginstruksikan kepada masyarakatnya agar ibadahnya dirumah saja sedangkan data yang di dapatkan ternyata tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Berita data ODP dan PDP yang meninggal di berbagai daerah pun banyak sementara itupun hasilnya belum keluar apakah termasuk positif atau bukan? Dan ini yang menjadikan ketidaksesuaian antara data dan fakta nantinya dilapangan. 

Kiranya pemerintah harus lebih memperhatikan ini dengan menambah alatnya sehingga juga memudahkan para tim medis dalam menanggulangi wabah ini dengan keterbatasan alat yang dimiliki membuat hasilnya menjadi lambat untuk keluar sehingga membuat korban dan keluarga korban menjadi resah tidak karuan.  

Kebijakan yang diambil harus berdasarkan data jika data yang di dapatkan tidak bisa diandalkan bagaimana  permasalahan ini dapat terselesaikan karena permasalahan data akan mempengaruhi bagaimana kebijakan itu di ambil. Mudah-mudahan tulisan opini ini dapat bermanfaat serta para pembaca dapat memahaminya semoga para pembaca selalu diberikan kesehatan dan terhindar dari segala penyakit yang ada. 

Penulis juga mengucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1441 H semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah Swt di bulan yang penuh berkah ini, Aamiin..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun