"Frightened of my futureless life, scared by my foolish anxieties, unable to see ahead and aiming nowhere, I continued ceaselessly living my ridiculously idiotic life." — Tatsuhiko Takimoto, Welcome to the N.H.K.
Pandangan Hikikomori dari Kacamata InteraksionismeÂ
Pendekatan interaksionisme dalam mengatasi fenomena hikikomori menekankan pentingnya interaksi sosial dan makna yang diciptakan melalui hubungan interpersonal. Konsistensi, sebagian darinya, disebabkan oleh usaha-usaha kita yang aktif dan sadar. Sebuah rangkaian studi yang menarik meneliti tentang pengaruh konsep diri terhadap tipe umpan balik yang mereka perlihatkan dari proses interaksi sosial (Swann & Read, 1981).
Rasa malu yang berlebihan akibat tidak tercapainya suatu tujuan yang diinginkan sehingga terjadinya fenomena hikikomori dapat dijelaskan dari kacamata interaksionisme. Pendekatan ini menyoroti kecenderungan mereka untuk mengisolasi diri dari Masyarakat.
"how individuals come to be identified as deviants" (Thomas, 1995)
Teori pelabelan (labeling theory) pertama kali dikemukakan oleh Howard Bercker. Teori pelabelan merupakan pendekatan sosiologis berupa pemberian label pada seseorang berdasarkan perilaku menyimpang dapat menyebabkan mereka melakukan tindakan yang tergolong criminal (orang berperilaku sesuai dengan label yang diberikan kepada mereka). Dalam kasus ini, seseorang dilabeli sebagai "orang yang gagal" atau "antisosial," mereka mungkin mulai menerima label ini sebagai bagian dari identitas mereka dan bertindak sesuai dengan label tersebut. Hal ini dapat memperkuat isolasi sosialnya.
A self-fulfilling prophecy
Self-fulfilling prophecy adalah suatu ekspektasi atau keyakinan yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang, sehingga menyebabkan keyakinan tersebut menjadi kenyataan. Ketika seseorang percaya bahwa mereka tidak diinginkan atau tidak cocok dalam lingkungan sosial. Pada akhirnya mereka menghindari interaksi sosial karena takut ditolak, yang pada gilirannya mengurangi peluang mereka untuk membentuk hubungan sosial yang positif dan memperkuat isolasi sosial.
Human assumptions in shaping meaning through the process of communication
Sebuah interaksi yang negatif atau menyakitkan dapat memicu terjadinya Isolasi sosial, yang kemudian mereka asosiasikan dengan makna negatif terhadap interaksi sosial secara umum. Pengalaman ini dapat membuat mereka enggan untuk terlibat dalam interaksi lebih lanjut, yang memperkuat isolasi mereka. Contoh tersebut merupakan bentuk dari Symbolic Interactionism.
Contoh Kasus
Fenomena ini terjadi pada salah satu pemuda berinisial YO yang berusia 18 tahun, YO telah mengalami hikikomori hampir 3 tahun. Dia selalu tidur pada siang hari dan beraktivitas pada malam hari. Kegiatan yang ia lakukan selama mengurung diri tidak jauh dari berselancar internet dan membaca manga (komik Jepang). YO menolak menjalin interaksi dengan teman-temannya, bahkan keluarganya. Dia hanya keluar pada tengah malam untuk makan, itu pun dengan cara menyelinap. YO angkat bicara terkait masalahnya, bahwa ia tahu perilakunya ini abnormal, tapi ia tak bisa mengubahnya karena perilakunya membuat dirinya merasa nyaman.
Setelah diusut ke belakang, YO gagal menjadi pemimpin kelas semasa SMP. Untuk mengatasi rasa malu dan penilaian orang lain, dia akhirnya memilih mengurung diri. Nah, dari kejadian tersebut dapat kita simpulkan bahwa mereka yang mengalami hikikomori memiliki pengalaman mendapat tekanan dari keluarga dan masyarakat yang terlalu berat untuk ditanggung.