Harga masyarakat yang tak setara dengan buai saku celana.
Ketika lantang bersajak ditukas kriminal,
Apa aku mesti mengemis untuk sekadar pulang menuju rumah yang entah?
Kemudian memboyong uang receh untuk berbenah.
Ketika jemariku berhenti mengikis surat untuk yang dituju,
lalu ke mana harus kuterbangkan puisi itu?
Sementara rumah pun aku tak tahu.
Kendati banyak jalan yang mesti kutapaki,Â
Namun aku tak pernah lolos.
Ataukah mimpiku terlalu kecil bagi Tuhan yang kuanggap romantis?
Sedang ambisi senantiasa kukemas rapi di antara cinta dalam kubus.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!