Mohon tunggu...
fina siti fauziyah
fina siti fauziyah Mohon Tunggu... Freelancer - warisan diri, rekam jejak insan yang pernah singgah di bumi. semoga bermanfaat

kenang aku dalam jiwa, mari berdo'a senandung kebaikan, menjadi insan yang bermanfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melepas Asa yang Tak Biasa

1 November 2017   08:53 Diperbarui: 1 November 2017   09:10 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kejam memang, setiap kali asa itu mendekat, saat itu juga aku harus siap untuk membunuhnya. Ya, selalu seperti itu dan entahlah untuk keberkian kalinya aku melakukan itu. Dan kali ini aku mulai lelah dengan cara itu. Namun, masih juga aku lakukan. Kisah memendam asa yang tak kunjung usai, mungkin akan segera berakhir jika aku telah dipertemukan dengan pangeran itu dan saat ini akupun sedang berproses untuk menjaga komitmen asa itu. Karena ku yakin janji Allah itu pasti, laki-laki yang baik akan mendapatkan perempuan yang baik dan begitu pula sebaliknya.

Sebut saja Malang,si kota apel yang menjadi salah satu saksi bisu perjalanan hidupku, mungkin juga sebagai saksi bisu pengorbanan asaku. Oh ya, sebut saja namaku Fina atau Aghnia. Fina adalah nama pemberian orangtuaku sejak aku lahir dan Aghnia adalah nama baruku sejak aku mulai bergabung dengan crew radio kampusku, aku adalah mahasiswi semester 2, di salah satu universitas yang ada di Malang (Jawa Timur). Aku sendiri berasal dari Jawa Barat, tepatnya Majalengka. Pada bulan-bulan awal aku tinggal di Malang, akupun cukup canggung karena aku belum terbiasa menggunakan bahasa Jawa, karena mayoritas di Jawa Barat menggunakan bahasa sunda. Meski begitu, dari situlah aku belajar banyak pengetahuan tentang kehidupan, bahasa, budaya dan banyak lagi.

Syukur Alhamdulillah, kedua orangtuaku mengizinkanku untuk pergi menuntut ilmu dengan jarak yang lumayan jauh, jika di tempuh kereta sekitar 13 jam untuk sampai tempat itu. Mereka memberikan suatu amanah yang besar padaku untuk dijaga. Ya menjaga diri, karena saat jauh dari pengawasan orangtua, diri sendirilah yang menjadi tameng.

Setahun di Malang telah memberi banyak perubahan pada diriku, terutama dalam interaksi dengan lawan jenis. aku masih ingat chat BBMku dengan salah satu teman pondokku dulu, sebut saja namanya alfin dia pernah mengkritikku untuk tidak menjadi gadis yang jutek. Kala itu, aku memang masih beranggapan bahwa berkomunikasi seperlunya saja dengan lawan jenis agar tak ada teman laki-laki yang suka padaku, namun alhasil masih tetap ada saja teman yang menyukaiku. Setelah aku pertimbangkan memang ada benarnya juga, secuek apapun diri kita kalau orangnya suka ya tetap suka, dan itu memang haknya.

Oh ya, kali ini panggil aku Aghnia saja, karena ini tentang kisah asaku bersama rekan siarku, sebut saja Arsyad namanya. Kisahku bermula sejak beberapa bulan yang lalu, pada saat rapat event perdana itu, sejak saat itu aku mulai terjebak permainan asa dengan pemuda jawa itu, sebut saja Arsyad nama siarnya. Ia juga mahasiswa baru sama sepertiku, hanya saja kami beda jurusan. Aku mulai mengenalnya sejak kami resmi menjadi crew anggota radio kampus. Ya, malam itu adalah malam rapat event ke tiga dan Arsyad terpilih menjadi ketua pelaksana event itu, kemudian ia menyampaikan sambutan perdananya.

Entah disadari atau tidak ia menatap cukup lama kearahku ketika menyampaikan sambutannya, mungkin karena posisiku kebetulan tepat sejajar didepannya sehingga kami saling berhadapan, aku pun berusaha untuk fokus menyimaknya. Namun, lambat laun hatiku memberontak, ada keganjalan dalam cara ia menyampaikan sambutan, mengapa tatapan arah matanya hanya tertuju padaku? apa karna posisiku yang kebetulan ada dihadapannya? Padahal dalam rapat itu, banyak sudut yang harusnya ia perhatikan juga, hingga pada akhirnya, akupun mengambil sebuah ballpoint dan menggerakkannya ke arah matanya, hingga ia mengikutinya dan beralih pandangan. Sungguh kejadian konyol yang pertama kali aku temui dalam sebuah rapat. Namun, setelah kejadian itu juga, akupun mulai merasa asa yang aneh yang mengingatkanku pada semua tingkah konyolku dengannya.

Dalam event-event organisasi sebelumnya, aku dan Arsyad memang sudah sering berinteraksi, mungkin karena posisiku sendiri sebagai bendahara, menjadi salah satu pemicu interaksi di antara kami. Hampir dalam sebulan yang lalu catatan panggilan Whats'app ku di penuhi oleh namanya. Sosok laki-laki jawa yang baik hati itu, kini mulai memikat asaku.

Kejadian-kejadian konyolpun sempat menimpaku. Aku yang notabene nya sebagai alumni pesantrenpun tetap berusaha menjaga jarak dengan lawan jenis, salah satunya dengan tidak bersentuhan kulit. Namun sayang, karena kebiasaanku yang tergopoh-gopoh sempat bebrapa kali jemariku pernah menyentuh tangannya, hingga membuat batal wudhunya. Betapa malunya aku, hingga aku tak sanggup lagi untuk berkata-kata, ketika ia mengucap "yah, wudhunya batal".

Kejadian serupa pun terjadi lagi pada orang yang sama, dan disaat ada seseorang yang mau menghampirinya dan berkata "eh nanti batal ya syad wudhunya", dan dengan datarnya ia berkata "wudhu ku udah di batalin aghnia". Hingga akhirnya, disuatu rapat tanpa sengaja ia berada duduk disampingku lagi, aku pun spontan berkata "syaad, kayaknya mendingan kamu jangan dekat aku deh duduknya, nanti batal wudhunya" dan dengan santainya ia menjawab "nggak papa kok, aku nggak punya wudhu kok Aghnia, mau pegangan tah?"

Sebuah jawaban yang mencengangkan bagiku, serentak aku menjawab "ya nggak mau lah emangnya cewek apaan". Arsyad memang sering membuatku gemas, namun dari tingkahnya yang menggemaskan itulah yang mengundang asa itu, juga. Jika aku sudah mulai gemas gaya tulisan what'sapp ku langsung berubah "syaaad" begitu pula dalam dunia nyata, aku selalu melakukan penekanan pada kata syaaad cukup lama.

Namun, sejak malam acara pengangkatan ia menjadi ketapel, jarak kita mulai menjauh, karena ia pun mulai super sibuk. Namun aku mulai merasakan asa yang aneh sejak tatapan itu. Mungkinkah ini.. entahlah saat itu aku masih menyangkalnya. Akupun sempat mendengar pesan salah satu ustadzku hati-hati dengan siklus permainan asa, berawal dari mata hingga jalan berdua dan sebagainya. Entah bagaimana ceritanya akupun sempat pergi dengannya, padahal aku tidak berniat untuk pergi dengannya, hanya saja secara kebetulan ia yang mengantarkan ku ke tempat bank disaat aku sedang memproses berkas beasiswa.

Di motor itu sempat aku berceloteh tentang sikapnya selama memimpin rapat, aku hanya berusaha memberi masukan agar ia bisa menjadi lebih baik. Rapat demi rapat terus kami jalani namun pesertanya pun semakin berkurang, aku pun ikut merasakan apa yang ia rasakan karena dibangku SLTA akupun pernah merasakan menjadi ketua. Ia selalu melakukan pengontrolan yang detail, melakukan dengan totalitas, hingga aku pun terkesan bagaimana bisa orang sebaik itu. Hingga ketika aku mendapat video motivasi, akupun langsung mengirimkannya. Berharap agar ia tetap termotivasi dan bersemangat kembali.

Sejak dulu, aku tak pernah mengharapkan balasan kasih dari seseorang yang aku kasihi, dan hal yang selalu paling aku takuti adalah ketika seseorang itu mempunyai asa yang sama. Karena aku tahu dalam agama kita itu adalah hal yang tidak dibenarkan.

Hingga pada suatu malam aku mendengar kabar burung, kabar yang disampaikan oleh teman dekatku sebut saja namanya emma, emma bercerita bahwa fahmi, alfan, miki dan arsyad pernah bermain truth or dare, dan di saat arsyad mendapat giliran ia memilih truth dan ia menjawab salah satu pertanyaan yang isinya pengakuan ia suka padaku, namun permainan itu sangat di rahasiakan katanya. Aku pun tidak terlalu yakin dengan kabar itu, antara senang dan takut asaku kala itu. Beberapa malam kemudian kamipun berenam sempat mengopi bersama disebuah trongkongan, ada sikap yang aneh memang jika dihubungkan dengan kabar burung itu, tiba-tiba saja mereka dengan isengnya berkata tempat duduknya tertukar harusnya aku duduk dekat arsyad, hanya saja aku memilih untuk tetap diam dan bersikap pura-pura tidak tahu.

Sejak malam itu, kegalauan muncul kembali. Haruskah aku membnunuh asa lagi atau tetap membiarkannya dengan berjuta ketidak pastian. Satu hal yang aku herankan disaat aku menjauh, justru alam mendekatkan kita. Seperti halnya disaat acara mukhayyam araby, beberapa minggu sebelumnya,aku sudah berusaha untuk tidak bertemu dengannya, dan disaat acara itu, aku sudah memperhatikannya dan berusaha menjauh agar tidak berpapasan dengannya, namun entah bagaimana caranya disaat pulang ia sudah bersama temanku, Nirina dan akhirnya kami pun foto bersama. Kejadian serupa pun terjadi lagi disalah satu pusat perbelanjaan di kota Malang, sebut saja dinoyo.

Kala itu aku bersama salah satu teman kamarku sengaja pergi ke tempat makan untuk membeli cemilan anak-anak kamar, akupun tercengang saat mengantri disana, ternyata di tempat itu, ia ada disana juga bersama crew yang sedivisi dengannya. Setelah melihatnya akupun berharap agar aku bisa pulang lebih dulu darinya. Namun, yang terjadi malah sebaliknya, saat aku dan temanku menuju tempat parkir, arsyad sudah ada disana bersama teman sedevisinya dan langsung mengajak aku dan temanku, dan pada akhirnya kamipun semobil bersama.

Lain lagi saat aku di studio, ia juga sering muncul disana disaat aku mengerjakan tugas seni budayaku, dan ia sempat berceloteh "nyampah" sebuah kata yang menyebalkan, karena ia tidak merasakan prosesnya, namun aku  pun tahu itu hanya sebuah gurauan kecil. Pertanyaan mencengangkan pun sempat terlontar darinya, "Aghnia nama aslimu siapa?" betapa kagetnya aku mendengar pertanyaannya, akupun menjawab dengan polosnya, masa namaku kamu nggak tahu akupun menyebutkan nama lengkapku. Iapun kembali bertanya kalau nama asliku siapa? Akupun berpura-pura menebak namanya, padahal aku sudah tahu, hanya saja sedikit gengsi menyebut namanya, karena ia saja belum hafal namaku masa dengan mudahnya aku menyebut namanya.

Aku pun mulai menyadari di saat berkali-kali aku berusaha utuk membunuh asa ini, berkali-kali pula aku harus selalu terluka. Namun, Aku pun tetap memutuskan untuk mulai menghindar tatapannya, namun tetap saja aku belum bisa. Bahkan teman kamarku sempat menjailiku disaat Arsyad siaran, mereka mengirim salam atas namaku untuknya, hanya saja belum sempat terbaca karena waktu siarannya berganti. Namun, akupun ikut was-was khawatir pesannya terbaca oleh crew yang lain, akupun langsung mencari pesan itu di hp radioku dan menghapusnya.

Hari-hari terus berganti, hingga akhirnya asa itu semakin menjadi, aku pun mulai sering stalker akun dunia mayanya, hingga aku tercengangkan dengan foto mesranya dengan seorang gadis bule di Amerika satu tahun yang lalu. Sempat aku illfeel padanya namun asa itu tetap mengganggu. Bahkan kekonyolan pun bertambah dengan kepolosanku yang mengirim sebuah lagu padanya yang berjudul teka-teki rasa.

Banyak kisah yang terekam tentangnya, hingga pada suatu malam ia mengajak ku untuk shalat berjama'ah, namun aku menolaknya karena berhalangan, lalu entah mengapa ia harus menggelar sejadah untuk shalat tepat berada di sampingku, padahal di studio itu masih ada tempat kosong, hingga aku tak kuasa untuk membencinya akibat foto mesranya dengan gadis bule itu. Usai shalat ia pun sempat berbincang-bincang denganku tentang soal matematika yang sedang ia perlukan, akupun menyimaknya, dan sebenarnyapun aku punya soal-soal itu namun harus dicari dulu dimana tempat foldernya. Aku tak menyangka bahwa soal itu memang untuk dirinya karena ia akan mengikuti SBMPTN.

Rasa galau kembali menderaku, disaat aku ingin menjauh darinya, bertepatan dengan ia mengikuti tes itu. Mungkinkah ini cara Allah menjagaku? Ah, aku anggap seperti itu sajaa. Begitu galaunya asaku, karena aku harus benar-benar terluka kembali, disaat mendengar kabar burung ia suka padaku, berarti ia merasakan asa yang sama denganku, namun ia juga tak pernah menampakkannya, dan parahnya ia akan pergi meninggalkanku juga. Sungguh aku benar-benar ingin marah pada diriku sendiri. Kenapa aku terjatuh pada asa itu?? Kenapa ia harus hadir menyapa jika akhirnya pergi meninggalkan? Akupun meyakinkan diriku, bahwa aku adalah makhlukNYA, semua urusan akan kembali padaNYA.

Dihari menjelang ujiannya tiba, dipagi harinya, akupun langsung menyempatkan mencari berkas ujianku tahun lalu, ku kirimkan via line dan e-mail agar ia bisa belajar dengan maksimal. Karena ini hanya salah satu caraku dalam mengasihi, aku tak ingin menjadi penghalang mimpi seseorang yang aku kasihi, maka aku pun berusaha menjadi pecinta yang tulus, karena kasih tak harus selalu memiliki, namun berikanlah yang terbaik pada kasih. Hingga di hari-hari menjelang pengumuman itu tiba, berulang kali aku menanyakan padanya, "Syaad kalau kamu diterima di kampusnya, kamu beneran mau pindah?"

sebenarnya, lontaran pernyataan itu, hanya untuk meyakinkan diriku sendiri untuk bersiap-siap untuk jarang melihatnya lagi . Arsyad pun menjawab dengan kata "iya" meskipun aku melihat terselip keraguan dimatanya, aku pun berusaha mensupportnya agar ia yakin dan optimis akan hasil tesnya. Hingga pada akhirnya aku mendengar hasil pengumuman itu dan ia dinyatakan lulus. Entah itu sebuah kabar sedih atau bahagia, hanya do'a terbaikku untuknya semoga ia mendapatkan yang terbaik.

 Selamat menempuh hidup baru, selamat memperbaiki kualitas diri, terimakasih telah mengajariku untuk belajar mengasihi dengan tulus. Meski nyatanya saat ini aku masih mempunyai asa yang sama padanya, namun aku tak kuasa lagi untuk membunuhnya, kini kan kuserahkan pada Sang pencipta asa saja yang mencabutnya dan menurunkannya lagi disaat yang tepat dan pada orang yang tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun