Key yang malu padahal ia sudah dewasa , hanya berdiri tanpa melakukan apapun. Nyonya Fahmi merasa malu karena sikap putra pertamanya itu.Â
"Isna, sebaiknya aku saja yang bicara, ini mengenai Key. Dia minta ..."
"Ma ... Biar aku saja yang akan bicara, tapi tidak untuk hari ini. Is  ... Besok aku jemput kamu di rumah, kita ke Teluk Penyu," ucap Key.
Isna mengangguk pelan, lalu keduanya pergi setelah Nyonya Fahmi berpamitan pergi.
Kini ia sendiri, melihat pasir putih yang membentang. Roknya bergerak bebas terkena angin. Terpaksa ia pulang dan membawa gelang pemberian Ken di tangannya.
**
"Kamu sedang apa to, Nduk? Jangan banyak melamun, Nyonya Fahmi bilang mereka akan datang kesini,"
Isna menoleh, ibunya yang telah renta terlihat masih sangat sehat untuk seusianya. Beruntung ia hanya tinggal berdua saja dengan sang ibu. Kakaknya masih ada di perantauan dan akan pulang besok saat hari pernikahan tiba.
Ia belum memberi kabar pada kakaknya kalau pernikahan telah batal. Ibunya memberi saran agar tak memberitahu dulu.
"Mereka datang kemarin sore, saat kamu tidur. Memberitahu tahu pada ibu kalau akan kesini besok malam," ucap ibunya.
Isna diam, ia tak mau berharap banyak. Entah apa yang direncanakan Nyonya Fahmi. Hatinya bukan permainan, setelah putus dari Ken, tak mungkin akan menikah dengan kakaknya.