Mohon tunggu...
Filma Dewi Lukito
Filma Dewi Lukito Mohon Tunggu... Lainnya - See The World By Writing

See The World By Writing

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Menjaga Wibawa Insani, Gereja, dan Seni Lewat Kedua Film Ini

15 Desember 2020   14:19 Diperbarui: 17 Desember 2020   14:18 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hola sobat! 

Kali ini saya akan membahas dua film untuk dikaji. Dua film ini cukup fenomenal dan menjadi gambaran kisah nyata. Film tersebut adalah film "The Two Popes (2019) dan film Bohemian Rhapsody (2018).

Kedua film adalah opini yang bagi saya cukup mengesankan dan mendalam. Sama-sama melibatkan skandal di tengah masyarakat, namun membawa saya pada titik paham yang mengagumkan.

Di balik suksesi pemerintahan gereja dan sosok Freddie Mercury, perjuangan dimulai dengan mempertaruhkan kebencian dan kemakluman di masyarakat.

Dengan menonton keduanya, film seolah-olah telah membalikkan prasangka saya atau bahkan kita terhadap pemimpin agama dan sosok legend.

Kedua film cukup relate dengan saya bahkan saya sebut sangat relate dengan masyarakat karena film mengulik isu di balik gereja dan grup musik yang melegenda, Grup Musik Queen.

Mengapa saya dapat mengatakan bahwa kedua film adalah relate dengan kita? Saya akan beritahukan melalui teori komodifikasi dalam film

Komodifikasi merupakan perubahan nilai guna suatu produk menjadi nilai tukar atau nilai jual.

Kita semua tahu bukan bahwa gereja dan grup Queen hidup di tengah masyarakat? Jika belum, kamu dapat melihat betapa orang menggantungkan diri pada gereja dan sangat menikmati musik dari Queen dan mencintainya. Itulah komoditas awal dalam film.

Film sebagai suatu produk menjadikan kisah di kehidupan gereja dan vokalis Queen, Freddie Mercury, menjadi nilai guna karena seperti alasan yang saya sebutkan di atas, yaitu gereja dan Queen ada dan hadir di tengah masyarakat.

Bayangkan bila mereka yang mencintai, menyukai grup musik Queen mendapat kabar tentang film ini. Mereka secara tidak sadar mungkin sudah menantikan film tersebut dan memasukkannya dalam daftar keinginan. Begitu pula The Two Popes yang mana lebih banyak berkaitan dengan masyarakat luas.

Dalam produksi film kemudian menjadikan komoditas ditukar sebagai cerita atau memberi kisah ke pada masyarakat dan dapat dikonsumsi/ditonton oleh banyak orang.

Namun ada hal yang menurut saya lebih menarik dalam proses komodifikasi ini, yaitu bagaimana film yang mengkomodifikasi suatu kisah nyata turut menjadi nilai guna itu sendiri. Poin ini akan saya jelaskan sambil menulis analisis film.

Analisis pada film ini menggunakan metode analisis teks melalui dialog dan visualnya.

Bohemian Rhapsody (2018)
Bohemian Rhapsody (2018)

Kedua film menyadarkan kita bahwa kita sering beranggapan bahwa pemimpin agama merupakan sosok yang suci dan tidak berbuat cela. Pada sosok legend, kita sering menganggap mereka sebagai sosok yang selalu sukses dan terus berbahagia.

Dapat jadi prasangka kita yang demikian dapat menjadi realitas sosial yang kita anggap benar terjadi.

Film The Two Popes yang menceritakan tentang dua paus yang memiliki jejak masa lalu yang getir. Pada suatu waktu, gereja Katolik sedang digunjang skandal Vatikan dan memicu beragam kontestasi di dalam gereja dan kalangan masyarakat.

Alur dibawa dengan  halus dan banyak memberikan konflik batin di dalamnya. Film The Two Popes lebih implisit dalam menyampaikan pesan ketimbang film Bohemian Rhapsody yang secara langsung memberikan gambaran-gambaran konflik. 

Secara teknis, film Bohemian Rhapsody lebih dikemas dengan tatanan setting lama dan aktor dirias semirip mungkin dengan tokoh aslinya. Dari cara berpakaian, fitur wajah, hingga gesture saat tampil dipanggung.

Sama-sama bercerita tentang sosok atau pribadi dalam kedua film, The Two Popes lebih bercerita tentang masa kepemimpinan sedangkan Bohemian Rhapsody lebih bercerita tentang kisah hidup Freddie Mercury. Namun kedua sama-sama berimplikasi ke pada masyarakat.

Implikasinya adalah fakta yang terungkap ke pada masyarakat memicu perjuangan antara kebencian atau pemakluman dari masyarakat.

Dalam film ditunjukkan bahwa seluruh kisah dapat berakhir dengan solusinya masing-masing. Walau nyatanya mengungkapkan skandal, namun kedua film dapat menjadi cara untuk mendapat pemakluman dari masyarakat.

Film menjelaskan bahwa seseorang baik itu yang berkedudukan sebagai pemimpin agama ataupun sosok legend yang banyak disukai, tetaplah seorang insani yang tidak pernah bisa sempurna.

Sisi apik dari film ini adalah bagaimana film menunjukkan bahwa gereja dan grup musik tetap menjaga wibawanya dengan memberikan suatu produk.

Produknya adalah gereja yang tetap mempertahankan pelayanannya ke pada masyarakat dan Queen yang tetap memberikan karya-karya terbaiknya sebagai suatu seni.

Kita bahkan sekarang dapat melihat saat ini gereja masih berdiri kokoh dan Queen dengan karyanya yang luar biasa.

Menyinggung kembali pernyataan bahwa kedua film ini justru menjadi komoditas, ada pernyataan sebagai berikut:

"The commodification of heritage captures the process in which economic value comes to prevail over cultural value in the way cultural expressions, experiences and objects are communicated, described, perceived and marketed" (Riches Resources, n. d.)

Menjelaskan bahwa nilai ekonomi menguasai nilai budaya dalam pengomunikasiannya untuk dideskripsikan, dirasakan, dan dipasarkan. 

Dalam hal ini, film memang merupakan produk bernilai ekonomi. Namun film juga menguasai nilai budaya masyarakat dengan cara film tersebut dihasilkan untuk  menjaga wibawa insani, gereja, dan seni.

Melalui poin tersebut, film ini dapat dikatakan sebagai pemakluman atas apa yang telah terjadi. 

Mungkin dirasa getir untuk tahu sisi lain dan fakta lain dari yang kita tahu, namun film ini merupakan perjuangan untuk pemakluman itu sendiri.

Di kedua film pun kemudian diceritakan bagaimana gereja masih memberikan pelayanan ke pada masyarakat dan seni masih dijaga dengan peluncuran karya-karya luar biasa.

Bahkan Queen saat itu dengan sukses menggelar konser Live Aid di mana banyak sekali massa yang ikut datang dan menjadi momen paling kuat dan mengharukan karena saat itu sedang marak wabah aids dan sisi-sisi emosional dari Freddie Mercury. 

Kedua film dapat menjadi opini yang beragam. Bagi saya, walaupun kisah di balik kedua film merupakan komoditas yang sangat menarik dan sangat menjual, rupanya saya mendapat titik paham yang mengagumkan dari film. 

Sehingga film The Two Popes dan Bohemian Rhapsody merupakan nilai guna  itu sendiri dan mampu menjaga wibawa insani, gereja, dan seni di dalamnya.

Kedua film yang luar biasa. Sangat apik dan ciamik dalam menyampaikan isu dan skandal pada masing-masing kisah.

Lebih salut lagi adalah film ini yang mengkomodifikasi kisah juga dapat menjadi nilai guna yang besar dalam menjaga wibawa insani, gereja, dan juga seni. 

Walaupun kedua film mengungkapkan perihal yang mungkin saja getir, itulah yang dapat kita terima bahwa sampai kapanpun, gereja dan seni tetap menjadi bagian dari masyarakat. 

Kita juga dapat melihat bahwa sisi humanis ditonjolkan melalui film. Kita sebagai insani pun tak luput dari cela dan tak ada yang sempurna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun