Mohon tunggu...
Filivi Delareo Wanwol
Filivi Delareo Wanwol Mohon Tunggu... -

Stock Observer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | 1.800 Detik

26 September 2017   13:46 Diperbarui: 26 September 2017   16:33 1862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (@kulturtava)

"Nama yang aneh." Ketusku, "Itu pemberian kedua orangtuaku. Mereka mengatakan bahwa nama itu gabungan dari nama mereka berdua." Jelasnya, "Oh. Aku juga tidak terlalu peduli denganmu." Sekali lagi Aku menjawab dengan ketus.

Aku menatap wajahnya, mulai memindai perlahan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tidak terlihat suatu kecacatan fisik. Kembali Aku memindai lebih dalam, mulai dari cara bicara, menatap, memainkan kaki, tersenyum, garis kasar ditangannya, atau bahkan kedipan matanya. Dia terlihat bersahabat, kepalan tangan yang dia tunjukan menyerupai diriku, dia seperti copycat, setiap pergerakanku dia ikuti.

"Mengapa engkau mengikuti setiap gerakanku, walaupun itu sekecil mengenggam tangan?" tanyaku.

"Memang kenapa?" dia kembali bertanya padaku.

"Sikap copycat. Sikap itu hanya ditunjukan pada seseorang yang menarik perhatian lawan jenisnya. Copycatsendiri bertujuan untuk mengikuti segala jenis pergerakan lawan bicara, dengan maksud untuk memberikan kenyamanan pada lawan bicara karena merasa memiliki kesamaan gerakan. Secara realita itu hal yang cukup aneh, namun secara psikis seseorang, hal itu sangat membantu mendekatkan lawan bicara dengan orang yang melakukan copycat."

Gadis itu bertepuk tangan, "SERATUS!! Aku memang ingin berkenalan denganmu, namun kamu nampak dingin. Aku sampai bin.." belum sempat habis bicara, Aku sudah memotong.

"Kamu sampai bingung membawa topik seperti apa kan? Hal yang cukup lumrah, gerakan kakimu tidak menentu seperti itu, matamu tetap melihatku tapi ada kehilangan fokus setiap aku menjawab pertanyaanmu, itu merupakan indikasi bahwa dirimu memikirkan pertanyaan baru yang ingin kamu tanyakan padaku setelah aku menjawab, kamu tidak terlalu fokus dengan apa yang dilontarkan bibir ini, namun kamu hanya terfokus pada jalannya pembicaraan agar tidak terputus. Sudahlah, jangan ganggu aku." Aku menjawab dengan intonasi yang cukup tinggi.

"Kamu percaya akan sesuatu yang tak terlihat?" gadis itu kembali membuka topik.

"Maksudmu?" tanyaku.

"Apakah kamu percaya sesuatu yang tak kasat mata? Atau lebih jelasnya lagi, apakah kamu percaya akan Tuhan?"

Aku menarik napas panjang, menatap matanya sesekali dan berkata, " untuk apa aku mencapai tahap itu? Mempercayai suatu entitas tak terlihat sama saja seperti bertaruh bahwa naga berkepala merah pernah berkunjung ke rumahku.  Tuhan sendiri juga bagian dari transendensi, cara berpikir mengenai Tuhan saja melampaui batas pemikiran dan indera kita yang merasakan. Aku terlahir sebagai anak yang beragama, namun Aku lebih memilih untuk hidup sebagai Agnostik yang memaknai kehidupan melalui caraku sendiri." Tegasku,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun