Mohon tunggu...
Filipus Agung Nugroho
Filipus Agung Nugroho Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Seminaris

Canisi Seminarium CX

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Kertas

5 April 2022   10:08 Diperbarui: 5 April 2022   11:04 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlihat seorang gadis berlari ke arah kursi itu dengan rasa bahagia, namun belum genap tiga puluh menit wajahnya berubah menjadi pucat dan menangis. Dari kejauhan, aku memandangnya dengan kasihan sekaligus penasaran ingin tahu. 

Ah.... Sudahlah masalah hidup Mira sudah banyak, jangan membebani diri dengan kejadian tadi.

"Brummm...." Suara motor Mira terdengar kencang seperti mengajaknya pulang. 

Ah.... Kembali lagi ke rumah, sebuah tempat kecil dan sederhana. Tanah merah dengan batu bata menghiasi rumah Mira. Mira membaringkan tubuhnya di kasur yang nampak lusuh karena sepreinya jarang dicuci. Entah mengapa bayangan gadis itu masih nampak dan hadir dalam lamunan Mira.

Kejadian itu telah menghantui Mira selama tiga hari. Mira merasa sangat bersalah. Entah.... Mira sendiri pun tidak tahu mengapa rasa bersalah itu terus hadir menamparnya setiap saat. "Ema" panggilan itu membuat Mira tersadar dari lamunannya. Astaga, Mira baru sadar bahwa sedang berada di sekolah, "Mira" sapa temanku lagi. 

"Oh iya, ada apa?" tanya Mira. "Kantin yuk", tanya temannya. 

"Ya" Mira jawab singkat seraya berjalan meninggalkan temannya.

"Eh Mira rasa kenal orang itu Dea" ucapnya. "Siapa?" tanya Dea. 

"Itu yang lagi memegang mangkuk" ungkap Mira.

 "Oh, itu Nala dari kelas XII IPS" kata Dea. 

"Hah Nala?" Mira mulai bertanya pada dirinya sendiri. 

Sejak kapan Mira memiliki kakak kelas bernama Nala? Entah mengapa tubuhnya memaksa untuk mendekati Nala.

 "Eh mau kemana?" tanya Dea.

 "Ke Nala" ungkap Mira.

Mira langsung berlari mengejar Nala dan meraih tangannya. Bahkan Nala sampai hampir terjatuh.

 "Eh kamu yang bener dong, tidak sopan sekali sama kakak kelas" Ungkap Nala dengan kesal.

 "Maaf kak" kata Mira dengan pelan. 

"kak, kakak yang waktu itu di bangku taman ya?" tanya Mira sambil bergetar. 

Seketika itu sikap Nala langsung berubah. Ia diam seribu bahasa, lalu pergi meninggalkan Mira sendirian.

Sepanjang hari di sekolah, Mira selalu memikirkan hal itu. Sikap dan perawakan Nala sangat mirip dengan gadis itu. Ketika pulang, Mira bertemu dengannya lagi dan ia mencoba untuk lari dari hadapannya; namun, tiba-tiba langkah Nala berhenti. 

"Iya benar itu aku." Ungkap Nala dengan suara keras.

 "Terimakasih telah membuka luka itu kembali" ungkap Nala dengan sedih sambil menangis. 

"Maaf kak, saya tidak berniat melakukan itu" kata Mira dengan sedih. "Apa boleh saya membantu?" tanya Mira. Entah mengapa pertanyaan itu muncul.

Sepertinya Mira memiliki ikatan khusus dengan Nala. Entah mengapa hati Mira masih bingung dan mempertanyakan hal itu.

"Besok kamu pergi lagi ke taman itu" ungkap Nala seraya meninggalkan Mira.

Esok hari Mira langsung bergegas ke taman itu, dan anehnya semua orang di sana nampak seperti Nala. Mira pun langsung berlari dan mengambil kertas itu.

Terimakasih telah menjadi putri yang baik nak.... Namun takdir berkata lain, mama dan papa harus berpisah selamanya. Maaf...

                                                                                                                                                                                                                          ~Mama~

Mira terkejut membaca itu dan seketika pikirannya kembali. Mira terbangun dari tempat tidurnya lalu terkejut. "Mengapa tangan Mira diikat pada tali?" tanya Mira pada diri sendiri. Sebuah kenangan tiba-tiba terbesit. Sebuah sekolah yang penuh keceriaan, namun hal itu berubah saat sebuah surat dari orangtua Mira datang; dan itu terjadi di bangku taman. Sebuah surat dan bangku taman menjadi saksi bisu hancurnya hidup Mira. Ini aku Mira, berbaring di kasur rumah sakit jiwa adalah favoritnya. Mira sudah hancur, tidak ada lagi yang dapat diharapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun