Mohon tunggu...
Fiksiana Community
Fiksiana Community Mohon Tunggu... Administrasi - Komunitas pecinta fiksi untuk belajar fiksi bersama dengan riang gembira

Komunitas Fiksiana adalah penyelenggara event menulis fiksi online yang diposting di Kompasiana. Group kami: https://www.facebook.com/groups/Fiksiana.Community/ |Fan Page: https://www.facebook.com/FiksianaCommunity/ |Instagram: @fiksiana_community (https://www.instagram.com/fiksiana_community/) |Twitter FC @Fiksiana1 (https://twitter.com/Fiksiana1)

Selanjutnya

Tutup

Event Komunitas Online Pilihan

[Event FC] Kasih Tak Sampai

27 November 2020   11:37 Diperbarui: 27 November 2020   16:40 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo, Mber-Mber Fiksiana Community yang kece badai!

Kita berjumpa lagi dalam gelaran event menulis FC.

Pasti kangen, kaaan, sama tantangan dari mimin?! Hihihi...

Yawes, langsung saja kita simak sketsa berikut ini.

***

Aku bermimpi. Aneh. Karena beberapa hari terakhir, tidurku..., ehm..., gelap. Dan, yeah, aku memang bermimpi, saat tidur siang yang amat sangat tidak sengaja. Di meja kantor!

Kamu, duduk di seberang meja, menandaskan potongan terakhir spicy chicken wings---favoritmu!---dan aku hanya bisa menonton. Dua tanganku seolah-olah berbobot ribuan ton. Aku tidak bisa bergerak. Aku juga tidak tahu apa aku bisa membuat senyum dengan otot-otot wajahku. Yang jelas, aku senang melihat wajahmu, di mimpiku.

Ingin tahu rasanya? Bayangkan saja sebidang kebun bunga. Wangi dan warna-warni.

"Rotinya nggak dimakan?" tanyamu, tetapi aku tidak mendengar suaraku menjawab pertanyaanmu. Dan, kamu pun membiarkan roti-roti itu, utuh!

"Moy?" Kamu menyeka bibirmu dengan selembar tisu, lalu mengoyak-oyaknya, seperti biasa. Seperti... kamu! "Kamu nggak lapar?"

Oh, ya. Aku sangat lapar. Bisakah kamu membawa potongan roti bawang itu ke mulutku? Karena sepertinya, tangan-tanganku belum mau bekerja sama.

"Moy, bicaralah." Sesuatu yang hangat menyelimuti tangan kiriku. Ada jemarimu di sana. Nyaman.

"Ru," oke, aku mendengar suaraku, "bawa aku ke tempat lain."

"Kenapa?"

"Pokoknya, bawa saja aku ke tempat lain. Tempat yang lebih baik dari ini."

Kamu mengedarkan pandanganmu ke seluruh ruangan. Restoran itu sedang ramai, tetapi tetap terlihat nyaman dengan lampu-lampu lembutnya.

"Nggak ada yang salah dengan tempat ini, Moy. Aku suka tempat ini. Di sini..."

"Ya, tapi aku nggak suka," potongku. Tiba-tiba saja, satu tanganku sudah mengaduk-aduk cairan cokelat muda dalam gelas tinggi.

"Habiskan saja frappe-mu, lalu kita pergi." Kedua alismu hampir menyatu.

Ah, Ru.... Marah pun, kamu tetap terlihat menawan. Aku tidak bisa membayangkan jika wajah marahmu menghilang dari memori otakku.

"Ru?"

"Ya?"

"Kenapa kita nggak pernah bertemu?"

"Memangnya kamu pikir kita lagi ngapain sekarang?"

Aku menggeleng. "Kamu tahu maksudku, Ru. Jangan mengelak. Jawab saja."

Kamu, mengambil selembar tisu lagi. Kamu melumat tisu itu sampai tak berbentuk. Aku tahu, kamu membantai tisu tak berdosa itu hanya karena bingung harus berbuat apa. Papaya float-mu sudah tak bersisa, dan kamu tetap tidak berani menyentuh roti bawang---masih utuh dan sudah dingin!

Aku menunggu, tapi kamu belum bicara apa-apa.

Ah, inginnya aku memusnahkan saja semua orang---dan juga benda-benda!---di ruangan ini. Atau mungkin, aku dan kamu bisa berteleportasi ke pantai, supaya kamu bisa bicara tanpa ragu. Bukankah kita masih berada di alam serbabisa? Penasaran, bagian otak sebelah mana yang bertugas mengatur adegan-adegan dalam mimpi? Aku ingin sekali memanipulasinya!

"Aku rasa," kamu mulai bicara, "kamu seharusnya berhenti menunggu."

Ya, ampun, Ru! Tahu apa kamu soal menunggu? Kamu tidak pernah menunggu, karena kamu tidak pernah mengharapkan kehadiranku. Kamu tidak perlu menunggu, karena kamu punya semua yang kamu butuhkan. Kamu tidak suka menunggu, karena kamu tahu, dan kamu sadar, aku tidak pernah nyata untuk kamu.

"Maafin aku, Moy. Ini semua salah."

Aku mendapati pandanganku penuh dengan warna cokelat muda. Tangan-tanganku nyaris membeku, menggenggam gelas berisi frappe yang dingin. Lalu, ekor mataku menangkap gerakan piring berisi roti bawang menjauh..., mendekat ke arahmu. Dalam beberapa menit saja, delapan potong roti bawang itu lenyap.

"Kamu tahu, Ru? Seharusnya mereka nggak menyebutnya bintang jatuh." Kamu berhenti mengoyak-oyak lembar tisu terakhir. Kamu mulai mendengarkanku. "Bintang nggak pernah jatuh. Bintang cuma bergerak, berpindah tempat. Bintang nggak pernah punya luka gores. Bintang cuma ingin tempat baru untuk... hidup lebih lama lagi. Meskipun dengan bergerak, bintang-bintang itu harus kehilangan sebagian tubuhnya."

Lama sekali kamu cuma bisa diam. Kedua alismu menyatu dengan cara yang berbeda. "Maksud kamu apa, Moy?"

Aku baru akan menjelaskan, tetapi semuanya buyar!

Sial! Ponsel kampret!

"Halo?" Siapa pun yang mendengar suaraku saat itu, pasti mengira aku baru saja menelan puluhan butir obat sakit kepala. Untungnya, kantor masih kosong. Semua orang belum kembali dari rehat makan siang. Namun, suara tawa di seberang malah membuatku ingin menenggelamkan ponselku dalam semangkok bubur basi.

"Tidurmu lucu, Moy."

Lalu, klik!

Bah! Telepon gila itu membuat kedua mataku terbuka sepenuhnya. Aku menyisir ruangan besar tempatku bekerja. Aku tidak menemukan kamu! Lalu, dari mana kamu tahu kalau aku tertidur?

Ponselku berbunyi lagi. Pesan singkat masuk. "Tunggu sebentar lagi, bakal ada yang nganterin sesuatu buat kamu, Moy."

Aku benci teka-teki. Dan, kamu tahu itu! Kuharap, saat aku menemukan kamu, adrenalinku hanya cukup untuk mengoceh, alih-alih menamparmu.

Pintu lift terbuka ketika aku ingin membanting ponselku. Tidak! Bukan kamu yang muncul. Itu Beni, kurir dari ruang resepsionis. Dan dia membawa bungkusan besar. Untukku, katanya, dari kamu.

Aku tidak percaya. Jadi, kugeletakkan saja bungkusan itu dan segera berlari ke lantai satu, berharap kamu masih ada di situ. Namun, seperti biasanya---uhm, yeah---mungkin aku hanya terlambat beberapa detik. Kalau saja aku langsung sadar soal telepon itu, mungkin sekarang aku sudah memenjarakan kamu ke dalam dekapanku.

Aku kembali ke mejaku, duduk diam memandangi bungkusan, yang kata Beni, dari kamu. Aku bisa saja menebak apa isinya, tetapi aku tidak mau. Aku masih menggilai kejutan-kejutan---kalau kamu ingat, Ru. Aku tahu, dari bulir-bulir embun yang menempel pada bungkusan, itu pasti cold frappe, minuman favoritku. Dan, dari aroma yang masuk ke cuping hidungku, aku tahu, delapan potong roti bawang itu siap membahagiakan lambungku. Juga, otakku!

Ah, Ru, sampai kapan kamu akan terus menjadi hantu? Sampai kapan kamu mengandalkan frappe dan roti bawang untuk membuat segalanya menjadi nyata? Harusnya kita bisa sampai di rumah, Ru. Mungkin, kita salah mengambil rute perjalanan. Entah.

Lama-lama, Ru, kamu seolah-olah membiarkan aku menjadi seperti bintang-bintang yang bergerak itu. Kamu tahu, Ru? Bergerak itu tidak semudah kelihatannya. Bergerak, akan membuatku harus kehilangan sebagian dari diriku. Membuatku kehilangan... kamu.

--- moy ---

(Cerpen berjudul Frappe dan Roti Bawang, pernah dimuat di Kompasiana dan blog pribadi.)

Nah, sekarang mari kita simak ketentuan-ketentuan naskah berikut ini:

  • Naskah merupakan karya asli penulis. Bukan hasil jiplakan/saduran/kutipan, baik keseluruhan ataupun sebagian.
  • Satu karya ditulis oleh dua orang dengan pembagian porsi sesuai perjanjian masing-masing (karya kolaborasi). Untuk yang kesulitan mencari pasangan menulis, boleh colek-colek mimin hehe....
  • Naskah berupa cerita pendek (cerpen) dengan panjang 1000-1500 kata, atau cerita mini (cermin) dengan panjang 500-1000 kata.
  • Naskah bertema "Kasih Tak Sampai" dengan genre romance.
  • Naskah diposkan tanggal 5 Desember 2020 melalui akun Kompasiana masing-masing peserta (karena ini kolaborasi, jadi cukup mengeposkan di satu akun, tidak perlu dua-duanya) dan mencantumkan tautan ke kolom komentar pada artikel yang akan diposkan FC pada tanggal berlangsungnya event. Tambahkan label Kasih Tak Sampai FC dan fiksianacommunity pada artikel kalian.
  • Membagikan tautan artikel ke akun sosial media masing-masing peserta disertai tagar #kasihtaksampaiFC dan #fiksianacommunity.
  • Peserta diperbolehkan mengeposkan lebih dari satu karya, tetapi hanya satu judul yang bisa diikutkan penilaian.
  • Penulisan judul berformat [Kasih Tak Sampai] Judul Karya. Contoh: [Kasih Tak Sampai] Frappe dan Roti Bawang.
  • Dua karya terunik berhak mendapat hadiah pulsa atau saldo OVO sebesar Rp 100.000. Karena satu karya ditulis dua orang, jadi masing-masing peserta akan mendapat Rp 50.000. Diumumkan tanggal 12 Desember 2020.
  • Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.

Jadi, tunggu apa lagi? Segera siapkan karya terbaik kalian dan ramaikan dunia literasi dengan kisah-kisah bertema Kasih Tak Sampai.

Salam hangat,

Admin Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Event Komunitas Online Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun