“Dif, liat tuh sapa yang datang?” Emak mengedipkan matanya ke arah seorang wanita berkaca mata yang baru saja turun dari becak tepat di pelataran rumah.
“Haaah?” Mulutku terbuka lebar. Kedua mata tak berkedip melihat wanita berjilbab pink tersebut tersenyum. Tapi tak lama senyumnya hilang, bergantikan tekukan di gurat wajahnya. Ia diam, berdiri dengan mata melotot.
“Mbak Biiiiiii……!!” Seketika ku lempar buah pepaya muda yang sedang kuiris buat sayur nanti sore. Aku berlari tanpa alas kaki. Menyepak dua ekor ayam yang kebetulan juga sedang berkejaran menghalangi lariku.
Ku peluk Mbak Bi. Kencang. Hampir saja ia terjengkang karena kuatnya dorongan pelukan dariku.
“Dasaar Empriiitt, main seruduk aja !! Udah aah peluknya, bawain tas Mbak Nih !” Aku cenggegesan. Diacak-acaknya rambutku, kemudian kami melangkah menemui Emak yang sudah mempersiapkan teh manis dalam menyambut putri cantiknya.
*
Kumandang azan bersahutan dari mushola dan masjid yang ada di sekitar rumah. Kami siap melaksanakan sholat Isya di rumah, “Kita sholat berjamaah yaa Mak, aku pengen diimamin sama adik imoetku ini yang terakhir kalinya. Kan besok-besok si Emprit daah ngga ama kita lagi.” Emak pun menyetujuinya meski aku menolak keras.
Selesai sholat, kami bertiga berkumpul di balai-balai bawah pohon jambu sambil mendengarkan sayup-sayup lantunan lagu Kuch Kuch Ho Ta Hai dari radio tukang nasi goreng yang melintas. Pisang rebus dan tape uli buatan emak plus teh manis hangat terhidang untuk menemani obrolan kami.
“Gimana Bi perjalanannya tadi.?” Tanya emak memulai obrolan.
Mbak Bi yang lagi mangap, kaget mendapat pertanyaan duluan, “Alhamdulillah Mak, menyenangkan.” Jawaban singkat Mbak Bi membuat Emak menatapnya lama.
“Kenapa Bi, menyenangkan kok ngga antusias gitu jawabnya? Anything problem?”
Jiah. Aku nyengir dengar Emak pake bahasa James Bond diakhir pertanyaanya.
“Engga Mak, engga ada apa-apa. Cuma lagi ngebayangin Adikku nih si Emprit, biasanya sehari-hari maenin burung, ngobrol ama Berbie, ngintilin Emak, eeeh terus besok dah pisah punya kehidupan baru. Emang kamu bisa?” Mbak Bi mengangkat daguku yang menunduk menerima pertanyaan itu.
“Pasti bisalah. Anak Emak gitu loh !” Emak menjawab pertanyaan Mbak Bi dengan wajah yang datar. Tak tampak keyakinan di sorot matanya yang selama ini terlihat jika memintaku mencuci atau menimba air dari sumur.
Aku tersenyum mendengar jawaban Emak.
“Bisaaaa dong. Kaan adikku ini super, ngga kalah ama Super Dede. Hehehe..” Mbak Bi coba bercanda mengangkat semangatku.
Aku pun nyengir, “Aku masih inget pesan-pesan Mbak Bi di balai-balai ini waktu keluarga besar kita kumpul.”
Ku sebutkan pesan Mbak Bi secara mantap dan lancar.
"Jaga wanitamu, sayangi dan cintai dengan sungguh-sungguh. Sekarang, esok, sampai kelak kalian menua bersama."
"Jaga kesetiaanmu, jangan pernah tergoda apalagi berpaling pada wanita lain yang hanya akan membawa petaka, kita."
"Hari ini sengsara atau kelak jaya, tetaplah gandeng istrimu yang mendampingi dalam suka duka, Jaga ibadahmu, bimbing istrimu, jangan pernah berbuat atau berkata kasar. Jadilah imam dan panutan bagi istri dan anak anakmu."
Belum selesai aku melanjutkan, Mbak Bi memeluk. Air matanya mengalir deras. Dalam pelukannya, ku lanjutkan pesannya yang terakhir, "Dan satu yang penting, tetap sayang dan cinta pada Emak, ya Diff. Siapa lagi yang bisa membahagiakan beliau selain kita berdua. Ingat selalu perjuangan Emak. Surga kita ada di telapak kaki Emak, jangan pernah sakiti hati Emak!".
Kulihat Emak menitikkan air matanya.
“Dan pesan-pesan ini akan jadi semangatku untuk melangkah ke depannya mbak. Insya Allah aku bisa.” Ku lepaskan pelukan Mbak Bi dan berpindah memeluk Emak.
“Emak mah cuma bisa berdoa buat kamu, moga sehat, berkah rezeki, langgeng dan paling penting bahagia selalu.” Emak mengecup keningku.
Mbak Bi ikut berpelukan. Memeluk hangat dua orang yang di sayanginya.
“Tapi Mbak, aku besok bawa si Emprit dan Berbie yaaaa. Ngga mau aku tinggal di sini, ntar ngga ada yang ngurusin mereka berdua.” Ucapku sambil melepas pelukan.
“Haaaaah? Daaaaasssaaarrr Empriiiiitttttt !!!!!” Mbak Bi mencubit pinggangku. Emak tertawa melihat tingkah polah kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H