"Yaa Allah yaa Rabbii.. Ngapain kamu ke sini sendiri?" Mbak Bi geleng-geleng sambil meremas-remas kepalanya.
"Ini mbak, semenjak mbak pergi seminggu lalu, semuanya berubah di rumah. Ngga ada yang nemenin aku belajar, ngga ada yang dongengin aku sebelum tidur, ngga ada yang bikinin cap cay jengkol, semuanya berubah..!" Tetes air mata kembali keluar. Mbak Bi pun kembali memeluk Didi.
"Bahkan yang paling parah mbak, burungku si 'Imprit' dia tak lagi mau bersuara. Ngga ada lagi kicaunya bangunin aku untuk nimba sumur pagi- pagi. Ngga ada lagi nyanyi riangnya seperti dulu waktu ada mbak Bi. Bahkan tadi pagi sebelum aku berangkat, 'Imprit' cuma bisa bengong dan mulai ogah-ogahan makan. Kasihan 'Imprit' mbak.. hiks hiks hiks" tetes air mata semakin deras. Mbak Bi semakin hangat memeluk.
"Yaudah sekarang kita ke apartemen aja dulu. Kamu capek kan belum istirahat? Nanti kita lanjutin lagi ceritanya."
"Iyaaa mbak.."
Sambil bergandengan tangan, mereka pun meninggalkan Victory Park menuju tempat peristirahatan. Sambil melangkah, Didi pun memandang indahnya langit siang di negeri Hongkong, tak lama muncul wajah Emak di langit sambil senyum merekah memperlihatkan giginya yang mulai hilang lalu mengacungkan jempol.
Didi pun tersenyum dan mengangguk
Â
#Salam hormat dan ta'dzim wat mas Sarwo atas segala ide, tantangan juga bimbingannya..
#Tuk mbak Biyanca di ujung sana, makasih untuk inspirasinya.. hehehehehhhhhe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H