“Ngga apa-apa, bawa ini Gita. Jangan pikirkan untuk Ibu. “
“Tidak Ibu, Gita tidak mau. Biarlah Gita cari sendiri. Ini untuk modal Ibu saja. Kalau Gita pakai, bagaimana dengan nasib jualan Ibu?”
“Kamu bicara apa Gita? Jangan bicara seperti itu?, sudah pakai saja ini”
Aku menangis. Tak tahan melihat wajah baik Ibu. Sungguh aku tak berani membayangkan bagaimana jika uangnya aku pakai, bagaimana dengan jualan Ibu ? karena ini adalah modal satu-satunya. Ibu paling tidak suka kalau meminjam dari orang lain.
Baginya, selagi kita mampu untuk menghasilkan sendiri, jangan pernah minta bantuan orang lain. Pelajaran moral ini yang sekarang aku sedang dilaksanakan, tapi Ibu tidak menyetujuinya. Baginya, aku belum saatnya mencari uang sendiri di masa sekolah ini. Biar Ibu yang mencari sendiri.
Tetap saja kutepis uang pemberian Ibu. Bagiku, pekerjaan yang sudah kulakukan selama dua minggu ini, sedikit membantu untuk tambahan pembayaran uang ujian akhir. Sisanya aku akan cari lagi. Aku menjelaskannya kepada Ibu.
Kini giliran Ibu yang kulihat menangis. Ia kaget dan bingung, kenapa aku bisa melakukan hal itu tanpa memberitahukannya, mungkin itu pertanyaan yang ada di benak Ibu. Aku mencoba mengira-ngira. Sebab Ibu tak banyak bicara setelah mendengar penjelasanku tadi selain menangis.
Aku jadi tak enak hati. Kudekati Ibu dengan mencoba menghiburya.
“Ibu ngga usah khawatir, Gita bisa kok mengerjakan ini semua”
Ibu tetap diam. Ia hanya sesunggukan menahan tangis.
“Kan Ibu pernah bilang sama Gita:”Kalau kita harus mengerjakan sendiri pekerjaan yang bisa kita lakukan tanpa minta pertolongan orang lain”. Gita kan sudah besar, iya kan Ibu?”
Ia mengangguk.
“Cuma Gita minta maaf, karena sekarang tidak bisa menjaga Noni dan Nana full seperti dulu lagi setelah pulang sekolah.”