Jam menunjukkan pukul 02:00 pagi, dan tepat saat itu juga telepon Arif berbunyi, "kring...kring...kring..." Suara telepon itu terdengar nyaring dari sudut meja kerja Arif.
"Detektif Arif, di sini," kata Arif sambil menempelkan gagang telepon ke telinganya.
"Ini dokter Ahmad, Detektif Arif," terdengar suara dokter Ahmad, kepala forensik yang menangani kasus ini, dari seberang telepon.
"Ada perkembangan, Dokter?" saut Arif.
"Benar, Detektif. Kami menemukan zat striknina dalam tubuh korban," ucap dokter Ahmad.
"Jelaskan, Dok!" pinta Arif sambil tangannya mencari secarik kertas dan bolpoin untuk mencatat.
"Tubuh korban, setelah uji laboratorium, mengandung striknina. Striknina merupakan racun yang dapat meningkatkan kontraksi otot secara drastis. Striknina menghambat reseptor glisin di sistem saraf pusat, menyebabkan otot-otot tegang dan kaku. Penggunaan racun ini dapat memicu kematian dalam kondisi kekakuan dan mempercepat rigor mortis setelah kematian," ucap dokter Ahmad.
"Ok, lanjutkan, Dok!" perintah Arif.
"Striknina, zat yang berasal dari biji pohon Strychnos nux-vomica, umumnya ditemukan di Asia Tenggara dan India. Zat ini memiliki efek toxic yang luar biasa kuat dan dikenal luas sebagai racun saraf. Saat zat ini masuk ke dalam tubuh, ia segera menunjukkan sifatnya yang kejam dengan mengganggu sistem saraf pusat secara langsung.
 Proses yang dilaluinya amat spesifik; striknina dengan cepat menghambat reseptor glisin di otak dan sumsum tulang belakang, merusak salah satu sistem pengatur paling penting dalam tubuh, kemungkinan Adrenalin yang tinggi disebabkan oleh zat ini jg Detektif Arif.
Dalam keadaan normal, glisin memainkan peran penting dengan meredam aktivitas neuron yang berlebihan. Reseptor glisin ini bertindak semacam 'rem' bagi sistem saraf, mengontrol agar aktivitas saraf tidak berlebihan sehingga kontraksi otot tetap seimbang dan sesuai kebutuhan.Â