Mohon tunggu...
fikri syah
fikri syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menari Dengan Literasi

Pemerhati Ekonomi, Penulis, Penikmat Makanan Lezat dan Pembelajar Ilmu Pemberdayaan Diri. Mantan Pegawai Bank dan Finance. Saat ini sedang menuntut ilmu di Program Studi Ekonomi Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Menyukai seni musik dan sulap, khusus untuk sulap saya menyukai ilusi dan kecepatan tangan. Menulis bagi saya untuk meningkatkan sebuah kesadaran dalam berkehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Astral Projection

20 September 2024   15:42 Diperbarui: 20 September 2024   15:46 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nahas! Kuntilanak itu menatapku sambil masih memeluk adikku, dan yang tadinya menangis, tiba-tiba tertawa dengan lengkingan yang sangat keras. Ketakutanku semakin menjadi-jadi. Kupejamkan mataku, berharap ini hanya ilusi, namun suara tawa kuntilanak itu semakin keras. "Hihihii... hihihiiii..."

Tiba-tiba suara itu menghilang dan ruangan menjadi sunyi. Kuberanikan diri membuka mata, dan benar saja, kuntilanak itu sudah tidak ada di dekat adikku. Rasanya lega dan plong. Aku yang berpikir semuanya sudah baik-baik saja, mencoba menutup pintu kamar adikku. Sial! Ternyata kuntilanak itu ada di balik pintu yang sedang aku tutup.

Kuntilanak itu tidak menangis atau tertawa. Dia hanya melototiku tajam, dan tiba-tiba berbicara, "Sekarang giliranmu." Kuntilanak itu langsung menyergap dan memelukku dengan erat. Ketakutan yang hebat membuatku tak bisa berbuat apa-apa. Ayat-ayat suci yang aku ucapkan sepertinya tidak berpengaruh terhadapnya.

Dekapannya semakin erat dan kuat, membuatku sulit bernapas. Kupasrahkan saja hidup ini di pelukan kuntilanak tersebut. Benar saja, aku tak kuat menahan dekapannya yang membuatku sesak. Dengan sekuat tenaga, aku berteriak sekencang mungkin, namun tak ada yang mendengar.

Dan ternyata, aku masih tertidur dan tak pernah beranjak dari tidurku. Aku pikir dari tadi aku sudah bangun untuk pergi ke dapur dan minum air, tapi ternyata semuanya hanya mimpi.

Keesokan paginya, saat kami sedang sarapan, tiba-tiba adikku bertanya kepada ibu, "Mah, adek tadi malam kayak ada yang meluk tidurnya terus sambil nangis, itu Mamah, bukan?" Pikiranku langsung kacau balau. Apa yang sebenarnya terjadi? Semalam itu mimpi atau nyata? Aku terdiam mendengar cerita adikku, sambil menatap sarapanku dengan penuh ketakutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun