Di pojok ruangan yang gelap gulita, aku sedang menatap seseorang yang sedang tertidur lelap. Ruangan ini tidak asing bagiku, namun siapa yang sedang aku tatap ini? Ruangan yang hanya diterangi sedikit cahaya membuat penglihatanku kabur. Rasa penasaran ini membuatku semakin ingin mengetahui siapa yang sedang tertidur di atas ranjang tersebut.
Dengan langkah yang pelan dan penuh kehati-hatian, kakiku melangkah mendekatkan diri ke arah tempat tidur yang ada di depanku. "Krekk, krekk," bunyi langkah kakiku terdengar di tengah kesunyian malam. Semakin aku mendekat, semakin aku mengenali siapa orang yang sedang tertidur di ranjang itu.
Sekarang aku tepat di samping orang yang sedang tertidur pulas itu, namun cahaya di ruangan itu belum cukup memberikan penjelasan siapa orang yang sedang aku tatap ini. Aku lalu membungkukkan badanku ke arah mukanya agar terlihat jelas raut wajahnya.
Sungguh mengejutkan, ternyata orang yang sedang aku tatap ini adalah diriku sendiri! Sontak ini membuatku sangat terkejut. Memang kejadian ini bukan yang pertama, namun tetap saja ini membuatku merinding saat mengalaminya lagi.
Dengan napas yang ngos-ngosan karena ketakutan, aku mencoba untuk memasuki tubuhku agar kembali menyatu dengannya. Susah payah aku memasukinya, lalu tiba-tiba dunia menjadi gelap gulita. Tak lama kemudian, aku merasa sudah berada di dalam tubuhku kembali. Segera aku mencoba membangunkan tubuhku, namun sedikit sulit untuk digerakkan. "Mungkin tubuhku belum 100% menyatu," ucapku dalam hati.
Begitu terbangun dari mimpi buruk ini, aku segera membaca ayat suci Al-Qur'an untuk menenangkan pikiranku. Keringat bercucuran dari wajahku, menghantam selimut yang sedang aku dekap. Aku pun bergegas menuju dapur untuk mengambil air minum.
Aneh! Sangat sunyi sekali, bahkan suara cicak yang biasa terdengar setiap malam sirna begitu saja. Namun pikiranku belum mencerna apa yang sedang terjadi. Langkah kakiku terasa sangat berat untuk menuju dapur, yang hanya berjarak lima meter dari pintu kamarku.
Sebelum menuju kulkas di dapur, aku mencoba untuk mengecek kamar adikku terlebih dahulu, dan ternyata dia sedang tertidur pulas. Aku melanjutkan langkahku menuju kulkas yang berisi air dingin. Sesampainya di depan kulkas, aku membukanya dan langsung mengambil air putih dingin dari botol plastik.
"Glek, glek, glek," suara air mengalir melalui tenggorokanku. Terasa sangat menyegarkan dan nikmat. Namun di tengah-tengah saat sedang minum, terdengar suara tangisan dari arah kamar adikku. "Hikss... hikss..." suara itu terdengar semakin keras. Dalam pikiranku, "Apakah adikku terbangun? Tapi kenapa dia menangis?"
Segera aku mengecek kamar adikku. Aku pegang gagang pintunya dan membukanya pelan-pelan agar tidak mengganggunya. Tak kusangka, suara itu berasal dari kuntilanak yang sedang memeluk adikku erat sambil mengelus-elus kepalanya yang sedang tertidur. Aku kaku, tak bisa menggerakkan anggota tubuhku. Ingin teriak, namun mulutku seperti terkunci.
Nahas! Kuntilanak itu menatapku sambil masih memeluk adikku, dan yang tadinya menangis, tiba-tiba tertawa dengan lengkingan yang sangat keras. Ketakutanku semakin menjadi-jadi. Kupejamkan mataku, berharap ini hanya ilusi, namun suara tawa kuntilanak itu semakin keras. "Hihihii... hihihiiii..."
Tiba-tiba suara itu menghilang dan ruangan menjadi sunyi. Kuberanikan diri membuka mata, dan benar saja, kuntilanak itu sudah tidak ada di dekat adikku. Rasanya lega dan plong. Aku yang berpikir semuanya sudah baik-baik saja, mencoba menutup pintu kamar adikku. Sial! Ternyata kuntilanak itu ada di balik pintu yang sedang aku tutup.
Kuntilanak itu tidak menangis atau tertawa. Dia hanya melototiku tajam, dan tiba-tiba berbicara, "Sekarang giliranmu." Kuntilanak itu langsung menyergap dan memelukku dengan erat. Ketakutan yang hebat membuatku tak bisa berbuat apa-apa. Ayat-ayat suci yang aku ucapkan sepertinya tidak berpengaruh terhadapnya.
Dekapannya semakin erat dan kuat, membuatku sulit bernapas. Kupasrahkan saja hidup ini di pelukan kuntilanak tersebut. Benar saja, aku tak kuat menahan dekapannya yang membuatku sesak. Dengan sekuat tenaga, aku berteriak sekencang mungkin, namun tak ada yang mendengar.
Dan ternyata, aku masih tertidur dan tak pernah beranjak dari tidurku. Aku pikir dari tadi aku sudah bangun untuk pergi ke dapur dan minum air, tapi ternyata semuanya hanya mimpi.
Keesokan paginya, saat kami sedang sarapan, tiba-tiba adikku bertanya kepada ibu, "Mah, adek tadi malam kayak ada yang meluk tidurnya terus sambil nangis, itu Mamah, bukan?" Pikiranku langsung kacau balau. Apa yang sebenarnya terjadi? Semalam itu mimpi atau nyata? Aku terdiam mendengar cerita adikku, sambil menatap sarapanku dengan penuh ketakutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H