Pagi itu, ketika matahari baru saja bangkit dari tidurnya, Memet duduk termenung di sudut teras rumahnya sambil curhat di live Instagram. Burung-burung berkicau riang, kontras dengan pikirannya yang kusut. Di antara desahan angin pagi dan suara kendaraan yang mulai menggeliat, Memet terjebak dalam pusaran kegalauan. Pikirannya melayang ke Mawar, sang pujaan hatinya, yang masih belum yakin untuk menerima cintanya.
Jeki, teman karib Memet, tiba-tiba muncul dari belakang sambil menepuk pundaknya. "Kenapa, Lu, Met? Pagi-pagi udah ngelamun aja! Dunia belum kiamat, kan?" tanya Jeki, memecah kesunyian pagi itu.
"Ah, gue lagi galau, Jek," jawab Memet dengan nada berat, seolah dunia di pundaknya.
"Kenapa lagi, Lu?"
Memet menghela napas panjang, seakan mencoba melepaskan semua beban dari dadanya. "Gue pusing. Cinta gue terhalang oleh perbedaan keyakinan yang berat."
Jeki mengerutkan kening, penasaran. "Wah! Rumit tuh, Met. Harus didiskusikan matang-matang, tuh, antara dua belah pihak kalau masalah keyakinan."
"Iya, Jek, memang berat persoalannya. Padahal gue cinta banget sama Mawar."
Jeki berusaha memahami. "Emang cewek Lu agamanya apa, Met?"
"Islam, Jek."
Jeki melongo, berusaha mencerna informasi itu. "Lah, sama, kan, sama Lu! Emang Lu udah pindah agama, Met?"
Memet tertawa kecil, meski sedikit getir. "Ya enggak lah, Jek! Gue Islam tulen."
Jeki menatap Memet dengan bingung. "Lah, terus kenapa Lu bilang beda keyakinan kalau sama-sama Islam?"
Memet menarik napas dalam-dalam, bersiap mengungkapkan rahasia terbesar dalam hidupnya. "Iya, beda keyakinan, Jek. Gua yakin kalau gua itu ganteng dari lahir, tapi Mawar masih aja enggak yakin kalo gue ini ganteng!"
Jeki terdiam sesaat, lalu tertawa terbahak-bahak. "Si daglog! Oplas sono biar kayak Kim Jong Un. Mubazir, nih, telinga gue dengerin curhatan Lu, Met."
Memet hanya bisa menahan diri mendengarkan olokan Jeki, meski di dalam hatinya, dia berharap Jeki bisa lebih memahami betapa berat bebannya. Tapi justru saat itu, dalam kekesalan dan keputusasaannya, sebuah ide gila muncul di benaknya.
Tak lama setelah percakapan mereka di lihat oleh banyak nitizen, cerita Memet tiba-tiba menjadi viral di media sosial. Sebuah cerita lucu tentang seorang pemuda yang ingin membuktikan ketampanannya dengan cara yang paling ekstrim: operasi plastik di Korea Utara. Tentu saja, ini bukan keputusan yang benar-benar serius, tapi entah bagaimana, netizen dengan cepat membagikan cerita ini.
Di lain hari, ketika Jeki sedang nongkrong di warung kopi favoritnya, seorang teman mendekatinya, Jalal namanya'. "Hei, Jek! Dengar-dengar, si Memet beneran ke Korea Utara buat oplas, ya? Pake rudal nuklir lagi!" ucap Jalal sambil tertawa.
Jeki menggeleng-gelengkan kepala, setengah tertawa dan setengah tidak percaya dengan rumor yang berkembang. "Gila, ya, orang-orang zaman sekarang. Bercandaan jadi serius."
Namun, rumor itu terus bergulir dan semakin menggelitik dunia maya. Orang-orang mulai berimajinasi tentang Memet yang bertransformasi menjadi sosok tampan nan melegenda, bahkan melebihi Kim Jong Un ketampanannya. Beberapa meme yang menggambarkan Memet berpose dengan gaya ala Korea lengkap dengan potongan rambut belah Tengah layaknya nabi Musa membelah lautan beredar luas.
Sementara itu, Memet yang sebenarnya tak pernah menuju korea utara, duduk termenung di kafe, berusaha mencerna betapa cepatnya dunia bisa mengubah cerita sederhana menjadi legenda urban. Dia tertawa kecil melihat dirinya di meme yang viral itu, dengan judul "Kim Jong Met". Di sudut lain, Jeki memandang temannya dengan geli.
"Met, gue nggak nyangka bakal jadi begini," kata Jeki sambil menyodorkan kopi hangat ke arah Memet.
"Ya, hidup memang kadang aneh, Jek. Tapi dari semua ini, gue sadar satu hal."
"Apa tuh, Met?"
Memet menatap jauh ke depan, dengan senyum di bibirnya. "Kalau kita nggak butuh oplas atau pengakuan orang lain untuk merasa ganteng. Yang penting kita yakin sama diri kita sendiri. Lagian, ganteng kan relatif, bukan absolut." Ucap memet dengan nada bijak ala-ala motivator.
Jeki tertawa kecil sambil mengangguk setuju. "Akhirnya ada juga pelajaran hidup dari cerita daglog ini."
"Dari dulu beginilah Cinta, penderitaanya tiada akhir," sambung memet yang masih kesurupan motivator.
"Waduh, kenapa jadi Cut Pat Kai," kata jeki sambil tertawa.
Mereka berdua tertawa, mengangkat cangkir kopi, dan bersulang untuk semua kekonyolan dan pelajaran yang bisa diambil dari kehidupan. Karena, pada akhirnya, hidup adalah tentang bagaimana kita menerima dan menertawakan diri sendiri, bahkan ketika seluruh dunia tampaknya kehilangan akal sehatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H