Pagi itu, ketika matahari baru saja bangkit dari tidurnya, Memet duduk termenung di sudut teras rumahnya sambil curhat di live Instagram. Burung-burung berkicau riang, kontras dengan pikirannya yang kusut. Di antara desahan angin pagi dan suara kendaraan yang mulai menggeliat, Memet terjebak dalam pusaran kegalauan. Pikirannya melayang ke Mawar, sang pujaan hatinya, yang masih belum yakin untuk menerima cintanya.
Jeki, teman karib Memet, tiba-tiba muncul dari belakang sambil menepuk pundaknya. "Kenapa, Lu, Met? Pagi-pagi udah ngelamun aja! Dunia belum kiamat, kan?" tanya Jeki, memecah kesunyian pagi itu.
"Ah, gue lagi galau, Jek," jawab Memet dengan nada berat, seolah dunia di pundaknya.
"Kenapa lagi, Lu?"
Memet menghela napas panjang, seakan mencoba melepaskan semua beban dari dadanya. "Gue pusing. Cinta gue terhalang oleh perbedaan keyakinan yang berat."
Jeki mengerutkan kening, penasaran. "Wah! Rumit tuh, Met. Harus didiskusikan matang-matang, tuh, antara dua belah pihak kalau masalah keyakinan."
"Iya, Jek, memang berat persoalannya. Padahal gue cinta banget sama Mawar."
Jeki berusaha memahami. "Emang cewek Lu agamanya apa, Met?"
"Islam, Jek."
Jeki melongo, berusaha mencerna informasi itu. "Lah, sama, kan, sama Lu! Emang Lu udah pindah agama, Met?"