Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masihkah Kompasiana Tempatnya Sharing dan Connecting?

20 Mei 2016   15:17 Diperbarui: 20 Mei 2016   15:22 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh : Fikri Jamil Lubay

kalau saling bersahut-sahutan, yang di-bully dengan yang membalas bully-an,

ya... sama saja tidak ada bedanya

Membaca kejadian “luar binasa” di “media rakyat” yang bernama kompasiana terutama tiga hari terakhir mengingatkan penulis dengan suatu komentar terhadap penulis pada saat penulis membuat sebuah tulisan di Kompasiana berjudul “Sebulan di Kompasiana”. Salah satu kompasianer sempat berkomentar “...vote & comment-nya sedikit... kompasiana kan tempatnya sharing dan connecting...”.

Menjawab itu, saya pun berkomentar  “Urusan saya menulis saja, urusan vote dan comment biar menjadi urusan penulis lain saja lah...”. Teman saya salah satu kompasianer dan menjadi pengajar di sebuah perguruan tinggi negeri kemudian mengingatkan agar “tulisan yang kita sampaikan dibagi dengan pembaca, sayang kalau tidak dibagikan dengan mereka”. Saya juga cuma menjawab “terima kasih atas masukannya”.

Waktu pertama kali menjadi kompasiener (4 Januari 2016), saya cuma menargetkan untuk menulis saja dan kalau pun bisa tulisan itu dibaca oleh 10 orang saja pembaca (viewer), tapi benar-benar orang yang mau membaca tulisan saya. Tidak pernah berfikir dan mengharap lebih. Walaupun kesininya, alhamdulillah banyak juga yang mampir ke lapak saya yang masih amatiran dalam membuat sebuah tulisan (di profile sudah saya tulis...”saya sedang belajar menulis dan membaca), bahkan beberapa tulisan saya, alhamdulillah ada yang diatas 1.000 pembaca (viewer),dan untuk ukuran saya, ya... cukup lah..,wong sayanya tidak melakukan promosi apa-apa.

Maksud penulis pertama kali bergabung di kompasiana juga adalah agar penulis punya media belajar,  sekali lagi belajar dengan mereka yang menamakan dirinya para mbah, suhu, Pak De, Senior atau siapa saja yang telah lebih dulu bergabung di Kompasiana.

Disamping itu, kami yang berasal dari daerah yang tidak terpencil-terpencil amat ini memiliki sebuah wadah (media) atau sarana untuk menyampaikan informasi tentang apa yang terjadi didaerah kami. Alhamdulillah setiap membuat artikel tentang daerah (terkhusus Kota Prabumulih) hampir selalu menjadi “pilihan”. Bahkan beberapa tulisan tentang Kota Prabumulih menjadi “headline” di Kompasiana.

Saya membaca dengan baik rule of the game-nya dengan seksama (serius gitu loch...!), walaupun terkadang (tidak sering-sering) masih kepleset juga. Seperti kemarin di-sms-i oleh kompasiana karena “katanya” tidak mencantumkan sumber atas sebuah gambar yang saya tampilkan ketika menulis “Belajar Bernegara pada Golkar”... ya sudah diterima saja. Anggap saja saya yang keliru. Ndak perlu dipikir amat (“wong Amat saja tidak pernah mikir...”).

***

Namun, akhir-akhir ini terjadi fakta-fakta lain... (seminggu terakhir-lah) sepertinya terjadi gesekan antar kompasianer.  Dan, sepertinya bukan “gesekan biasa” lagi. Para kompasianer saling serang, saling memojokkan yang berujung saling hujat, saling hasat dan saling hasut...(saya tidak mau menyebutkan siapa, main saja ke lapak-lapaknya...!!!).  

Hanya karena “onta dan babi” terjadi lah “perkelahian”. Gegara “Ahok Non Ahok”, terjadilah perdebatan tanpa batas (kelewat batas) dan sudah barang tentu melewati batas-batas pergaulan yang tidak lagi menyisakan gaya menulis berbudaya, santun..., berfakta dan berteori...

Kalau sudah begini,  pertanyaannya adalah  apakah media rakyat bernama “kompasiana” sudah bergeser mind-set menjadi “media hater”...?.  

Sehingga membiasakan diri kepada para penulis, “komentator” dan “voter” untuk “patuh” pada norma-norma negatif (kok negatif ada norma-nya...?). Artinya sudah tidak ada lagi dan tidak patuh lagi pada rule of the game-nya Kompasiana.

Kasian kepada para penulis yang sebegitu serius menyalurkan bakatnya. Mereka seperti diundang dan  harus,  baik sengaja maupun tidak untuk ter/di-sharing dan ter/di-connecting kepada perilaku para “haters”.

Mereka banyak yang menjadi penonton atau bahkan sebagian dari mereka yang “serius” itu telah ikut berubah pula menjadi pelaku alias hater itu sendiri (tanyakan dengan mereka yang memiliki “verifikasi biru”). Dan, alhamdulillah saya sampai hari ini belum juga diverifikasi atau dicentang oleh Kompasiana. Nggak apa-apa juga walaupun saya tidak tahu penyebabnya. Tidak perlu marah, apalagi sampai stop menulis di kompasiana... jangan lah...!

***

Saya pernah mengalami di bully habis-habisan ketika menulis di kompasiana “Ahok, Bir dan Pembunuh Yuyun”. Banyak komentar yang tajam, mendiskreditkan, menyudutkan bahkan terkesan tidak “terdidik”.

Namun tidak satu pun komentar mereka yang begitu tajam  nan menyesakkan yang saya hapus dari lapak saya. Saya cuma tertawa (hic..hic...) saja sambil nyengir.  Saat saya buka lapak mereka yang mem-bully ternyata isinya tidak sebaik dan sebermutu dugaan saya sesuai dengan comment yang mereka buat.

Terus kalau sudah begitu, kenapa harus dibalas dengan bully juga...? karena kalau saling sahut-sahutan yang di-bully dengan yang membalas bully-an, ya... sama saja tidak ada bedanya alias “setali tiga duit”.

Di pagi hari paska membuat tulisan “Ahok, Bir dan Pembunuh Yuyun”, akhirnya saya kemukakan “tujuh pointers” untuk menjelaskan kepada para pem-bully di tulisan itu dan sepertinya mereka semua sudah lelah dan tertidur pulas. Kenyataannya, sampai hari ini tidak ada lagi yang datang, mampir untuk sekedar kemudian menjelaskan dan menjawab hasil bully-annya terhadap ketujuh pointers yang saya sampaikan.

****

Berkaca dari itu apakah tidak sebaiknya para Kompasianer kembali saja ke-khittah-nya,  menulis saja. Tidak perlu saling mencaci maki, saling membenci, saling mengumpat dan saling menghujat... atau malah lebih parah lagi saling mendendam.

Kalau terus begitu, maka tidak ada pembelajaran positif yang dapat dipetik, karena saya fikir kompasiana yang ter-share dan ter-connecting dan memiliki sel dengan kompas.com pastilah bukan media haterataupencetak para buliyer. Dan, saya juga fikir kompasiana juga tidak mau dianggap demikian atau ikut ambil bagian dalam proses penciptaannya.

Saya juga berterima kasih sekali dapat menulis di Kompasiana, banyak pesan yang bisa disampaikan. Saya pun bisa ketemu kembali dengan banyak rekan yang telah lama tidak ketemu terutama komunitas para penulis materi-materi tentang kesehatan.

***

Itu lah sedikit “pandangan” dari saya yang “tidak terpandang”. Jadi kalau pun ada kata yang menyinggung, maafkan lah saya karena saya baru belajar menulis dan membaca. Ini saya buat karena rasa cinta dengan kompasiana sebagai “media rakyat” dan demi masa depan kompasiana.

Kalau tidak mau memandang tulisan ini, ya.. abaikan saja... kalau pun tidak suka ya... tidak apa-apa.

Semoga bermanfaat

Salam

*Fikrijamillubay di Prabumulih, 2016*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun