Cukup lama Hina menangis hingga kembali tenang seperti semula. Dia mengusap wajahnya yang basah oleh air mata lalu memaksakan senyumnya untuk saya. Pandangan kami beradu untuk beberapa detik. Wangi parfum di tubuhnya masih melekat kuat hingga sekarang. Untuk sesaat saya tergoda, apa lagi ketika netra kurang ajar saya menatap bibir milik gadis itu yang terlihat menggoda. Tidak, saya tidak ingin menjadi lelaki yang seperti itu.
Kei.., panggil Hina pelan. Gadis itu tak urung jua berpaling dari pandangan saya. She malah mendekat menggugah iman yang berusaha saya pertahankan.
Perlahan saya pun melakukan hal yang sama, mendekati wajahnya dan mencium wangi parfumnya yang menggoda. Mata saya dengan kurang ajarnya malah menilik pada leher jenjang milik gadis itu. Ketika bibir saya hampir menyentuhnya, Hina menjauh. Gadis itu menggeleng putus asa.
"Maaf Kei, saya tidak bisa," balasnya menjauhi saya dan segera beranjak. "Lebih baik kamu pulang. Maafkan saya," katanya lagi membuat saya terpaku. Apakah saya kecewa? Tapi kenapa? Apakah saya sudah jatuh cinta pada gadis pecinta kopi ini?
"Kalau begitu saya pamit. Maaf jika saya merepotkanmu."
Dengan perasaan hampa, saya membuka pintu apartemen dan tak lupa mengambil coat saya yang tergantung di stand hanger kayu tersebut. "Saya pulang," lirih saya pelan.
Sejak malam itu, saya dan Hina jarang bertemu. Gadis itu tak lagi saya lihat di tempat pertama kami berbincang, dan kami tidak bertemu lagi di hari senin dan kamis pagi jam delapan. Apakah saya kecewa? Tentu saja. Kata Jenny, Hina hanya butuh waktu dan saya harus menghargai keputusannya. Wejangan Daska pula yang mengatakan bahwa saya harus bersabar, jangan terburu-buru. Jika memang jodoh, maka tak akan ke mana.
Apakah memang begitu?
pintu lift baru saja terbuka dan saya kaget mendapati Hina ada di dalam. Gadis itu menatap saya dari atas hingga bawah. Lantas tersenyum setelahnya.
"Sudah lama saya tidak melihat kamu," katanya tersenyum simpul.
Hina mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan menyerahkannya pada saya. Itu surat undangan pernikahan. Nama Hina dan Yuuji tertera di sana.