Mohon tunggu...
Fikri alfarabi
Fikri alfarabi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Pengen jadi novelis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

What Am I

12 Desember 2022   10:04 Diperbarui: 12 Desember 2022   10:28 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saya tidak tahu bagaimana caranya melampiaskan rasa bahagia yang berapi-api dari lubuk hati saya. Rasanya ingin berteriak. Lamun, saya malu pada kamu, nanti kamu ilfeel dan mengatakan bahwa saya sangat norak. Perlahan saya merutuki diri sendiri yang pernah berkata kalau teman saya bernama Jenny sangat lebay begitu lamarannya diterima oleh pujaan hatinya. Ternyata saya tidak jauh berbeda dengannya. Memang, manusia itu baru mengerti setelah merasakannya sendiri. Jika saya cerita pada Jenner, dia pasti menertawai saya habis-habisan.

Malam ini ditemani taburan bintang dan angin malam, hati saya berbunga-bunga. Apa lagi ketika langkah kita beriringan untuk pulang.

Tepat sebulan setelah malam itu, kita lebih sering bertemu. Menghabiskan banyak waktu berdua dan kadang kala membuka obrolan tidak penting, atau hanya sekadar mengirimi sumpah serapah pada dunia. Waktu yang saya habiskan bersamamu rasanya kian cepat, dan saya jadi kesal dibuatnya. Jatuh cinta itu ternyata semenyenangkan ini rasanya.

"Kei, malam ini ingin makan malam di mana?" tanya kamu ketika tanpa sengaja kita bertemu di lorong apartemen yang sudah ramai dilalui oleh orang-orang.

"Kamu inginnya makan apa? Kalau ditanya begini saya suka bingung." Saya menggaruk tengkuk yang sebenarnya tidak gatal. Bingung harus bereaksi bagaimana.

"Makan di apartemen saya bagaimana? Kemarin saya sudah beli bahan makanannya. Kamu belum pernah, kan, rasain masakan saya? Kata ibu masakan saya enak."

"Mau saja jika tidak merepotkan." Saya menjawab seakan menolak, padahal aslinya saya sangat senang. Belum pernah sebelumnya saya merasakan masakan perempuan mana pun selain buatan ibunda tercinta tentu saja.

"Tidak repot, kok. Kalau gitu nanti malam ke apartemen saya aja, ya?"

Saya mengangguk hingga akhirnya kita berpisah lantaran berada di tempat kerja yang berbeda. Rasanya ingin resign di tempat saya sekarang dan menyusul kamu di sana.

"Malam, Kei," sapa Hina begitu saya hendak memasuki pintu utama apartemen. Saya kaget bertemu dengan dia di sini. Saya pikir dia sudah pulang sedari tadi.

"Ayo langsung ke apartemen saya," katanya membuat saya bertambah malu. Setelah saya menceritakan ini pada Jenny dan juga Daska, mereka malah membuat pikiran saya ke mana-mana, padahal ini hanya undangan makan malam dari Hina. Tidak lebih dari itu, kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun