Dalam memahami permasalaha  kurangnya sopan santun pada anak usia dini, beberapa teori psikologi dan pendidikan dapat diterapkan. Salah satunya adalah Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura, yang menyatakan bahwa individu belajar melalui observasi dan peniruan perilaku orang lain. Jika anak-anak melihat orang dewasa di sekitar mereka berperilaku kasar atau tidak sopan, mereka akan cenderung meniru perilaku tersebut.
Selain itu, Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg: juga relevan untuk dibahas. Kohlberg mengatakan  bahwa perkembangan moral seseorang berlangsung melalui beberapa tahap.Â
Anak-anak usia dini berada pada tahap pra-konvensional, di mana mereka lebih fokus pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka. Jika mereka tidak melihat nilai positif dari sopan santun---misalnya, jika mereka tidak mendapatkan pujian atau imbalan---mereka mungkin akan mengabaikan pentingnya sikap tersebut.
Dalam konteks agama, banyak ajaran agama menekankan pentingnya etika dan moralitas dalam berinteraksi dengan sesama. Misalnya, ajaran Islam mengajarkan adab dan akhlak yang baik sebagai bagian dari iman. Namun, jika anak-anak tidak mendapatkan pendidikan agama yang memadai atau tidak melihat penerapan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka pemahaman mereka tentang sopan santun bisa terdistorsi.
Integrasi Teori dengan Nilai-Nilai Islam: Teori Kohlberg dapat diintegrasikan dengan ajaran Islam, di mana tahap-tahap perkembangan moralnya sejalan dengan pembelajaran nilai-nilai agama. Misalnya, pada tahap konvensional, anak diajarkan untuk menghormati norma-norma agama dan sosial, sedangkan pada tahap post-konvensional, mereka diajarkan untuk memahami prinsip-prinsip moral universal yang terkandung dalam ajaran Islam.
SOLUSI APLIKATIF
Untuk mengatasi masalah kurangnya sopan santun pada anak usia dini, diperlukan pendekatan yang efektif dan mudah di terapkan berikut adalah Solusi agar hafidz dapat mempunyai rasah sopan santu nya .
BERBICARAH DENGAN LEMBUT
 Mulailah dengan membiasakan untuk berbicara dengan lembut dan tidak berteriak di rumah atau di sekolah atau dimanapun itu . Dekati hafidz  ketika kita  hendak berbicara, dan sebisa mungkin untuk mengajak hafidz  dalam percakapan ringan tentang aktivitas sehari-hari. Gunakan kata-kata yang sopan dan tidak bermakna kasar, sehingga hafidz akan menirukan hal yang sama ketika berbicara dengan orang lain nantinya.
BERIKAN CONTOH
Anak yang memiliki etika sopan santun pasti dibesarkan di lingkungan yang mendukung adanya sikap tersebut, terutama di keluarganya. Ketika berusia 2 hingga 4 tahun, anak akan memasuki fase senang meniru, baik itu perilaku, sikap, emosi, dan perkataan dari orang lain yang dilihat dan didengarnya.Â