PENDAHULUAN
Sopan santun merupakan salah satu aspek penting dalam interaksi sosial yang harus ditanamkan sejak dini. Pada anak usia dini, pengembangan sikap sopan santun tidak hanya berpengaruh pada hubungan sosial mereka, tetapi juga berkontribusi pada perkembangan moral dan agamaUsia di bawah 5 tahun menjadi waktu yang tepat untuk orang tua melatih dan mengajarkan anak pada banyak kebiasaan baik.Â
Ini termasuk disiplin, mengelola emosi, mengatasi rasa sedih, menunjukkan sikap empati, bersikap mandiri, bersosialisasi, dan tak ketinggalan,etika sopan santun.Â
Bukan tanpa alasan, semua hal tersebut akan menjadi bekal anak untuk menghadapi berbagai situasi dan karakter orang lain di masa remaja dan dewasanya nanti.Kurangnya sopan santun pada anak usia dini menjadi tantangan serius dalam perkembangan moral dan agama mereka. Penelitian menunjukkan bahwa banyak anak belum terbiasa mengucapkan kata-kata seperti "tolong," "maaf," dan "terima kasih" dalam kehidupan sehari-hari
DESKRIPSI REALITAS SOSIAL
Pada saat saya observasi mata kulia perkembangan sosial emosional anak usia dini di tk Surabaya selama 9 hari saya melihat satu anak yang Bernama hafidz itu menurut saya kurangnya sopan santu kepada guru atau teman teman nya terus saya menganalisi permasalahan sopan samtun hafidz tersebut
Tidak mengucapkan salam: Saat bertemu guru atau teman, anak seringkali langsung menuju ke kelas tanpa mengucapkan salam.
Memotong pembicaraan: Ketika guru sedang menjelaskan, anak seringkali menyela dan berbicara tanpa menunggu giliran.
Tidak meminta izin: Saat ingin mengambil mainan atau makanan, anak langsung mengambilnya tanpa meminta izin kepada guruh nya
Berbicara dengan nada tinggi: Anak seringkali berbicara dengan nada tinggi, terutama saat marah atau ingin mendapatkan perhatian.
ANALISIS TEORI
Dalam memahami permasalaha  kurangnya sopan santun pada anak usia dini, beberapa teori psikologi dan pendidikan dapat diterapkan. Salah satunya adalah Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura, yang menyatakan bahwa individu belajar melalui observasi dan peniruan perilaku orang lain. Jika anak-anak melihat orang dewasa di sekitar mereka berperilaku kasar atau tidak sopan, mereka akan cenderung meniru perilaku tersebut.
Selain itu, Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg: juga relevan untuk dibahas. Kohlberg mengatakan  bahwa perkembangan moral seseorang berlangsung melalui beberapa tahap.Â
Anak-anak usia dini berada pada tahap pra-konvensional, di mana mereka lebih fokus pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka. Jika mereka tidak melihat nilai positif dari sopan santun---misalnya, jika mereka tidak mendapatkan pujian atau imbalan---mereka mungkin akan mengabaikan pentingnya sikap tersebut.
Dalam konteks agama, banyak ajaran agama menekankan pentingnya etika dan moralitas dalam berinteraksi dengan sesama. Misalnya, ajaran Islam mengajarkan adab dan akhlak yang baik sebagai bagian dari iman. Namun, jika anak-anak tidak mendapatkan pendidikan agama yang memadai atau tidak melihat penerapan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka pemahaman mereka tentang sopan santun bisa terdistorsi.
Integrasi Teori dengan Nilai-Nilai Islam: Teori Kohlberg dapat diintegrasikan dengan ajaran Islam, di mana tahap-tahap perkembangan moralnya sejalan dengan pembelajaran nilai-nilai agama. Misalnya, pada tahap konvensional, anak diajarkan untuk menghormati norma-norma agama dan sosial, sedangkan pada tahap post-konvensional, mereka diajarkan untuk memahami prinsip-prinsip moral universal yang terkandung dalam ajaran Islam.
SOLUSI APLIKATIF
Untuk mengatasi masalah kurangnya sopan santun pada anak usia dini, diperlukan pendekatan yang efektif dan mudah di terapkan berikut adalah Solusi agar hafidz dapat mempunyai rasah sopan santu nya .
BERBICARAH DENGAN LEMBUT
 Mulailah dengan membiasakan untuk berbicara dengan lembut dan tidak berteriak di rumah atau di sekolah atau dimanapun itu . Dekati hafidz  ketika kita  hendak berbicara, dan sebisa mungkin untuk mengajak hafidz  dalam percakapan ringan tentang aktivitas sehari-hari. Gunakan kata-kata yang sopan dan tidak bermakna kasar, sehingga hafidz akan menirukan hal yang sama ketika berbicara dengan orang lain nantinya.
BERIKAN CONTOH
Anak yang memiliki etika sopan santun pasti dibesarkan di lingkungan yang mendukung adanya sikap tersebut, terutama di keluarganya. Ketika berusia 2 hingga 4 tahun, anak akan memasuki fase senang meniru, baik itu perilaku, sikap, emosi, dan perkataan dari orang lain yang dilihat dan didengarnya.Â
Jadi, apabila kita ingin memiliki anak dengan sikap sopan dan beretika, sedangkan kita  sendiri tidak memberikan contoh bagaimana melakukannya, maka jangan berharap anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kita inginkan. Pasalnya, mendidik anak paling efektif yaitu dengan memberikan teladan dan contoh nyata di rumah maupun di sekolah
KOREKSI DAN APRESIASI USAHANYA
 Jangan pernah bosan mengoreksi atau memberikan nasihat pada hafidz apabila ia menunjukkan sikap yang tidak menyenangkan kepada orang lain. Lalu Hindari memarahi atau bahkan menghukum ahafidz di depan umum karena hal tersebut bisa berdampak negatif pada perkembangan kesehatan mentalnya.Â
Tetap beri tahu ahafidz  dengan kata-kata dan nada bicara yang lembut. Jaga kontak mata tetap sejajar dengan hafidz dan sentuh bahunya ketika kita sedang memberikan arahan yang tepat. Jadi, hafidz tidak terkesan seperti dimarahi oleh orang tuanya. Sementara itu, jangan lupa untuk memberikan pujian apabila hafidz berhasil menunjukkan etika sopan santun ketika berbicara dengan orang lain.
BIASAKAN UNTUK MENGUCAPKAN 3 KATA AJAIB
 Cara paling efektif untuk mengajarkan etika dan sopan santun pada anak adalah membiasakan anak memakai 3 kata ajaib dalam berbagai aktivitasnya, yaitu terima kasih, tolong, dan maaf. Apabila anak melakukan kesalahan, ajarkan untuk meminta maaf. Jika ia menginginkan sesuatu, biasakan untuk meminta tolong. Lalu, apabila ia telah mendapatkan bantuan atau diberi sesuatu, ajarkan untuk selalu mengucap terima kasih.
 Ajari secara konsisten dan ingatkan apabila anak lupa mengucapkan 3 kata ajaib tersebut. Lama-kelamaan, anak pun menjadi terbiasa untuk meminta tolong, berterima kasih, dan minta maaf dalam berbagai kondisi ketika bersosialisasi dengan orang lain di luar rumah.
GUNAKA SAPAAN YANG BAIK DAN SOPAN SANTUN
Dan yang terahir adalah  ajari anak untuk menggunakan sapaan yang baik dan santun. Misalnya memanggil kakak, om, tante, paman, bibi, kakek, atau nenek untuk orang-orang yang lebih tua dan menggunakan sapaan adik untuk orang yang lebih muda usianya darinya. Kunci penting dalam melatih anak memiliki etika sopan santun dan rasa hormat adalah disiplin dan konsisten
KESIMPULAN
Kesimpulan mengenai kurangnya sopan santun pada anak usia dini dalam perkembangan moral dan agama menunjukkan bahwa masalah ini merupakan tantangan serius dalam pendidikan karakter. Banyak anak yang belum terbiasa menerapkan perilaku sopan santun, seperti mengucapkan "tolong," "maaf," dan "terima kasih" dalam interaksi sehari-hari.Â
Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan pendidikan, termasuk peran guru dan orang tua, sangat berpengaruh dalam menanamkan nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter yang efektif melalui pembiasaan dan keteladanan dapat membantu mengatasi kekurangan ini. Dalam konteks Islam, Al-Qur'an mengajarkan pentingnya akhlak yang baik, sehingga integrasi nilai-nilai agama dalam pendidikan sangat diperlukan. Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang berakhlak mulia dan memiliki sopan santun yang baik, sehingga mampu berkontribusi positif bagi masyarakat.
Nama;fikri fernandika akbar
Nim:06020923031
Mahasiswa uinsa progam studiy Pendidikan anak usia dini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H