Mohon tunggu...
Zulfikhar Gumeleng
Zulfikhar Gumeleng Mohon Tunggu... Penulis - Penerus Peradaban

Vox populy vox dey

Selanjutnya

Tutup

Politik

Imperialisme Gaya Baru (Catatan untuk Jokowi-Amin)

21 Oktober 2020   15:20 Diperbarui: 21 Oktober 2020   15:26 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, di negara-negara yang sudah demokrasi, ekspor modal sudah menjadi pilihan utama untuk melakukan investasi, tanpa harus mendahulukan ekspor kekuasaan. Hal ini memungkinkan, karena di negara-negara demokrasi aturan-aturan yang bisa menghambat mengalirnya modal kapitalisme global sudah dicabut Seperti hal sekarang Dimana penyerderhanaan UU lewat UU Omnibus Law dilakukan oleh Negara untuk Memudahkan Akses dari Negara Luar yang kemudian menanamkan Modal "Investasi Asing" di negara Berkembang semisal indonesia.

Jadi semakin demokratis suatu negera semakin memberi peluang mengalirnya ekspor modal para kapitalis, dengan melibatkan negara tujuan untuk mengamankan investasinya Karena itu dalam dunia yang semakin mengglobal, demokrasi menjadi salah satu persyaratan utama negara kaya untuk membantu negara-negara Dunia Ketiga (Geopolitik Transaksional kian hadir dengan segitiga paradigmatik pasar global : Perusahaan-Produksi-Konsumen) Persyaratan ini menjadi sangat penting, karena dalam negara demokrasi penguasa akan dipermak oleh kapitalisme global menjadi anjing penjaga para rumah investor dan mengusir warga sendiri yang mencoba mendekati pagar rumah pemilik modal.

Persoalannya kemudian yang perlu dikritisi oleh negara-negara miskin, bahwa membangun dengan bantuan inevstasi asing, itu tidak pernah akan memakmurkan rakyatnya. Karena logika sederhana pun membenarkan kalau pemilik modal dari luar negeri tidak pernah akan menggunakan pendekatan sosial kemanusiaan dalam mengespor modalnya, tetapi selalu menggunakan perhitungan bisnis dan keuntungan modal.

Pemerintahan sekarang (Jokowi-amin) nampaknya perlu melakukan proses perenungan untuk menentukan sikap, menjadi anjing penjaga para kapitalisme global, atau berproses menjadi negara raksasa dengan melibatkan semua komponen bangsa untuk memanfaatkan sumber daya alam yang terhampar luas di bumi Indonensia.

Kalau mau menjadi anjing penjaga para kapitalisme global, maka silahkan memanfaatkan terus fasilitas bantuan luar negeri yang ditawarkan lembaga Bretton Woods (Bank Dunia, IMF, WTO), yang sudah banyak terbukti tidak menyelamatkan negara yang dibantunya, tetapi justru menciptakan tingkat ketergantungan yang tinggi negara-negara dunia ketiga yang dibantunya (tidak terkecuali Indonesia)
Tetapi saya yakin bangsa Indonesia belum terlambat untuk menyatakan sikap sebagai bangsa yang besar dan kaya sumber daya alamnya.

Tidak gampang memang menentukan sikap untuk memutuskan ketergantungan kita sebagai bangsa, karena akan menimbulkan konsekuensi kegoncangan ekonomi nasional yang berimplikasi pada tingkat kemampuan rakyat memenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya. Persoalannya kemudian kalau tidak dari sekarang mengurangi ketergantungan kita kepada dunia luar, maka semakin lama akan semakin menggurita lembaga Bretton Woods itu menggorogoti kekayaan alam negeri ini.

Karena sepanjang sejarahnya belum ada negara yang bisa membangun dengan baik negaranya selama tetap menggunakan fasilitas bantuan luar negeri. Terlebih bangsa Indonesia yang disebut-sebut negeri 1001 maling. (Maksudnya mulai dari maling sandal jepit sampai maling triliunan rupiah ada semua dan bercokol di bawah pantat Ibu Pertiwi).

Hal Yang Perlu di waraskan ialah : Salah satu Faktor yang melangengkan Kekuasaan adalah tidak hadirnya perLAWANan  !!!

Penulis : Fiki Gumeleng

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun