1. Masalah Hukum Ekonomi Syariah yang Sedang Viral
Salah satu kasus yang menjadi perhatian publik di bidang Hukum Ekonomi Syariah adalah sengketa terkait pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah. Kasus ini muncul ketika nasabah merasa bahwa skema pembiayaan yang diterapkan oleh bank syariah tidak sesuai dengan prinsip syariah karena adanya ketidaksesuaian akad, atau adanya praktik yang menyerupai riba dalam transaksi tersebut.
Contoh: Bank syariah memberikan pembiayaan murabahah kepada nasabah untuk pembelian properti, tetapi ternyata ada unsur ketidakjelasan dalam akad sehingga menimbulkan sengketa antara bank dan nasabah. Ketidaksesuaian akad ini mungkin terjadi dalam hal pengenaan denda jika nasabah terlambat membayar, yang dianggap menyerupai riba.
 2. Kaidah Hukum yang Terkait
Kaidah Larangan Riba: Dalam Islam, riba (bunga atau keuntungan yang tidak adil) dilarang keras, karena dianggap merugikan pihak yang lemah. Pembiayaan syariah harus bebas dari unsur riba. Jika denda keterlambatan pada murabahah mirip dengan bunga, hal ini dapat melanggar kaidah larangan riba.
Kaidah Transparansi dalam Akad: Dalam transaksi syariah, akad (perjanjian) harus jelas dan rinci, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan karena ketidakjelasan. Misalnya, dalam pembiayaan murabahah, harga jual, margin keuntungan, dan mekanisme pembayaran harus dijelaskan dengan transparan.
Kaidah Keadilan dalam Muamalah: Semua transaksi ekonomi harus berlandaskan keadilan, di mana kedua belah pihak (bank dan nasabah) tidak boleh dirugikan.
 3. Norma Hukum yang Terkait
Norma hukum dalam konteks Hukum Ekonomi Syariah meliputi nilai-nilai yang mendasari transaksi syariah:
Norma Keadilan: Hukum syariah mengutamakan keadilan dalam setiap transaksi ekonomi. Jika salah satu pihak (misalnya, nasabah) merasa diperlakukan tidak adil dalam pembiayaan murabahah, ini melanggar norma keadilan.
Norma Transparansi: Transaksi harus transparan, terutama dalam hal akad. Semua ketentuan harus dipahami oleh kedua pihak sebelum transaksi dilakukan.
Norma Kesepakatan (Ijab dan Qabul): Dalam akad syariah, harus ada kesepakatan yang sah antara kedua pihak tanpa ada unsur paksaan atau penipuan.
 4. Aturan Hukum yang Terkait
Aturan-aturan hukum yang terkait dengan kasus ini antara lain:
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah: Mengatur bahwa semua transaksi yang dilakukan oleh bank syariah harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, termasuk menghindari riba, gharar (ketidakpastian), dan maisir (spekulasi).
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI): Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah mengatur secara rinci mekanisme akad murabahah, termasuk margin keuntungan yang jelas dan denda keterlambatan yang tidak mengandung unsur riba.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/46/PBI/2005 tentang Transparansi Produk Perbankan dan Penggunaan Data Nasabah: PBI ini mengatur bahwa semua perjanjian antara bank dan nasabah harus transparan dan dipahami oleh kedua belah pihak.
5. Analisis dari Sudut Pandang Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence
Positivisme Hukum:
 Menurut teori positivisme hukum, aturan hukum harus dipatuhi sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan tertulis. Dalam konteks kasus ini, positivisme hukum akan berfokus pada apakah transaksi murabahah yang dilakukan oleh bank syariah telah sesuai dengan Undang-Undang Perbankan Syariah, fatwa DSN MUI, dan peraturan Bank Indonesia. Jika sesuai, maka transaksi tersebut sah di mata hukum, meskipun ada keluhan dari nasabah. Positivisme cenderung tidak memerhatikan dampak sosial atau keadilan substantif, tetapi lebih pada legalitas formal dari transaksi tersebut.
Sociological Jurisprudence:
 Teori ini menekankan pentingnya melihat bagaimana hukum diterapkan dalam konteks sosial. Dalam analisis sociological jurisprudence, pengaruh hukum terhadap masyarakat dan kesejahteraan sosial lebih diutamakan. Dalam kasus ini, sosiological jurisprudence akan melihat apakah penerapan hukum perbankan syariah benar-benar menciptakan keadilan bagi nasabah dan bank. Jika praktik perbankan syariah ternyata masih merugikan nasabah, misalnya dengan pengenaan denda yang menyerupai bunga, maka pendekatan ini akan menilai hukum tersebut sebagai tidak efektif dalam mencapai keadilan sosial, meskipun secara formal transaksi tersebut sah.
 Kesimpulan
Dalam menganalisis kasus sengketa murabahah di perbankan syariah, pendekatan positivisme hukum cenderung melihat legalitas berdasarkan aturan tertulis, sedangkan sociological jurisprudence mempertimbangkan aspek keadilan sosial dan dampak hukum terhadap masyarakat. Kasus ini memperlihatkan bahwa penerapan hukum syariah harus benar-benar memperhatikan baik aspek formal (legalitas) maupun aspek substantif (keadilan bagi masyarakat).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H