Delapan tahun berlalu tidak ada yang pernah membayangkan betapa hebatnya erupsi Merapi yang terjadi pada tahun 2010. Awan panas atau biasa disebut wedus gembel oleh warga sekitar, menyergap kawasan Cangkringan. Beberapa orang menjadi korban tewas serta ribuan lainnya harus menyelamatkan diri di tengah pekatnya malam.
Kecamatan Cangkringan berada dalam radius 15 km dari Gunung Merapi. Saat itu awan panas berarak di langit yang kelam hingga radius 20 km. Dalam waktu 30 menit, awan panas berhasil mencapai kawasan Cangkringan hingga membuat ribuan warga harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Pasca erupsi menjadi pelajaran berharga bagi warga Cangkringan. Mereka tak lantas menyerah dengan keadaan meskipun awan panas meluluhlantakkan semua harta benda yang ada.
Untuk membangkitkan semangat para korban yang terkena bencana, beberapa perusahaan memberikan "kail", agar warga tetap bersemangat untuk berjuang membangun kehidupannya kembali meskipun tak ada lagi sisa-sisa harta yang ada selain pakaian dan tenaga.
Wujud bantuan tersebut bisa saya saksikan sendiri. Peternakan di kawasan Cangkringan ini menjadi contoh sukses program Community Development yang merupakan bagian dari program CSR Danone Sari Husada di Yogyakarta.
Sapi-sapi perah ini didatangkan dari Baturaden dan Blitar. Rata-rata produksi susunya bisa mencapai antara 7 sampai dengan 20 liter perhari. Sudah banyak perusahaan yang mengambil susu dari peternakan Merapi Project ini.Â
Yang menarik buat saya justru Comdev ini memanfaatkan kotoran sapi dan urin sapi untuk pupuk kandang. Peternakan ini sudah dilengkapi dengan digester yang bisa dimanfaatkan untuk mengganti kebutuhan gas untuk memasak.
"Ada sekitar 16 rumah warga yang bisa menikmati gas dari kotoran sapi" kata mas Daryanto salah satu pendamping di Merapi Project. Mereka bisa menikmati gas dengan harga murah. Mereka juga tidak pernah kesulitan memasak saat gas langka atau mengalami kenaikan harga.
Anak-anak sapi ini nantinya akan menjadi bibit yang bisa menggantikan sapi-sapi yang dianggap sudah kurang produktif. "Usia produktif sapi biasanya hingga usia 5 tahun" kata Nazmudin, pendamping di Merapi Project yang memberikan banyak informasi tentang tata kelola sapi perah di Merapi Project Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.Â
Sapi-sapi ini akan diperah selama 8 bulan tiap pagi dan sore hari. Tapi, siklus paling produktif memasuki bulan ke tiga. Umumnya susu akan berhenti ketika sapi sudah memasuki masa kehamilan.Â
Peternakan sapi ini juga sudah memiliki laboratorium mini. Fungsinya salah satunya adalah mengecek angka kuman dalam susu sapi. Batas toleransinya harus berada di bawah 1 juta. "Alhamdulillah, susu sapi di kita ini berada di angka 300-an" kata Nazmudin.
Proses kotoran menjadi pupuk seperti ini kata Daryanto bisa memakan waktu selama 1 bulan di musim kemarau. Sedangkan ketika musim penghujan mungkin lebih lama sekitar 2 bulan. Pasalnya proses pengeringan kotoran sapi memang tidak dijemur melainkan di angin-anginkan.Â
Sedangkan urine sapinya difermentasi selama 21 hari sampai dengan 1 bulan. Soal kualitas pupuk cair memang lebih mantap, tetapi jika ingin memperbaiki struktur tanah disarankan untuk menggunakan pupuk padat kotoran sapi, saran Daryanto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H