Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Belajar dari Cangkringan, Bangkit dari Keterpurukan Setelah Bencana

18 Oktober 2018   23:50 Diperbarui: 9 November 2018   14:48 1515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vlogging bareng sapi perah (dok.pribadi)

Delapan tahun berlalu tidak ada yang pernah membayangkan betapa hebatnya erupsi Merapi yang terjadi pada tahun 2010. Awan panas atau biasa disebut wedus gembel oleh warga sekitar, menyergap kawasan Cangkringan. Beberapa orang menjadi korban tewas serta ribuan lainnya harus menyelamatkan diri di tengah pekatnya malam.

Kecamatan Cangkringan berada dalam radius 15 km dari Gunung Merapi. Saat itu awan panas berarak di langit yang kelam hingga radius 20 km. Dalam waktu 30 menit, awan panas berhasil mencapai kawasan Cangkringan hingga membuat ribuan warga harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Pasca erupsi menjadi pelajaran berharga bagi warga Cangkringan. Mereka tak lantas menyerah dengan keadaan meskipun awan panas meluluhlantakkan semua harta benda yang ada.

Untuk membangkitkan semangat para korban yang terkena bencana, beberapa perusahaan memberikan "kail", agar warga tetap bersemangat untuk berjuang membangun kehidupannya kembali meskipun tak ada lagi sisa-sisa harta yang ada selain pakaian dan tenaga.


Wujud bantuan tersebut bisa saya saksikan sendiri. Peternakan di kawasan Cangkringan ini menjadi contoh sukses program Community Development yang merupakan bagian dari program CSR Danone Sari Husada di Yogyakarta.

Sapi Perah sedang diberi makan (dok.pribadi)
Sapi Perah sedang diberi makan (dok.pribadi)
Peternakan terpadu yang sudah mengusung zero waste ini benar-benar membuat saya kagum. Pasalnya hampir semuanya bisa dimanfaatkan. Mulai dari susu sapi, urine sapi untuk pupuk cair dan juga kotoran sapi untuk pupuk serta sumber gas metan yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk memasak pengganti gas melon. 

Sapi perah di Comdev Danone (dok.pribadi)
Sapi perah di Comdev Danone (dok.pribadi)
Lahan seluas 1,7 hektar ini merupakan usaha Danone Sari Husada untuk membantu memberdayakan warga yang terkena dampak erupsi Merapi pada tahun 2010. Peternakan yang juga memiliki laboratorium mini ini dapat menampung sebanyak 240 sapi.

Sapi-sapi perah ini didatangkan dari Baturaden dan Blitar. Rata-rata produksi susunya bisa mencapai antara 7 sampai dengan 20 liter perhari. Sudah banyak perusahaan yang mengambil susu dari peternakan Merapi Project ini. 

Peternakan sapi ini sudah mengembangkan konsep zero waste (dok.pribadi)
Peternakan sapi ini sudah mengembangkan konsep zero waste (dok.pribadi)
Peternakan terpadu ini selain memberikan manfaat untuk masyarakat juga sebagai tempat belajar. Siapapun bisa belajar cara beternak sapi perah dan juga cara mengolah konsentrat untuk pakan sapi, proses pemerahan sapi hingga susu tersebut siap didistribusikan kepada warga. 

Yang menarik buat saya justru Comdev ini memanfaatkan kotoran sapi dan urin sapi untuk pupuk kandang. Peternakan ini sudah dilengkapi dengan digester yang bisa dimanfaatkan untuk mengganti kebutuhan gas untuk memasak.

"Ada sekitar 16 rumah warga yang bisa menikmati gas dari kotoran sapi" kata mas Daryanto salah satu pendamping di Merapi Project. Mereka bisa menikmati gas dengan harga murah. Mereka juga tidak pernah kesulitan memasak saat gas langka atau mengalami kenaikan harga.

Sapi-sapi dimandikan saat diberi pakan (dok.pribadi)
Sapi-sapi dimandikan saat diberi pakan (dok.pribadi)
Sapi-sapi ini diperah dua kali dalam sehari. Yang pasti, susu sapi tidak diambil semuanya karena masih ada pedet atau anak sapi yang membutuhkan kolostrum untuk pertumbuhan anak sapi itu sendiri.

Anak-anak sapi ini nantinya akan menjadi bibit yang bisa menggantikan sapi-sapi yang dianggap sudah kurang produktif. "Usia produktif sapi biasanya hingga usia 5 tahun" kata Nazmudin, pendamping di Merapi Project yang memberikan banyak informasi tentang tata kelola sapi perah di Merapi Project Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. 

Sapi diperah dua kali sehari pagi dan sore hari (dok.pribadi)
Sapi diperah dua kali sehari pagi dan sore hari (dok.pribadi)
Proses pemerahan sapi juga sudah menggunakan alat khusus. Sayang saat kami datang sapi-sapi tersebut sudah diperah. Jadi, proses pemerahan sapinya sudah menggunakan alat sehingga susu sapi tetap steril karena menggunakan mesin pompa yang langsung ditampung di tempat khusus.

Sapi-sapi ini akan diperah selama 8 bulan tiap pagi dan sore hari. Tapi, siklus paling produktif memasuki bulan ke tiga. Umumnya susu akan berhenti ketika sapi sudah memasuki masa kehamilan. 

Peternakan sapi ini juga sudah memiliki laboratorium mini. Fungsinya salah satunya adalah mengecek angka kuman dalam susu sapi. Batas toleransinya harus berada di bawah 1 juta. "Alhamdulillah, susu sapi di kita ini berada di angka 300-an" kata Nazmudin.

Kotoran sapi yang siap jadi pupuk kandang (dok.pribadi)
Kotoran sapi yang siap jadi pupuk kandang (dok.pribadi)
Nah, kotoran sapi yang sudah siap pakai ini rata-rata beratnya sekitar 20 kg dengan harga jual cukup terjangkau hanya Rp 18 ribu. Peternakan ini juga bekerja sama dengan banyak kelompok tani terutama para petani cabai di sekitar Merapi Project, Cangkringan.

Proses kotoran menjadi pupuk seperti ini kata Daryanto bisa memakan waktu selama 1 bulan di musim kemarau. Sedangkan ketika musim penghujan mungkin lebih lama sekitar 2 bulan. Pasalnya proses pengeringan kotoran sapi memang tidak dijemur melainkan di angin-anginkan. 

Sedangkan urine sapinya difermentasi selama 21 hari sampai dengan 1 bulan. Soal kualitas pupuk cair memang lebih mantap, tetapi jika ingin memperbaiki struktur tanah disarankan untuk menggunakan pupuk padat kotoran sapi, saran Daryanto.

Produk susu sapi Jurank di Cangkringan (dok.pribadi)
Produk susu sapi Jurank di Cangkringan (dok.pribadi)
Susu sapi yang disajikan pun sudah diberikan rasa seperti produk susu Jurank yang saya potret ini. Rasa susu sapi segar sudah biasa. Yang saya coba ini rasa stroberi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun